Akuntansi forensik adalah penerapan kedisiplinan akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing  pada  masalah  hukum  dimana melakukan  proses  penyelesaian hukum,  baik  di  dalam  ataupun  di  luar  pengadilan.  Akuntan  Forensik  menyediakan suatu  analisis  akutansi  yang  dapat  digunakan  dalam  perdebatan  di  pengadilan  yang merupakan basis untuk menjadi bahan  diskusi serta resolusi di pengadilan.  Penerapan pendekatan-pendekatan  dan  analisis-analisis  akutansi  dalam  akutansi  forensik  juga dirancang  untuk  menyediakan  analisis  dan  bukti  memadai  atas  suatu  asersi  yang nantinya  dapat  dijadikan  bahan  dengan  tujuan  pengambilan  berbagai  keputusan  di pengadilan  (Hasriyanti,  2019).  Dengan  kata  lain,  akuntansi  forensik  ini  merupakan proses  pengaplikasian  keterampilan  investigasi  dan  analitik  dimana  dapat  bertujuan untuk  memecahkan permasalahan melalui cara-cara yang  sesuai  dengan  standar  yang telah ditetapkan oleh pengadilan atau hukum (Lidyah,2016).
Di lihat dari sistem, akuntansi forensik terbagi menjadi dua tipe, yaitu (Koh et al., 2009):
a. FOSA atau Fraud-Oriented System Audit, merupakan akuntansi forensik yang mengambil alih masalah-masalah kecurangan dalam dua bagian yang akan menjadi kajian, yaitu adanya pengambilan aset secara terpaksa yang berupa skimming (penjarahan), lapping (pencurian), kitting (penggelapan dana), serta kecurangan pada bagian laporan keuangan yang berupa salah saji material dan data keuangannya yang dipalsukan. Â Dengan demikian, untuk mengidentifikasi fraud secara umum dapat menggunakan FOSA.
b. COSA atau Corruption-Oriented System Audit, merupakan akuntansi forensik yang mengambil alih masalah kecurangan dalam titik fokus pada kajian, diantaranya yaitu korupsi. Jadi, COSA dapat digunakan untuk mengidentifikasi kecurangan secara spesifik, seperti korupsi.
Tindakan kecurangan (fraud) yang sering terjadi diberbagai negara akan dapat menimbulkan dampak yang berbeda karena beberapa aksi fraud sangat dipengaruhi oleh kondisi setiap negara dan kondisi hukum yang berlaku. Seperti yang ada di negara-negara maju, dimana penegak hukumnya diberlakukan dengan taat dan sanksi yang berat, sehingga praktek-praktek fraud menjadi berkurang (Umar & Mohamed, 2016).
Kesimpulan
Fenomena skandal kejahatan akuntansi di Indonesia merupakan masalah serius yang membutuhkan perhatian khusus dari berbagai pihak. Praktik-praktik tidak etis ini, seperti manipulasi laporan keuangan, penggelapan dana, dan korupsi, tidak hanya menyebabkan kerugian finansial yang signifikan tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap sektor keuangan dan bisnis. Dampaknya dirasakan oleh berbagai pihak, termasuk karyawan, investor, dan perekonomian nasional secara keseluruhan.
Penyebab utama dari skandal kejahatan akuntansi di Indonesia meliputi lemahnya pengawasan dan regulasi, budaya korupsi yang mengakar, tekanan eksternal dan kepentingan pribadi, kurangnya pendidikan dan pengetahuan akuntansi, serta infrastruktur hukum yang tidak efektif. Kombinasi dari faktor-faktor ini menciptakan lingkungan yang rentan terhadap tindakan ilegal dan manipulatif dalam pelaporan keuangan.
Dampak dari skandal kejahatan akuntansi sangat merugikan. Kerugian finansial yang besar dialami oleh investor, pemegang saham, dan negara, yang mengganggu stabilitas ekonomi. Kepercayaan publik terhadap institusi keuangan dan pasar modal juga tergerus, yang menyebabkan investor menjadi ragu untuk menanamkan modal mereka di perusahaan yang terlibat dalam kecurangan. Selain itu, skandal ini menyebabkan penurunan nilai saham perusahaan yang signifikan, mempengaruhi likuiditas dan stabilitas pasar, serta memberikan dampak sosial dan ekonomi yang luas seperti meningkatnya pengangguran dan penurunan produktivitas.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi. Langkah-langkah yang bisa diambil meliputi: