Gerakan revolusi ini sudah pasti dikemas dalam sebuah aksi di jalan (demo) yang sudah pastinya tidak berpengaruh tetapi by case, isi tuntutan pastilah menuntut berubahnya sebuah kebijakan. Haruslah aksi demo  disusun guna sebagai langkah akhir setelah melalui rangkaian cara diplomatis pendekatan akademik dan agitasi propaganda telah disandingkan.
Misal saja jika kita berdemo untuk pembatalan suatu Undang-undang, ya ga ngaruh sebab UU hanya bisa dibatalkan dengan Yudicial review, Legislative Review dan dan Executive Review. Artinya pendekatan lebih nyata/esensial lainnya yang bisa merubah adalah pendekatan akdemik, seperti kajian bersama guru besar ekonomi, politik, hukum, dsb untuk memberikan argumentasi ilmiah atau memberikan masukan teori azaz (hukum) mengenai agenda-agenda tuntutan kita sehingga dapat masuk untuk menempuh mekanisme selanjutnya yaitu konstitusi maka pendekatan yang digunakan mahasiswa tidak hanya berdemo, ada pendekatan akademik yang lebih menjamin perubahan.
Tetapi ngeri juga suka ada isu ancaman DO? Bukankah jika kampus itu bijak maka baiknya menjunjung tinggi azaz cogitations poenam nemo patitut ( tidak bisa seseorang dihukum berdasarkan apa yang ia pikirkan) selama sesuai etika akademik dan bisa dipertanggung jawabkan sehingga pendekatan akademik itu ada dan tidak ngawur.
Kedua salah satu seruan Affandy adalah perihal bentuk pemerintahan sementara setelah presiden mundur, ngawur ga nih? Ya, disinilah kontradiksinya perihal revolusi yang saya tulis di atas  adalah jalur yang cenderung inkonstitusional sedangkan untuk mengganti presiden harus dengan cara konstitusional pastinya dengan cara sesuai aturan yang di atur, jika tidak maka perlu di pertanyakan legitimasinya. Perihal pergantian presiden beserta wakilnya yaitu ada tiga cara :
- Pertama dalam konstitusi yang baru dengan pemilihan langung presiden setiap lima tahun sekali, artinya bisa diganti pada tahun 2024.
- Kedua melalui pasal impeachment pasal 7A UU 45 yang garis besarnya dengan clausula-clausula pemakzulan, ini adalah jalur politik dan hukum yang tetap konstitusional. Mekanisme mulai dari DPR (hak angket, interpelasi, menyatakan pendapat,dll), lalu di proses di MK selama 90 hari guna membuktikan presiden sudah tidak lagi memenuhi syarat/melakukan pelanggaran, lalu kembali ke DPR, kemudian DPR mengundang MPR untuk melakukan siding. Artinya ini adalah mekanisme yang lebih ketat proseduralnya dan tajam sekali aroma politisnya sehingga konstelasi politik yang terjadi hari ini mempengaruhi keputusan yang diambil. Tajamnya lagi, parlemen dikuasai oleh koalisi maka lahirlah hasil yang cenderung menguntungkan pemerintah. Kecuali jika pimpinan DPR ada pembelot seperti Pak Harmoko (loyalis Soeharto/ketum golkar) di era Soeharto atau juga seperti pergantian Bung Karno kepada Soeharto, jadi kemungkinan penurunan presiden tetap bisa terjadi. (Mohon Koreksi, jika ini terdapat keliru)
- Presiden sendiri secara sadar yang harus mengundurkan diri. Artinya, jika presiden mengundurkan diri maka diganti dengan Wakilnya Pak Ma'ruf sampai masa jabatannya habis (2024), maka disini juga terlihat ada kontradiksi atau ketidakpahaman perihal seruan pengunduran diri presiden Indonesia yang akan diganti oleh pemerintahan sementara.
Teranalogi seperti ini, lebih mudah menurunkan presiden sebab 270 juta rakyat Vs satu orang yaitu Presiden
Sekarang Agenda tuntutan besar lainnya adalah perihal kesejahteraan sosial dan keadilan sosial, artinya kita butuh satu orang yang bisa membawa 270 juta rakyat Indonesia  sejahtera dan berkeadilan. Siapakah yang kita harapkan sekarang? kalau dari maksud "Akan membentuk pemerintahan sementara", jika boleh bertanya kembali, sistem yang baik atau pemimpin yang baik? Itu lah masalahnya, terkadang kita ada kemauan tapi belum tentu bisa gool dan didapat.
Peluang selalu ada terlebih dengan jalur konstitusional tidak ada yang tidak mungkin, misalkan jika presiden dianggap sudah tidak mampu lagi melaksanakan tugasnya sebagai presiden atau tidak lagi memenuhi syarat seperti tidak sehat jasmani atau rohani maka bisa di turunkan dan misal lagi HMI MPO bisa mengeskalasi gelombang reaksi terhadap revolusi/presiden mundur makin meningkat sehingga DPR tergerak.
Kembali pada pertanyaan, apakah dasar serta bagaimana mekanisme yang di tempuh untuk mengganti presiden lalu mengganti dengan pemerintahan sementara? Maka dari ulasan diatas terlihat bahwa lebih cenderung sensasi saja bukan esensi, Sebab? Nilai dan maknai sendiri yok!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H