Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tenggelamnya KM Sinar Bangun, Apa Kabar dengan Mitigasi Bencana di Indonesia?

5 Juli 2018   20:07 Diperbarui: 6 Juli 2018   12:15 1334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44694972

Dengan demikian dapat dimaknai bahwa mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi korban ketika bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta.

Secara prosedural ada langkah-langkah yang harus ditempat dalam melaksanakan mitigasi banana ini. Misalnya, langkah awal yang harus dilakukan, melakukan kajian resiko bencana terhadap daerah tersebut, dan dalam menghitung resiko bencana sebuah daerah harus mengetahui bahaya (hazard), kerentanan (vulnerability) dan kapasitas (capacity) suatu wilayah yang berdasarkan pada karakteristik kondisi fisik dan wilayahnya. Komponen-komponen mitigasi ini menjadi kunci dalam menangggulangi suatu bencana yang mungkin akan terjadi.

Bahaya atau hazard, difahami sebagai suatu kejadian yang mempunyai potensi untuk menyebabkan terjadinya kecelakaan, cedera, hilangnya nyawa atau kehilangan harta benda. Dan harus difahami bahwa bahaya ini bisa menimbulkan bencana maupun tidak. Suatu bahaya dianggap sebuah bencana  atau disaster apabila telah menimbulkan korban dan kerugian.

Kerentanan  atau vulnerability, merupakan rangkaian kondisi yang menentukan apakah bahaya, baik bahaya alam maupun bahaya buatan, yang terjadi akan dapat menimbulkan bencana atau disaster. Jadi, rangkaian kondisi, umumnya dapat berupa kondisi fisik, sosial dan sikap yang mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam melakukan pencegahan, mitigasi, persiapan dan tindak-tanggap terhadap dampak bahaya.

Ada beberapa macam kerentanan yang muncul :
Kerentanan fisik: bangunan, infrastruktur, konstruksi yang lemah.
Kerentanan sosial: kemiskinan, lingkungan, konflik, tingkat pertumbuhan yang tinggi, anak-anak dan wanita, lansia.
Kerentananmental: ketidaktahuan, tidak menyadari, kurangnya percaya diri, dan lainnya.

 Kapasitas atau capacity, yang menunjukkan  kemampuan untuk memberikan tanggapan terhadap situasi tertentu dengan sumber daya yang tersedia baik fisik, manusia, keuangan dan lainnya. Kapasitas ini bisa merupakan kearifan lokal masyarakat yang diceritakan secara turun temurun dari generasi ke generasi.

Resiko bencana  atau Risk,  yang menunjukkan potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan  kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa teranca, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat, akibat kombinasi dari bahaya, kerentanan, dan kapasitas dari daerah yang bersangkutan.

Dalam mitigasi bencana, output yang sangat dasar adalah tentang aspek resiko yang mungkin akan muncul. Sehingga mengurangi dengans tenaga agar resiko yang muncul sekecil mungkin. Artinya, korban jiwa sesedikit mungkin, kerugian fisik dan material, sesedikit mungkin, kalau memang tidak bisa dihilangkan. Walaupun mimpi indah dari Lembaga Penanganan Bencana Alam adalah zero risk !

Kalau demikian, bisa difahami bahwa orietntasi mitigasi bencana ini lebih banyak berfokus pada pengurangan resiko yang muncul sesuai dengan hasil pemetaan dan identifikasi yang dilakukan. Secara umum, dan lazimnya yang dilakukan untuk mengurangi resiko bencana antara lain:

Relokasi penduduk dari daerah rawan bencana, misal memindahkan penduduk yang berada dipinggir tebing yang mudah longsor
Pelatihan-pelatihan kesiapsiagaan bencana bagi penduduk di sebuah daerah.
Pengkondisian rumah atau sarana umum yang tanggap bencana. 
Bangunannya relatif lebih kuat jika dilanda gempa.
Penciptaan dan penyebaran kearifan lokal tentang kebencanaan.

Bila dicermati highlight pengurangan resiko diatas sesungguhnya sangat baik dan idela tentunya karena itulah yang harusnya dikerjakan oleh semua stakeholders. Namun, dalam praktek untuk melaknakannya tidak seindah mengucapkannya. Dengan kejadian-kejadian seperti tenggelamnya KM Sinar Bangu, bisa disimpulkan bahwa sama sekali tidak ada upaya untuk mengurangi resiko bencana yang akan datang. Dan sialnya, bencana itu betul-betul terjadi, dan korbanpun betul-betul juga jatuh dan hancur!

Ada apakah dengan BNPB?

Pertanyaan ini sangatklah sederhana, bahwa ketika terjadi bencana seperti tenggelamnya KM Sinar Bangun, atau tenggelamnya Kapal Ferry di Selayar dan menelan korban jiwa 25 orang, dimanakah BNPB?  Mengapa BNPB dengan seragam orange terang itu baru pada muncul saat bencana sudah terjadi, saat korban sudah berjatuhan, saat keluarga menangis meraung-raung karena kehilangan orang yang mereka cintai?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun