Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

20 Triliun Rupiah, Mahalnya Pesta Demokrasi dan Hasilnya Semoga Bisa Diwujudkan

27 Juni 2018   08:34 Diperbarui: 27 Juni 2018   19:37 3352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pilkada (Foto: kompas.com)

Memasuki masa tenang tanggal 24-26 Juni 2018, setiap berjumpa kawan bahkan yang tidak kenal sekalipun pertanyaan yang hampir selalu muncul adalah mau memilih siapa?  mau mencoblos nomor berapa? Lalu, percakapan hangat nan akrab pun mulai meluncur dengan membandingkan semua pilihan calon yang ada. Semakin banyak pilihan semakin seru diskusi, dan semakin banyak orang yang ikut nimbrung dalam obrolan itu.

Sungguh menarik, semua orang yang terlibat dalam obrolanpun seakan-akan menjadi pengamat yang militant layaknya seorang pakar politik seperti yang sering nampak di televise atau di radio. Sepertinya semua orang memiliki semua informasi detail tentang semua kandidat Gubernur, Walikota dan Bupati.  

Biasanya obrolan akan semakin seru dan menegangkan apabila masing-masing ada fanatisme terhadap kandidatnya dan seakan mau ikut kampanye dalam kelompok obrolan. Tidak jarang ketegangan memuncak hingga tidak menyenangkan. Lalu, biasanya pula lama-lama yang ngobrolpun tinggal sedikit, yang lain menyingkir pergi. Bahkan yang tertinggal hanya mereka yang satu kubu. Lalu bubar dengan sendirinya, karena memang itu namanya hanya obrolan dan bukan rapat, bukan !?

Pilkada Serentak 2018, diikuti 58% Penduduk Indonesia

Apapun yang menjadi pilihan setiap pemilih itu adalah "hak yang mendasar sebagai warga negara dalam negara yang menjunjung tinggi demokrasi", seperti Indonesia yang sedang terus belajar menjadi Republik dan Negara yang Demokrasi. Yang jelas, hari ini merupakan hari yang sangat khusus bagi Negeri ini, bahkan menjadi tonggak sejarah yang harus dicatat dan dicermati. Pilkada Serentak 2018 akan diselenggaran di seluruh Indonesia dan melibatkan sekitar separoh warga negara yang ada di Republik ini.

Berdasarkan data-data yang disebarluaskan oleh KPU Pilkada Serentak 2018 ini akan diikuti oleh s152 juta pemilih, atau tepatnya 152.067. 680 pemilih yang terdiri dari (i) 76.088.777 pemilih berjrenis kelamin perempuan, dan (ii) 75.981.033 pemilih berjenis kelamin laki-laki. Inilah peta populasi pemilih di Indonesia. Bandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2017 sebanyak 262 Juta orang. Berarti yang mengikuti Pilkada Serentak 2018 sebanyak  58% pemilih dari total populasi penduduk Indonesia pada tahun 2017.

ilustrasi. (kompas.com)
ilustrasi. (kompas.com)
Apabila tidak ada yang memilih menjadi Golongan Putih -- GOLPUT, maka ada 152 juta pemilih akan berduyung-duyung untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara, TPS, untuk mencoblos pilihannya, dan memilih calon Pemimpin di wilayah masing-masing, demi kehidupan masyarakat yang lebih baik dan lebih maju lagi.

Berdasarkan data-data pula yang direleases oleh KPU, hajatan demokrasi 2018 ini diikuti oleh 171 daerah pemilihan, yang tersebar di 17 Provinsi akan memilih Gubernur Barunya, 39 Kotamadya akan memilih Walikota Barunya, dan 115 Kabupaten akan memilih Bupati Barunya. 

Ini memang pesta demokrasi besar, bahkan melebihi pemilihan presiden di negara-negara yang populasinya sedikit, seperti Singapura, Malaysia, Timor Timur, Brunei Darusallam, Papua New Gini, dan beberapa negara kecil lainnya di kawasaan Asia.

Pilkada serentak kali ini memang  bukan termasuk yang sangat besar dibandingkan dengan dua kali Pilkada serentak lainnya yang sudah dilakukan sebelumnya. Yang paling besar adalah Pilkada Serentak 2015, diikuti oleh 269 Daerah Pemilihan dengan rincian memilih 9 Gubernur Baru dan dan 260 daerah memilih Walikota/Bupati yang baru. 

Sementara Pilkada Serentak 2017 diikuti oleh 101 Daerah Pemilihan dengan rincian ada 7 daerah memilih Gubernur dan ada 94 daerah memilih Walikota/Bupatinya.

Namun, pesta Pilkada serentak kali ini akan sedikit lebih heboh, karena melibatkan lebih banyak Pergantian Gubernur yang baru, yaitu sebanyak 17 Provinsi aka nada Gubernur Baru hari ini. 

Dan tidak tanggung-tanggung lagi, karena melibatkan Daerah Pemilihan yang sangat besar dan luas antara lain, seperti Jawa Barat, Jaawa Tengah, dan Jawa Timur, dan daerah panas Sumatera Utara serta daerah Papua yang medannya sungguh tidak mudah dan gampang. 

Dari segi geopolitiknya, daerah-daerah pemilihan gubernur ini juga menjadi representasi agenda politik tahun 2019 saat Pemilu Legislatif dan Presiden RI 2019. 

Dipastikan bahwa semua Partai Politik, Kontestan akan memanfaatkan mati-matian moment Pilkada Serentak 2018 untuk menuju Pesta Demokrasi se Indonesia tahun depan. Ini artinya, situasi akan betul-betul super sensitive, super hot, dan potensial sekali terjadinya konflik horizontal maupun konflik vertical.

Sangat wajar dan bisa difahami kalua pihak pimerintah pusat dan daerah serta TNI-Polri dan semua pemegang kepentingan akan harus super extra mengawal, menjaga, dan mensukseskan pesta demokrasi besar ini demi masa depan Indonesia yang lebiah baik dan lebih maju.

Harga Demokrasi itu Mahal, 20 Trilun Rupiah.

Sebagai awam dan masyarakat pada umumnya mengertinya demokrasi itu adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Semua kembali kepada rakyat dan masyarakatnya. Ungkapan yang sangat popular dari bahasa Latin yaitu Vox populi, vox dei. 

Ungkapan ini terjemahannya adalah, "suara rakyat adalah suara Tuhan." Yang maknanya suara rakyat harus dihargai oleh siapapun sebagai penyampai kehendak Sang Ilahi.

Ungkapan sederhana ini dimaknai oleh rakyat secara sederhana pula bahwa nantinya Sang Pemimpin yang terpilih akan memperhatikan nasib dan masa depan dari mereka yang telah memilih. 

Ini sangat bisa dimengerti dengan baik, namun dalam prakteknya tentu tidak selalu seperti yang diharapkan oleh si rakyat ini. Bila sudah terpilih Gubernur, Walikota atau Bupati, biasanya "sudah lupa dengan rakyatnya", bahkan jarak dengan rakyatnya seperti langit dan bumi. 

Disinilah sesungguhnya letak persoalan bagi bangsa ini dalam membangun negeri ini untuk lebih maju dan baik. Karena setelah terpilih, yang diprioritaskan oleh Sang Pemipin yang Terpilih adalah kepentingan pribadi, keluarganya, dan kelompok dan partainya. Sehingga waktu lima tahun masa kepemimpinannya menjadi mubazir dan sia-sia belaka untuk mewujudnytakan harapan dari Vox Populi, Vox Dei.

Demokrasi sangat baik dan indah bila dijalankan dengan betul sesuai norma dan aturan yang berlaku. Itu sebabnya demokrasi tidaklah murah, tetapi mahal dan sangat mahal. Tidak saja biaya yang besar harus dikeluarkan tetapi juga waktu dan tenaga serta berbagai sumberdaya harus dikeluarkan untuk mensukseskan pesta demokrasi ini.

Pilkada Serentak 2018 membutuhkan biaya hingga Rp. 20 Triliun. Ini angka potensial sebab anggaran yang sudah ditetapkan sekitar Rp. 15 Trilun. Ini hanya dari budget yang disediakan oleh APBN saja. Belum lagi anggaran yang harus disediakan dan dikeluarkan oleh setiap kontestan dan parpol yang terlibat. Saya pikir angka-angkanya bisa berlipat dari angka Rp 20 Triliun itu. Multiplier effectnya pasti sangat luar biasa dalam kegiatan ekonomi selama proses Pilkada serentak ini.

Dengan anggaran APBN sebesar Rp 20 Trilun ini memiliki nilai strategis yang bagus bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2018 ini. Artinya memiliki dampak yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Sebab, sangat meyakinkan bahwa anggaran sebesar itu akan merupakan anggaran habis terppakai atau konsumsi kebutuhan penyelenggaraan pesta demokrasi. Seperti mencetak kaos, flyer, spanduk, leaflet, biaya transportasi, komunikasi, hingga ongkos para petugas dilapangan dan sebagainya. 

Apabila angka multiplier effecknya sebesar 3 saja, maka pergerakan dana sebesar rp 20 Trilun itu bisa menapai rp 60 triliun rupiah. Bayangkan bagaimana dana raksasa ini menggerakkan dinamika ekonomi Indonesia. Kita akan menunggu hasil-hasil kajian dan penelitian selanjutnya dari para ahli.

20 trilun rupiah sebuah harga yang sangat mahal bagi sebuah pesta demokrasi di negeri ini, pilkada serentak 2018. Angka yang cukup fantastic dibandingkan dengan dua kali Pilkada Serentak sebelumnya. Tahun 2015, menghabiskan anggaran pemerintah sebesar Rp. 7,09 Trilun dengan 269 Daerah Pemilihan, dan tahun 2017 pemerintah menghabiskan dana sebesar Rp. 5,96 trilun dengan 101 Daerah Pemilihan. 

Memang anggaran tahun 2018 ini jauh lebih besar ketimbang tahun sebelumnya walaupun relatih lebih sedikit jumlah wilayah pemilihannya. Untuk tahun 2018 jumlah dana sebesar 20 trilun rupiah ini dibagi dalam tiga pot saja, yaitu (i) 11,9 trilun rupiah untuk biaya KPU, (ii) 2,9 trilun rupiah untuk biaya Bawaslu, dan (iii) 339,6 milliar rupiah untuk membiayai TNI-Polri.

Angka-angka anggaran ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan pesta demokrasi tidaklah sesederhana dan semurah makan di- "warung padang" saja. Kenapa? karena yang dipertaruhkan adalah masa depan wilayah bahkan bangsa ini lima tahun kedepan. Sehingga semua pihak berharap agara Pilkada Serentak ini betul-betul berkualitas sesuai suara hati rakyat. 

Bila proses pilkada salah maka hasilnya akan salah memilih pimpinan yang terbaik, dan anggaran sebesar 20 trilun akan sia-sia adanya. Bukan saja dana yang terbuang tetapi juga "kehancuran, penderitaan, dan tekanan" selama lima tahun akan dialami oleh rakyat. Akibatnya secara relatih daerah itu akan tertinggal jauh, bukan hanya lima tahun yang hilang tetapi bisa 10 tahun atau lebih karena daerah-daerah lainnya berkembang maju terus.

Bisa diterima dan sangat dimengerti kalau pemeriintahan Jokowi -- Jk menetapkan hari Rabu 27 Juni 2018 sebagai libur nasional agar tujuan murnis Pilkada Serentak 2018 bisa terwujud dengan baik demi Indonesia yang lebih maju dan baik. 

Hanya saja, sangat disayangkan karena penetapan harilibur nasional ini baru dilakukan pada last minute sehingga persiapannya tidak terlalu efektif untuk mendorong para pemilih datang semuanya. 

Semoga saja tingkat partisipasi pemilih kali ini bisa meningkat dengan baik, seperti yang dialami oleh masa Pilkada DKI dan Pilpres saat Jokowi memenangkan pertarungan.

Harapan pada Pilkada Serentak 2018 : Vox Populi, Vox Dei.

Pada saat terjadi ngobrol dengan teman-teman semua ketika ada pertanyaan muncul yaitu apa asesungguhnya yang menjadi harapan Anda ? atau harapan kita ? atau harapan Indonesia ? 

Biasanya ketika obrolan hangat dan tegang semua berusaha meyakinkan bahwa kalai kandidatenya dipilih maka dia akan memperhatikan nasib kami sebagai rakyat miskin, yang lain bilang akan memperhatikan nasib kami sebagai minoritas, dan yang lain lagi bermacam-macam. Semuanya berharap diperhatikan dan menjadi hidup lebih baik.

Harapan yang sangat wajar dan bisa dimengerti, karena memang Indonesia ini sangat majemuk, beragam dalam segala hal. Akan menjadi sangat sulit memilih kalau hanya mementingkan kepentingan sendiri saja. 

Yang benar adalah kepentingan Indonesia secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan kemajemukan yang ada. Walaupun ini sangat tak mudah bagi seorang pemimpin terpilih, tetapi inilah realitas yang ada.

Mari kita memilih kandidat Gubernur, Walikota dan Bupati yang berpihak kepada Indonesaia, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila-UUD 45 yang akan membawa daerah kita menjadi lebih maju daripada lima tahun yang lalu. 

Agar para candidate Gubernur, Walikota dan Bupati memahami dan menyadarai dan menanam dalam lubuk hati dan dalam otak besarnya bahwa pesta demokraasi itu adalah bukan dari-oleh-untuk Pemimpin tetapi dari, oleh dan untuk rakyat, sebab Vox Populi, Vox Dei.

Ayo, mari ke TPS untuk mencoblos !

Yupiter Gulo, 27 Juni 2018

sumber: 1  2 3 4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun