Mohon tunggu...
SatyaMeva Jaya
SatyaMeva Jaya Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, Berbagi, dan Lepas

I Never mess with my dreams "m a Sapiosexual"

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Jika Segala Sesuatu Berkontradiksi untuk Bisa Dipahami, Maka Kontradiksi Berkontradiksi dengan Apa agar Bisa Dipahami?

27 Juli 2021   16:25 Diperbarui: 27 Juli 2021   18:45 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Baqir Shadr dalam buku Falsafatunna memberi pernyataan sekaligus pertanyaan yang bertentangan terhadap pendapat Marx-Engels mengenai rumusan dialektika. Kemudian tokoh revolusioner China Mao Zedong yang memodifikasi rumusan dialektika Marx-Engels kedalam konsep sumbu-sumbu gerakan yang nantinya di suntikan sebagai bentuk perlawanan terhadap imperialis Jepang. Engels pun dalam merumuskan konsep dialektika miliknya bermula atas gagasan dialektika temannya yaitu Marx, begitu juga Marx mendapat rumusan atas kritik terhadap konsep dialektika Hegel yang mana di rumuskan Hegel di abad Clasic berakar dari pemikiran Heraclitus.

Sunggu indah melihat pola kritik mereka pendahulu atas suatu gagasan atau konsep, kritik sekaligus memberi gagasan terbaharukan guna perkembangan sebuah ilmu pengetahuan bahkan berlanjut sampai pasca era skolastisisme Descartes dan gagasan para Filsuf Modern abad 20 seperti David Hume, Feurbach, Mao Zedong, T. Hobbes, John Locke, Kant dan lain sebagainya.

Dialektika pada abad Clasic mendefinisikan dialetika secara etimologi dalam Bahasa Yunani yaitu Dialektikos berarti percakapan (kata benda) yang berasal dari kata Dialegesthai berarti bercakap (kata kerja). Sehingga dialektika ini erat kaitannya dengan arti sebagai sebuah "dialog", dialog adalah salah satu cara berfilsafat yang digunakan oleh Socrates, gagasabn filsafat yang ditulis panjang lebar oleh muridnya yaitu Plato dalam tradisi adat Yunani. 

Pada masanya beberapa gagasan Socrates yang berasal dari buah dialektikanya dianggap Sparta ( Penguasa masa itu) sebagai gagasan yang menyesatkan terhadap kaum muda Athena seperti memberi gagasan mengenai Tuhan yang mulai masuk dalam konsep Monoteisme, walau tuduhan Sparta tersebut tidaklah berdasar, serta kritik-kritiknya lainnya terhadap pemerintahan kekaisaran Sparta saat itu membuatnya di adili dengan vonis hukuman mati, maka selama delapan tahun sebagai murid Socrates, Plato lah yang menuliskan gagasan-gagasan buah dialetika Socrates.

Dialektika dalam hal dialog ini erat kaitannya mempadukan antara pertentangan VS penetapan, kemudian muncul lah asal mula makna kontradiksi yang dikemukakan oleh Heraclitus berdasarkan pertentangan dan penetapan di abad Clasic yang masih bersifat kosmosentris. Menurutnya, segala sesuatu di alam semesta (kosmosentris) pasti memiliki kontradiksi, yang akan memunculkan  perubahan. Artinya, semua harus berkontradiksi untuk terciptanya suatu perubahan. Seperti siang-malam, tinggi-pendek, api-air, panas-dingin, barat-timur dan lain sebagainya bahwa hal itu saling terikat serta berhakikat maka timbul lah suatu perubahan.

Kemudian konsep kontradiksi Heraclitus yang bersifat kosmosentris tersebut mendapat kritikan dari Hegel bersumber dari rumusan Heraclitus yang di modifikasi dalam konsep yang ia sebut Trifial yang artinya bahwa tidak cukup hanya penetapan dan pertentangan, tetapi ada juga pertentangan atas pertentangan. Kerangka alurnya adalah Tesis (Penetapan) - Anti Tesis (Pertentangan/pengingkaran) - Sintesis (Pertentangan atas pertentangan) - "New Tesis" (penetapan baru). 

"New Tesis" ini hanya istilah penulis yang ingin mengatakan bahwa setelah Sintesis (Pertentangan atas Pertentangan) yang memunculkan penetapan terhadap gagasan atau tulisan baru yang kemudian kembali lagi kepada Tesis yang berisi penetapan baru dan terus beralur berulang-ulang, seperti contoh sebagai berikut :

Tesis (Pulau adalah tanah) - Anti Tesis (Pulau bukan tanah akan tetapi air) - Sintesis (Pulau adalah tanah yang dikelilingi air), Artinya berdasarkan perpaduan tesis dan anti tesis sebelumnya, akan memuncukan sintesis.

Adapun Hegel beranggapan bukan hanya berbicara rumusan Trifial seperti diatas, lanjut Hegel menambahkan suatu gagasan proporsi pada suatu hal atau benda, ia berpendapat bahwa berkontradiksi suatu hal yang natural/wajar. Bahwa ada secara internal dalam setiap hal. 

Artinya, dalam melihat suatu sudah pasti ada dialektikanya atau kontradiksinya, jika atau hanya jika berelasi dengan makna negative terhadap hal pertentangannya, sehingga sesuatu hal atau benda sekaligus bisa menjadi bukan hal atau benda itu sendiri. 

Analogi untuk memperkuat paham maksud dari Hegel ini adalah seperti :

Budak adalah bukan Majikan = Majikan hadir secara negative didalam budak sehingga budak dapat dipahami sebagai budak, sejauh relasinya dengan "yang bukan budak" yaitu majikan. Jadi budak menjadi identic dengan dirinya sendiri selama berelasi dengan yang bukan dirinya, dalam hal ini berarti  budak sekaligus bukan budak dan majikan sekaligus bukan majikan.

Kemudian konsep Trifial Hegel mendapat kritik dari Karl Marx yang beranggapan ; jika maksud kontradiksi dari Hegel tersebut merupakan sebuah keharusan serta suatu hal yang wajar atau natural, artinya penindasan yang dilakukan kaum Borjuis terhadap kaum Ploretar itu suatu keharusan serta kewajaran ( hal yang bertentangan dapat di anggap natural ), sehingga Marx mengkritik kalau dialektika Hegel adalah dialektika Borjuis dalam realitas kehidupan sosial.

Dalam buku Manifesto Komunis Marx ia mengatakan Bahwa "Sejarah Umat manusia adalah sejarah pertentangan kelas".  Artinya, kaum penindas VS kaum tertindas bersifat mutlak. Di contohkan, Tuan VS Hamba, Ahli VS Pembantu, Orang merdeka VS Budak dan kaum Partisir VS kaum Plebeyer.

Dengan anggapan Marx ini maka membawa dialektika atau kontradiksi ini pada ide yang harus selaras dengan realitas sosial yang ada, dan kajian yang tadinya bersifat kosmosentris lalu diturunkan Marx kepada  kajian bersifat Antroposentris. Anggapan penulis disini Marx tidak menyatakan secara konkret bagaimana rumusan atau konsep dialektika menurutnya.

Pendapat  dan kritik Marx mengenai dialektika mendapat kritikan pula dari temannya yaitu Engels dengan konsep yaitu :

1. Gerak kuantitas ke kualitas atau sebaliknya , seperti air yang dipanaskan menciptakan uap.

2. Negasi atas Negasi, singkatnya suatu anggapan sangkalan yang di hadapkan pada sangkalan lainnya. Seperti, Atom yang ditemukan Democritus di sangkal oleh JJ. Thompson bahwa selain atom ada juga electron (negative), di sangkal pula oleh Ernest Rutherfoord yang menemuka ada juga Proton (unsur positif), di sangkal lagi oleh Jams Hadwick selain ada unsur positif dan negative atom mengandung unsur Netral yaitu neutron. Ternyata tidak sampai disitu, ada lagi sangkalan dari "fulan" yang berpendapat jika positif (proton) bertemu positif (proton) menghasilkan Kuark tetapi kuark ini tidak pernah diteliti secara langsung.

3. Penetapan dan pengingkaran, seperti Hegel.

Ada yang mengadopsi Konsep Engels ini dalam pergerakan revolusionernya yaitu oleh Mao Zedong, tokoh revolusi China dalam melawan Imperialis Jepang. Singkatnya, pada hal Mao menggerakan rakyat China sebagai kuantitas, lalu ia mengaktualisasikan kuantitas gerakan perlawanan kepada imperialis Jepang. Mungkin seperti membakar buku yang dipicu korek api (tokai) lebih lama dibanding membakar buku yang dimasukan dalam kobaran api besar.

Lalu Mao beranggapan bahwa dialektika tidak hanya faktor internal untuk menciptakan suatu perubahan, namun lebih dalam dialektika dapat ditentukan oleh faktor eksternal untuk terciptanya suatu perubahan. Tetapi, hal ini dapat terjadi untuk hal bersifat materialis seperti air menjadi uap jika dipanaskan.

Air disini materi internal yang jika dipadukan dengan api (materi eksternal), akan menciptakan/berubah  beberapa air menjadi material uap. Kemudian, berpengaruh pada kualitas yaitu akibat panas sebagai suhu, yang menyesuaikan suhu tinggi tertentu pada air saat dipanaskan, hal ini disebut Mao dialektika materialis.

Mao juga menyebut dialektika mekanis yang artinya faktor internal tidak bisa dirubah oleh faktor eksternal yang bersifat hakikat atau esensial. Seperti, pertumbuhan Telur ayam yang di erami dengan suhu hangat dari induknya atau telur ayam di hangatkan melalui suhu panas lampu neon, tidak akan bisa merubah telur ayam itu saat menetas menjadi cicak, capung, belalang dan lain sebagainya. Sebab pada hakikatnya telur tersebut berasal dari ayam yang tidak bisa berubah hakikatnya walau ada padu dari faktor eksternal seperti panas tadi.

Jadi singkatnya perubahan sosial menuju keadilan yang disebut sebagai kehidupan sosialis, akan terjadi yang disebabkan beberapa faktor. Artinya, kehidupan sosial kapitalis yang penuh dengan penindasan itu secara internal akan berubah menjadi kehidupan yang lebih sosialis, entah apapun faktor eksternalnya.

Kemudian jauh dari sebelum itu sebenarnya Aristoteles juga sudah mengatakan bahwa A adalah sekaligus Non A (prinsip identitas), mengartikan bahwa ada suatu hal yang tidak bisa dipahami jika mengikuti konsep dialektika seperti  Hegel diatas. Disini menurut penulis  dapat dipahami bahwa, prinsip identitas dimaksudkan pada sesuatu identitas internal A tidak akan bisa dipahami walau sesuatu hal berpadu pada identitas internal Non A itu sendiri, Jika Hegel mengatakan A akan berubah jika berpadu/berkontradiksi apabila dihadapkan dengan B, maka menghasilkan perubahan C, berdasarkan perpaduan A dan B.

Contoh seperti, manusia sekaligus bukan manusia. 

Manusia secara langsung saya definisikan adalah hewan yang berakal, sedangkan bukan manusia adalah bukan hewan yang berakal. Maka terlihat bahwa suatu hal yang telah terdefinisi tidak akan bisa dipahami dengan hakikat dirinya sendiri, sebab hal tersebut sudah memiliki definisi tersendiri. Jika masih dipaksakan untuk dipahami. maka menjadi manusia adalah berakal sekaligus tidak berakal, sehingga hal ini eror dan tidak bisa dipahami. Sebab bukan manusia sebagai antithesis dari manusia sebagai tesis, tidaklah terdefinitif.

Terakhir dalam buku Falsafatunna  Baqir Shadr dalam mengkritik Engels perihal konsep gerak dan negasi sebagai suatu  dialektika. Yaitu Baqir menyatakan  bahwa gerak ini bukan dialetktika, melainkan suatu perubahan dari potensialitas menjadi aktualitas, seperti kayu yang berubah menjadi meja, maka kayu dan meja bukanlah suatu hal yang kontradiksi atau pertentangan, melainkan suatu gerak dari potensi ke aktualitas. Kemudian negasi atas negasi juga tidak bisa Baqir terima, perubahan air menjadi uap itu adalah gerak yang sirkular yang terus menerus berubah seiring dengan faktor eksternal yang mendorongnya.

Sehingga sampailah hal menarik dari Baqir, berujung pada pernyataan sekaligus sangkalannya yaitu, Jika segala sesuatu berkontradiksi untuk bisa dipahami, lalu kontradiksi itu sendiri, berkontradiksi dengan apa? agar dialektika atau kontradiksi tersebut bisa dipahami. Maka bila ada kontradiksi di luar kontradiksi hal tersebut tidak bisa berlaku dan tidak bisa dipahami secara universal kemudian, sebagai suatu hukum yang mewadahi seluruh realitas yang ada disemesta ini. 

Menurut penulis disinilah terdapat keterbatasan akal manusia mengenai hal berbau transedental, manusia hanya bisa berfilsafat spekulatif mengenai hal ini. Sebab keterbatasan akal tersebut mengartikan bahwa ada sesuatu yang tidak ada batas, kekal dan tidak terbatas oleh ruang waktu yaitu sang Pencipta, Tuhan Allah Swt. Manusia pun masih terbatas terhadap ruang dan waktu, tidak mungkin keterbatasan kita ini ada di ciptakan oleh hal yang memiliki keterbatasan, pasti harusla ada hal yang kekal, tidak terbatas dan maha atas semua ini.

Kesimpulannya, Dialektika ini adalah cara berfikir para filsuf, para ilmuwan, para penemu dan lain sebagainya. Tidak bisa kita pungkiri kalau dialektika ini membawa perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga adanya kecanggihan teknologi sekarang ini pun  adalah buah dari dialektika terdaulu yang selalu berkembang dari zaman ke zaman. Seperti dialektika dalam hal pemenuhan komunikasi dan makin canggih dalam saluran medianya. Yang dahulunya manusia berkomunikasi melalui tulisan di media batu-batu, tulisan di kulit binatang, lalu dikertas, mesin fax, handphone jadul dan sampai handphone secanggih saat ini guna percepatan pencapaian pesan, yang berkembang lagi  kecanggihan dalam hal keamanan privasi penggunanya dan lain-lain. 

Berjasa sekali  Heraklitus terhadap penemuan dialektika ini yang melahirkan berbagai cabang ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi, lalu berandai-andai kata, kalau saja dialektika ini tidak ditemukan, maka Hegel dan Marx  pun di abad modern seperti saat ini tidak akan kita dapati tulisannya sekalimatpun apalagi kita petik buah pemikiran mereka untuk dinikmati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun