Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jangan Menjadi Pemimpin Bila Tak Mampu Mengelola Pengaruh dan Kekuasaan

3 Agustus 2018   21:14 Diperbarui: 3 Agustus 2018   21:47 4270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang menginginkan menjadi seorang pemimpin tetapi selain tidak memiliki pengetahuan tentang kepemimpinan, juga diperparah lagi tidak memiliki  ketrampilan memimpin. Akibatnya adalah organisasi menjadi rusak, kacau balau dan dipastikan tidak akan tiba dan  pernah sampai ketujuan yang diinginkan bersama dalam organisasi.

Situasinya menjadi lebih ironis lagi ketika Sang Pemimpin tidak pernah menyadari dan memahami bahwa sesungguhnya dia tidak memiliki pengatahuan dan ketrampilan untuk menjadi seorang pemimpin. Lalu, karena dia sudah terpilih menjadi pemimpin, entah caranya dengan "tipsani" alias tipu sana tipu sini, maka menurutnya segala yang dilakukannya sudah benar adanya. Maka lengkap dan semupurnalah kekacauan organisasi itu.

Era sekarang yang ditandai dengan keterbukaan dan transparansi yang luar biasa, dengan kemajuan teknologi informasi, komunikasi menyebabkan semua hal terbuka habis di depan public. Nyaris tak ada lagi ruang privasi bagi seorang pemimpin. Apapun yang dilakukan oleh seorang pemimpin diektahui oleh publik secara terbuka.

Mengacu pada pengertian dasar dari Kepenmimpinan atau Leadership, maka seorang pemimpin harus mampu mengelola dua aspek kunci dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya, yaitu Power atau Kekuasaan dan Pengaruh atau Influnce.

Dengan sederhana, pakar dan penulis buku teks Leadership Richard T Daft, memperkenalkan 4 macam pengaruh yang bisa dimainkan oleh seorang pemipin, yaitu Transformational  (dan transkasional), Charismatic, Coalitional, dan Machiavellian. Pada umumnya saetiap pemimpin akan memperlihatkan jenis dominan dalam mengelola pengaruh yang dijalankan, sehingga keempat jenis ini sering diidentikan sebagai Style-Leadership. 

Jadi, pemimpin yang sangata menunjukkan pengaruh Machiavellian, maka pemimpin ini bisa dikatakan menggunakan Gaya Kepemimpinan Machiavellian, dan demkian juga style yang lainnya. Berikut akan coba digambarkan secara sederhana masing-masing jenis pengaruh ini.

Transformational dan Transactional Leadership

Transformational leadership ditandai dengan kemampuan untuk membawa perubahan yang terasa dan berart, baikj bagi pengikutnya atau followers maupun bagi organisasi itu sendiri. Pemimpin transformasional memiliki kemampuan untuk memimpin perubahan bagi visi, strategi dan budaya di dalam organisasi dan mempromosikan inovasi dalam produk serta teknologi.

Perlu disadari bahwa kepemimpinan transformasional sering dikacauakan penggunaan dengan kepemimpinan transaksional. Padahal sangat berbeda. Dasar Transactional Leadership adalah sebuah transaksi atau proses pertukaran antara leader dan follower. 

Pemimpin dengan transactional leadership mengakui kebutuhan dan keinginan followernya, kemudian mengklarifikasikan bagaimana kebutuhan dan keinginan tersebut akan memuaskan follower jika follower dapat mencapai tujuan tertentu dan tugas tertentu. Sehingga, followers menerima penghargaan atas kinerjanya dan leader memperoleh manfaat dari tugas yang diselesaikan dengan baik oleh followersnya.

Sederhananya adalah bawah Pimpinan Transaksional berfokus dalam menjaga agar organisasi berjalan lancar dan efisien serta menjaga stabilitas dalam organisasi dari pada mempromosikan perubahan. 

Sedangkan kepemimpinan taransformasional berfokus pada kualitas berwujudnya visi, nilai bersama, dan ide-ide untuk membangun hubungan, memberikan arti yang lebih besar untuk setiap  kegiatan, dan menginspirasi orang untuk berpartisipasi dalam proses perubahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa transformational leadership didasarkan pada nilai pribadi, keyakinan, dan kualitas dari pemimpin bukan pada proses pertukaran antara pemimpin dan pengikut.

Untuk itu bisa diidentifikasi perbedaan antara transformational leadership dengan transactional leadership dalam empat area kunci, yaitu: (i). Transformational leadership menggambarkan sebuah visi besar mengenai masa depan yang diinginkan dan mengkomunikasikannya secara efektif, (ii). Transformational leadership menginspirasi followernya untuk mengutamakan kepentingan kelompok daripada kepentingan sendiri, (iii). Transformational leadership memberikan perhatian kepada follower dari kebutuhan fisik tingkat yang lebih rendah (seperti keselamatan dan keamanan) sampai dengan kebutuhan psikologis tingkat tinggi (seperti harga diri dan aktualisasi diri), (iv). Transformational leadership mengembangkan followernya untuk menjadi leader.

Para pemimpin yang efektif itu seorang  yang mempunyai kemampuan untuk menunjukan kedua pola kepemimpinan itu dalam prakteknya, yaitu baik transformasional maupun transaksional. Mereka bukan hanya menekankan pada kemampuan mereka dalam membangun visi dan memberdayakan dan memberikan energi yang postif, tetapi juga memiliki kemampuan untuk merancang struktur, sistem kontrol, dan sistem penghargaan yang dapat membantu orang-orang dalam organisasi mencapai visi.

Charismatic Leadership

Jenis pengaruh yang kedua adalah charismatic pemimpin. Pemimpin yang terbiasa menggunakan jenis pengaruh ini, bisa dikategirikan sebagai Gaya Kepemimpina Kharismatik.

Charismatic leader memiliki sebuah pengaruh emosional, yaitu melibatkan emosi mereka dalam kehidupan pekerjaan sehari-hari, yang membuat mereka terlihat energik, antusias, dan menarik bagi orang lain serta dapat menginspirasi orang-orang dalam organisasi.

Karisma sering disebut sebagai "api yang menyulut energi dan komitmen para pengikut, memberikan hasil maksimal, serta melampaui panggilan tugas." Pemimpin karismatik memiliki dampak emosional pada seseorang agar mereka melakukan lebih banyak dari pada yang biasanya dilakukan serta memberi semangat untuk mendorong tiap orang agar mengenyampingkan kepentingan mereka sendiri demi mencapai tujuan. 

Jika dalam transformational leadership pemimpin mencoba untuk meningkatkan kerjasama dan pemberdayaan follower, charismatic leadership menanamkan sebuah kekaguman pada followernya.

Coalitional Leadership

Jenis pengaruh ketiga yang dikenal adalah koalisi. Dan Pemimpinan yang sering menggunakan jenis pengaruh ini disebut Gaya Kepemimpinan Koalisional.

Coalitional leadership melibatkan proses membangun koalisi orang-orang yang mendukung tujuan pemimpin dan dapat membantu mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan keputusan pemimpin demi mewujudkan tujuannya. Mereka sangat terampil dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain dan dapat mengadaptasikan sikap mereka dengan orang-orang dan situasi yang beraneka ragam.

Beberapa langkah agar coalitional leadership dapat menjadi efektif: (i). Coalitional leader melakukan banyak interview (ii). Coalitional leader mengunjungi pelanggan dan stakeholder lainnya (iii). Coalitional leader mengembangkan "map of stakeholder buy-in" dan  (iv). Coalitional leader melakukan perincian rintangan-rintangan dan mempromosikan cross-silo cooperation.

Machiavellian-Style Leadership

Jenis pengaruh ketika yang bisa dilakukan oleh seorang pemimpin adalah Machiavelli, dan pemimpin yang bisa menggunakan jenis pengaruh ini sering disebut sebagai Machiavellian Style Leadership.

Istilah Machiavellian sering dikaitkan dengan perilaku yang tidak bermoral dan bahkan kejam yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan seseorang dari keuntungan pribadi.  Dengan Gaya Machivellian, pemimpin bersedia menggunakan berbagai cara apapun yang diperlukan untuk mempertahankan kesejahteraan organisasi yang dipimpinnya, ya..menghalalkan segala cara.

Untuk memahami dengan baik jenis pengaruh ini, maka perlu mengenal ciri-ciri gaya Machiavellian ini yang pada dasarnya meliputi hal-hal :

  • (i). They are always on guard for risks and threats to their power: pemimpin bergaya machiavellian berasumsi bahwa orang pada dasarnya berubah-ubah, serakah, dan penipu, sehingga pemimpin waspada terhadap kesetiaan yang bergeser dan tidak menggunakan manipulasi untuk mencapai tujuan.
  • (ii). They don't mind being feared: pemimpin bergaya machiavellian mengingatkan bahwa berusaha menjadi pemimpin yang paling disukai bisa menjadi bumerang saat masa sulit yang menuntut tindakan keras.
  • (iii). They will use deception if necessary: pemimpin bergaya machiavillian tidak memiliki masalah dalam mempertahankan atau menggunakan kekuasaan dengan cara menipu untuk menjamin keamanan organisasi.
  • (iv). They use rewards and punishments to shape behavior: pemimpin bergaya machiavellian tidak keberatan mengeksploitasi ketakutan dan keinginan orang agar bisa mengikuti aturan dan melakukan apa yang diperlukan untuk kebaikan secara keseluruhan.

Tipe Kekuasaan

Seorang pemimpin yang efektif harus mengenal kekuasaan atau power apa saja yang tersedia untuk dikelolannya sepanjang menjadi seorang pemimpin.

Power didefinisikan sebagai potensi seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk melakukan perintah atau melakukan sesuatu demimencapai tujuan atau hasil yang diinginkan. Sedangkan influence itu merupakan efek tindakan seseorang terhadap sikap, nilai, kepercayaan, dan tindakan dari orang lain.

Ada beda antara hard-power versus soft-power. Hard power merupakan kekuatan yang sebagian besar berasal dari posisi  atau jabatan otoritas seseorang, sedangkan soft-power merupakan kekuatan yang didasarkan pada karakteristik pribadi serta hubungan inter-personal.

Daft merumuskan ada 5 jenis kekuasaan yang tersedia bagi seorang pemimpin, yaitu :

  1. Legitimate Power, merupakan otoritas yang berasal dari posisi formal dalam sebuah organisasi.
  2. Reward Power,  merupakan kekuasaan yang berasal dari kewenangan atau otoritas untuk memberikan imbalan pada orang lain.
  3. Coercive Power,  merupakan kekuasaan yang berasal dari kewenangan atau otoritas untuk memberikan hukuman atau merekomendasikan hukuman.
  4. Expert Power merupakan kekuasaan yang berasal dari pengetahuan atau keahlian khusus seorang leader.
  5. Referent Power, merupakan kekuasaan yang timbul dari karakteristik personal seorang leader yang dapat membangkitkan kekaguman dan rasa hormat followers sehingga mereka ingin meniru pemimpinnya.

Penggunaan kekuasaan oleh seseorang pemimpin, dapat menimbulkan reaksiatau tanggapan dari pengikut secara berbeda-beda. Secara umum, terdapat 3 hasil yang berbeda yang mungkin timbul dari penggunaan kekuasaan, dari sisi pengikut, yaitu :

  1. Compliance: Ketika pemimpin menggunakan hard power, respon yang akan timbul adalah berupa kepatuhan atau compliance.Compliance berarti bahwa orang-orang mengikuti arahan dari orang yang memiliki kekuasaan, meskipun mereka setuju atau tidak setuju dengan arahan tersebut.
  2. Resistance: Perlawanan  atau resistance, berarti para pekerja akan mencoba untuk menghindari melaksanakan instruksi/perintah atau akan berusaha untuk tidak mematuhi perintah.
  3. Commitment: Respon pengikut yang paling sering dihasilkan oleh soft-power adalah komitmen. Komitmen berarti bahwa pengikut mengadopsi sudut pandang pemimpin dan antusias melaksanakan instruksi.

Meningkatkan Kekuasaan Melalui Akitifitas Politik

Pemimpin harus mampu mengelola power dan pengaruh yang dimiliki agar tujuan yang ingin dicapai dapat diwujudkan secara efektif dan efisien. Sebab kalau tidak maka pemimpin akan mengalami kegagalan dalam mengemban tugas dan fungsi yang dipercayakan kepadanya.

Salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan terus kekuasaan yang dimiliki oleh seorang pemimpin adalah melalui kegiatan politik dalam organisasi. Politik melibatkan aktifitas untuk memperoleh, mengembangkan, dan menggunakan kekuasaan dan sumber lainnya untuk mendapatkan hasil masa depan yang diinginkan ketika terdapat ketidakpastian atau ketidaksepakatan dalam pilihan.

Untuk kepentingan itu, maka tersedia 4 referensi sebagai kerangka seorang pemimpin untuk meningkatkan pengaruhnya dan kekuasaan yang dimilikinya, yaitu

  1. Struktural Frame: Kerangka struktural menekankan pada rencana-rencana, penetapan tujuan, dan mengklarifikasi ekspektasi sebagai cara untuk memberikan perintah, efisiensi dan stabilitas.
  2. Human Resouce Frame: Terkait dengan kerangka sumber daya manusia dimana orang-orang dalam organisasi merupakan sumber daya yang paling bernilai.     
  3. Political Frame: Kerangka politik melihat organisasi sebagai arena berlangsungnya konflik atau ketegangan atas kelangkaan sumber daya manusia.
  4. Symbolic Frame:Dalam kerangka simbolik, seorang pemimpin mempersepsikan sebuah organisasi sebagai sebuah sistem berbagi makna dan nilai-nilai.

Walaupun tersedia empat kerangka referensi pemimpin, maka harus diperlengkapi dengan beberapa prinsip dasar yang melandasi semua kerangka yang dibangun. Keenam prinsip ini menunjuk pada ketegasan pengaruh seorang pemimpin dalam praktek, yaitu :

Satu.Daya tarik terhadap sebuah visi atau tujuan yang lebih tinggi. Cara untuk menarik orang agar memiliki perilaku yang baru atau membuat perubahan adalah dengan menyusun permintaan dimana menekankan pada visi atau tujuan yang lebih tinggi dari perubahan. Hal ini berarti bahwa upaya melakukan apa yang ditugaskan adalah tindakan yang berharga.

Dua.Menggunakan persuasi yang rasional.Taktik dalam mempengaruhi harus menggunakan persuasi yang rasional, yaitu menggunakan fakta, data, argumen logis, dan membujuk orang lain bahwa permintaan yang diajukan adalah cara terbaik untuk menyelesaikan tugas atau mencapai tujuan yang diinginkan.

Tiga.Membantu orang-orang untuk menyukai Anda. Ketika pemimpin membuat pengikutnya merasa nyaman dengan diri mereka, seperti mendengarkan, menunjukan kepedulian, menemukan kesamaan, menghargai, berlaku adil maka mereka akan mendukung pemimpin dengan melakukan apa yang diminta.

Empat.Bergantung pada aturan reciprocity  atau timbal balik. Cara untuk mengubah kekuatan menjadi pengaruh adalah dengan berbagi apa yang dimilki (waktu, sumber daya, atau pelayanan). Banyak penilitian yang mengindikasi bahwa sebagian besar orang merasa memiliki kewajiban untuk membalas apa yang orang lain sudah berikan kepada dirnya.

Lima. Mengembangkan komunitas. Pemimpin dapat memperluas jaringan sekutunya dengan menjalin kontak dengan orang-orang tertentu melalui proses perekrutan, transfer, dan promosi. Pemimpin dapat mempengaruhi orang lain dengan berbicara dengan follower dan pemimpin lainnya untuk memahami kebutuhan mereka.

Enam.Meminta apa yang Anda inginkan. Mengkomunikasikan secara jelas mengenai apa yang Anda inginkan dan secara terbuka meminta apa yang Anda inginkan. Pemimpin harus bersedia untuk berdebat untuk membujuk orang lain agar memahami sudut pandang mereka.

Sesungguhnya untuk menjadi seorang pemimpin tidaklah semudah menginginkannya karena harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang kepemimpinan itu sendiri, serta mamiliki ketrampilan yang tinggi dan kuat untuk mengelola power dan influnece yang melekat dalam dirinya sebagai seorang pemimpin.

Persoalan yang dihadapi oleh seorang pemimpin adalah seberapa dia menyadari kemampuan dan pengetahuannya sebagai syarat menjalankan fungsi kepemimpinannya. Bukan saja hanya karena diinginkannya oleh pengikutnya tetapi pemimpin sendiri sadar dan faham akan pengetahuan dan ketrampilan memimpin yang dimiliki. Bila tidak mampu seharusnya jangan menjadi pemimpin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun