Mohon tunggu...
Yunri Matondang
Yunri Matondang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum

Saya Mahasiswa Hukum di Universitas Prima Indonesia dan sekarang sedang mengikuti program MBKM yaitu Pertukaran Mahasiswa Merdeka di Universitas Airlangga.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjaga Kedaulatan Indonesia di Tengah Konflik Sengketa Laut China Selatan

31 Mei 2024   22:08 Diperbarui: 31 Mei 2024   22:55 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keamanan sebuah negara tidak hanya dapat dilihat dari sudut pandang militer sebagai bentuk (dalam Susmoro & Siagian, 2021) bahwa keamanan sendiri merupakan cara suatu negara untuk melindungi dan mempertahankan nilai-nilai luhurnya dari ancaman eksternal. Upaya tersebut guna mengantisipasi ancaman yang menghambat stabilitas negara. Ancaman dari berbagai sektor membuat negara harus beradaptasi dan mengatasi ancamannya guna mempertahankan kedaulatan negara. Ancaman kepada negara yang telah dibedah oleh Buzan ke dalam empat dimensi, antara lain ancaman politik, ancaman ekonomi, ancaman sosial dan ancaman ekologi.

Atas dasar pengaruh perubahan dan perkembangan lingkungan strategis, negara harus turut andil dalam mengembangkan konsep keamanan. Konsep ini yang kemudian berkembang dan mencakup banyak aspek, baik untuk tujuan internal maupun internasional, meliputi kestabilan politik dan demokrasi, mengedepankan keadlian sosial, pembangunan ekonomi dan keselamatan lingkungan yang secara substantif menekan berbagai bentuk kejahatan, kekerasan hingga ketidakstabilan politik. Serta, menjalankan kebijakan keamanan melalui pertahanan untuk kedaulatan rakyat, integritas wilayah dan meningkatkan keamanan kawasan.

Di Indonesia terkait tantangan lingkungan strategis dan bentuk ancaman yang sudah mengincar sebagian wilayah kedaulatan Indonesia. Konflik laut China Selatan sempat diklaim oleh China sebagai wilayah teritorinya, sedangkan di sisi Selatan merupakan bagian dari wilayah laut Kepualuan Natuna milik Indonesia.

Sengketa perbatasan yang terjadi ini akan menimbulkan konflik dan krisis yang berpotensi menjadi ancaman tradisional jika tidak diantisipasi dan dikelola hubungan antar negara secara baik. Indonesia mulai "terseret" dalam sengketa Laut China Selatan sejak 2010, setelah Tiongkok mengklaim Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di wilayah utara Kepulauan Natuna. 

Klaim sepihak Tiongkok terus berlanjut dan memuncak pada 2016 ketika kapal penangkap ikan asal Tiongkok melakukan aktivitas penangkapan ikan ilegal di perairan Natuna. Tindakan asertif Tiongkok tersebut bersinggungan dengan kepentingan nasional Indonesia, sehingga pemerintah Indonesia berupaya untuk mengamankan kepentingan nasionalnya di Natuna meskipun Indonesia bukan merupakan negara yang bersengketa.

Secara  umum,  terdapat  sedikitnya  tiga  hal  yang  membuat  Laut  Cina   Selatan menjadi  wilayah perairan  yang rawan konflik besar. Pertama,  potensi sumber dayaalam yang luar biasa yang terkandung di dalam Laut Cina Selatan, terutama minyak dan   sumber   energi lainnya.   Kedua,   karena   Laut   Cina   Selatan   memiliki   posisi geografis yang strategis  yang   berada   di jalur perlintasan kapal-kapal internasional yang melewati Selat Malaka, yakni jalur penghubung perniagaan dari Eropa ke Asia, dan Amerika ke Asia, serta sebaliknya. Ketiga,   kontradiksi   antara   pertumbuhan ekonomi yang pesat di Asia dan pertumbuhan ekonomi yang menurun di Eropa dan Amerika Serikat, sehingga menjadikan Laut Cina Selatan sebagai wilayah sengketa banyak pihak.

Sengketa Laut China Selatan dimulai sejak China melakukan klaim terhadap 95% wilayah laut sekaligus pulau-pulau kecil di Laut China Selatan menjadi batas teritorinya. Kemudian menjadi semakin genting saat China menggerakkan kemampuan militer dengan membangun 1300 hektar infrastruktur untuk memperkuat pertahanan militer di kawasan Laut China. 

Hal ini didasarkan pada argumentasi China soal perbatasan wilayah yang dilandaskan pada latar belakang sejarah (background history) dan menolak kesepakatan hukum Laut UNCLOS (United Nations Conventions on the Law of the Sea). Perjanjian UNCLOS ada sejak 1982, sejumlah 100 negara telah menyepakati dan kemudian meratifikasi perjanjian batas I wilayah negara berdasarkan garis pantai. Termasuk batas wilayah negara Indonesia dengan Laut China Selatan.

Indonesia telah banyak menggagas sejumlah inisiatif untuk mengelola sengketa di laut china selatan agar tidak terjadi konflik yang lebih meluas. Usaha-usaha diplomatik tersebut tentunya patut diacungi jempol dan dihargai. Meskipun Indonesia bukan bukan negara pengklaim di wilayah sengketa itu, akan tetapi Indonesia memiliki pula kepentingan di perairan tersebut. Selain kepentingan politik yang terkait dengan stabilitas kawasan, Indonesia mempunyai pula kepentingan ekonomi di Laut China Selatan, khususnya pada zona ekonomi eksklusif (ZEE). 

Untuk kepentingan pertama, stabilitas kawasan di Laut China Selatan akan berimplikasi langsung terhadap Indonesia utamanya terhadap wilayah kedaulatan Indonesia di Laut Natuna dan sekitarnya. Untuk menghadapi skenario seperti itu, Indonesia harus pula mempersiapkan kekuatan pertahanannya guna mengantisipasi konflik di Laut China Selatan utamanya di Natuna. Penerapan strategi pertahanan yang bersifat semesta tetap mengacu pada pembangunan. 

Sistem pertahanan negara yang dibangun dalam skala prioritas melalui: peningkatan profesionalisme TNI, penyiapan dan pengembangan kekuatan rakyat, serta pengembangan teknologi pertahanan dalam mendukung ketersediaan Alutsista. Beberapa cara pertahanan yang dilakukan oleh Indonesia guna melindungi negaranya.

Kepentingan nasional Indonesia di Selatan China mencakup Laut pemeliharaan kedaulatan dan keamanan, eksploitasi sumber daya alam, dan pengamanan lalu lintas perdagangan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut luas, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), yang mencakup Laut China Selatan. Konflik di kawasan ini telah mengalami sekuritisasi, terutama dengan klaim sepihak China yang meningkatkan ketegangan dan risiko konflik. 

Dampaknya termasuk biaya keamanan yang meningkat, penurunan kepercayaan antar negara, dan potensi gangguan terhadap jalur pelayaran dan perdagangan. Indonesia menghadapi tantangan keamanan maritim dari klaim China, termasuk isu-isu terorisme, perompakan, illegal fishing dan kriminal transnasional. Strategi pertahanan maritim Indonesia melibatkan transformasi kekuatan maritim, diplomasi regional melalui ASEAN, dan penguatan militer untuk mengatasi tantangan kompleks di kawasan Laut China Selatan.

Secara  umum,  terdapat  sedikitnya  tiga  hal  yang  membuat  Laut  Cina   Selatan menjadi  wilayah perairan  yang rawan konflik besar. Pertama,  potensi sumber daya alam yang luar biasa yang terkandung di dalam Laut Cina Selatan, terutama minyak dan   sumber   energi lainnya.   Kedua,   karena   Laut   Cina   Selatan   memiliki   posisi geografis yang strategis  yang   berada   di jalur perlintasan kapal-kapal internasional yang melewati Selat Malaka, yakni jalur penghubung perniagaan dari Eropa ke Asia, dan   Amerika   ke   Asia,   serta sebaliknya. 

Ketiga, kontradiksi antara pertumbuhan ekonomi yang pesat di Asia dan pertumbuhan ekonomi yang menurun di Eropa dan Amerika Serikat, sehingga menjadikan Laut Cina Selatan sebagai wilayah sengketa banyak pihak aspek pertahanan  dan keamanan   merupakan   aspek   yang  sangat  menentukan   kelangsungan   hidup suatu   negara,   serta   menunjukkan   seberapa   tangguh   suatu   negara   dalam merespons ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan terhadap kedaulatan nasionalnya. 

Dalam konteks  pertahanan dan keamanan Indonesia, TNI memegang peranan yang sangat vita karena berfungsi sebagai alat utama pertahanan negara. Hal yang paling mendasar yang  harus dilakukan oleh  TNI, baik darat, laut, maupun udara adalah memiliki formula baku untuk memperkuat pertahanan di Natuna.

Konflik   Laut   Cina   Selatan   yang   tereskalasi   hari   ini   tidak   lagi menempatkan Indonesia   sebagai  pihak  eksternal  konflik,  tapi   semakin menggiring Indonesia   ke   pusaran   konflik   mengingat   Cina   tidak   lagi   segan   untuk   melakukan pelanggaran kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia di wilayah Natuna Utara yang notabene  merupakan  ZEE   Indonesia.  Oleh  sebab   itu,  Indonesia   perlu   mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga kedaulatan nasionalnya.

Berpijak pada pendekatan liberal dalam Studi Hubungan Internasional untuk menyelesaikan konflik antarnegara, serta teori pertahanan dankeamanan dalam menjaga kelangsungan hidup sebuah negara, ada tiga hal yang dapat ditempuh Indonesia dalam merespons konflik dengan Cina di Perairan Natuna Utara.   Pertama,   mengedepankan   mekanisme   UNCLOS   1982.   Kedua, mengarusutamakan instrumen regional ASEAN sebagai ejawantah politik luar negeri bebas  dan aktif. Ketiga, memperkuat peran  dan   kapasitas   TNI   dalam   menopang pertahanan dan keamanan negara.       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun