Banyak organisasi saat ini dibangun berdasarkan asumsi keseragaman, pemisahan, dan spesialisasi. Orang yang berpikir sama, bertindak sama, dan memiliki keterampilan kerja yang sama dikelompokkan ke dalam sebuah departemen, seperti akuntansi atau manufaktur, terpisah dari departemen lain.
Kelompok homogen merasa mudah bergaul, berkomunikasi, dan saling memahami. Pemikiran seragam yang muncul, bagaimanapun, bisa menjadi bencana di dunia menjadi lebih multinasional dan beragam.Â
Membawa keragaman ke dalam organisasi adalah cara untuk menarik manusia berbakat terbaik dan mengembangkan pola pikir organisasi yang cukup luas untuk berkembang dalam dunia multinasional.
Mencari karyawan dengan usia, nilai, latar belakang etnis, dan pengalaman kerja yang berbeda. Orang-orang memiliki gaya yang berbeda, namun organisasi nampaknya bekerja lebih baik. Kelompok orang yang berbeda peran, dan beragam pengalaman memungkinkan perusahaan untuk merespons dengan baik untuk kinerja yang lebih baik.
Kelima, From Hero to Humble
Aspek terakhir dari paradigma kepemimpinan adalah merasa menjadi pahlawan. Seorang pemimpin targetnya adalah menjadi orang yang dianggap penyelamat dan paling besar di dalam sebuah organisasi. "Leader-as-hero", sebuah paradigma usang yang sudah tidak berlaku lagi.Â
Yang dibutuhkan sekarang adalah paradigm baru, yaitu "leader-as-humble", mengenali pemimpin dibelakang layar dengan susah payah yang dengan tenang membangun perusahaan yang kuat dan tangguh dengan mendukung dan mengembangkan setiap orang lain daripada memaksakan kemampuannya sendiri untuk sukses dan dianggap pahlawan.Â
Adalah seorang Abraham Lincoln yang memutuskan  membuat pilihan yang jitu di awal karir politiknya untuk menggunakan kemampuannya untuk melayani kepentingan rakyat Amerika Serikat daripada memberi makan egonya sendiri.
Pemimpin pahlawan mungkin lebih berisiko dan bernai membuat keputusan sendiri seringkali tanpa mempertimbangkan kebaikan yang lebih besar, sedangkan pemimpin yang rendah hati akan meminta nasehat dan meluangkan waktu untuk memikirkan konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakannya.
Melihat perubahan dunia yang sudah menglobal habis-habisan ini, seakan tidak ada jarak lagi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya, seakan dunia ini telah menjadi sebuah "Global Village" atau desa dunia, dimana kemajuan telekomunikasi, komunikasi dan informasi menyebabkan konektivitas yang tinggi antara semua manusia sejagad ini, maka hanya pemimpin yang meninggalkan paradigm usang  yang berhasil, dan berkualitas ketika dengan sungguh-sungguh menerapkan Paradigma Kepemimpinan Baru.