Mohon tunggu...
Yunk GAN
Yunk GAN Mohon Tunggu... -

"dalam kehidupan kita sehari-sehari, kita dpt melihat bahwa bukan kebahagiaan yang membuat kita berterima kasih. Namun rasa terima kasihlah yang membuat kita bahagia....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah: Seorang Pelacur yang Membunuh Tuhannya

26 Maret 2010   15:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:10 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelacur itu meringis kesakitan, lalu menoleh ke belakang. Di lihatnya seorang lelaki setengah baya, sedikit beruban, memanggul ikatan rumput, dengan sabit di pinggangnya. Lelaki itu tersenyum. "Kenapa?" tanyanya pelan, sambil meletakkan ikatan rumput, lalu menolong pelacur itu berdiri.

Pelacur itu, setelah terhenyak heran sejenak, merasa kecewa, sedih dan marah, lalu duduk di atas tanah. Kemudian terdengar isak tangis di kesunyian. Lelaki itu membiarkannya menangis. Setelah beberapa lama isak itu semakin pelan, lalu berhenti sama sekali.

"Kenapa?" kembali ia bertanya. Pelacur itu hanya diam. Angin menderu
sedikit lebih kencang. Setelah beberapa lama ia mendesah. "Mengapa
paman selamatkan aku?" protesnya.

"Aku hanya mengikuti kata hati. Bunuh diri itu perbuatan buruk, maka
aku mencegahmu. Tampaknya kau menanggung beban persoalan yang sangat berat hingga kau berbuat nekat. Ceritakanlah, barangkali aku bisa
meringankannya. "

"Tak usahlah paman. Aku sudah berminggu-minggu mencoba menguranginya, tapi itu bahkan menambah bebanku. Lagipula aku tak
ingin membebani paman dengan persoalanku. "

Lelaki itu tersenyum. "Mari duduk. Ceritakan saja, aku tak kan
merasa terbebani." Setelah ragu sejenak, pelacur itu menurut. Ia
duduk di atas batu, sedangkan lelaki itu duduk di depannya, juga di
atas batu. Hening sesaat.

Perempuan itu hanya menundukkan kepalanya. Angin bertambah kencang, kabut itu mulai tersingkap dan permadani itu perlahan-lahan terurai,menyingkapkan dasar ngarai. Rambut pelacur itu berkibar, dan beberapa helai menutupi wajahnya.

Burung di langit itu masih berputar, seperti tak hendak melewatkan
peristiwa ini. Kemudian, sambil menyibakkan rambut yang menutup
wajahnya itu, dia mengangkat kepalanya dan menatap lelaki itu. Lalu
ia mulai menceritakan semuanya, ya, semuanya, dari awal hingga
akhir.

Setelah selesai, pelacur itu menunduk lagi, dan tak terasa matanya
kembali berlinang. "Hmm, jadi itu persoalannya. Jadi kau yakin
Tuhan, walau mungkin akan mengampunimu, Dia tetap akan menghukummu atas dosa-dosamu. Sungguh adil Tuhanmu itu, tetapi Dia juga sungguh keras. Tak memberimu pilihan selain melacur, hmm, Dia
sungguh keras."

Perempuan itu hanya menganggukkan kepalanya. Di atasnya, burung itu
masih berputar, lalu meluncur turun ke pepohonan hutan.Sementara itu
kabut sudah semakin tipis, dan matahari mulai mengirimkan hawa
panasnya. Tetapi angin masih kencang.

"Aku mau bertanya, seandainya ada orang yang membebaskanmu dari
dunia pelacuran, apakah kau masih yakin Tuhan akan menghukummu? "
Sejenak pelacur itu berpikir. "Ya," jawabnya.
"Mengapa?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun