Mohon tunggu...
YunitaUmar
YunitaUmar Mohon Tunggu... Buruh - Pengangguran

Anak Kampung

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Hak Suara Hilang Karena 17 Maret, Selamat Bergolput Ria Teman

11 April 2019   06:55 Diperbarui: 11 April 2019   07:18 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padang, 10 April 2019.

Menurut pamflet yang beredar di media sosial seperti yang tercantum di atas. Teman-teman yang berdomisili Jambi, Riau dan Bengkulu berduyun-duyun datang ke KPU. Jalan Ampang dan Khatib Sulaiman yang basah karena hujan. Begitu juga teman-teman yang basah kuyup tanpa memakai mantel. Menerjang hujan dengan terus memacu sepeda motornya. 

Satu niat di dalam diri mereka, ingin mengurus formulir A5 untuk pemindahan pemilihan. Sebab, mereka di rantau tidak memungkinkan untuk pulang. Mereka ingin berpartisipasi di dalam pemilu raya 5 tahun sekali ini. Memilih pasangan calon sesuai pilihan hati.

Sudah basah kuyup, berdiri di depan petugas KPU sambil membawa KTP dan KK. Tapi seribu sayang dan maaf. Untuk mahasiswa sudah tutup sejak 17 Maret kemarin. 10 April ini hari terakhir bagi mereka yang sedang berada di lapas, tugas kerja dan sebagainya. Sekali lagi bukan untuk mahasiswa. Teman-teman pulang, mengganti arus perjalanan menuju Gunung Sarik. 

Jawaban petugas KPU di sana sama seperti yang pertama. Teman-teman telah terlambat. Kenapa tidak mengurus dahulu ketika petugas KPU singgah beberapa hari di kampus. Kenapa baru sekarang berduyun-duyun datang.

Salah seorang teman berseloreh dengan salah satu petugas.

"Jadi kami harus golput bang? Kenapa harus ada batasan waktu 17 Maret? Bisa jadi kemarin banyak kendala ataupun lupa untuk mengurus yang di kampus."

"Ini ketetapan dari atasan dek. Kami hanya menjalankan tugas. Silahkan memilih saja di kampung."

Dibalas lagi dengan tekanan suara dan mimik muka kecewa.

"kami harus pulang kampung? Ke Bengkulu dengan 500 rb hanya untuk memilih presiden?"

Begitulah, semangat yang meledup untuk ikut mengeluarkan hak suara diredam karena batasan waktu. Tidak terlepas kemungkinan teman-teman tidak mengurus formulir A5 yang diselenggarakan petugas KPU di berbagai kampus dengan berbagai alasan. Mungkin malas, tidak paham apa itu formulir A5, dan yang terakhir 'kenapa ada batasan waktu'. 

Namun, diujung waktu yang seminggu lagi pesta gempita itu akan berlangsung, kita tidak bisa menafikan bahwa ghirah cinta tanah air bisa jadi muncul begitu besar. Sehingga di hari terakhir ini, mereka datang untuk mengurusnya.

Kenapa bisa sebegitu rumit? Sedangkan di nasional.kompas.com dijelaskan, sampai 10 April pun seorang mahasiswa masih memiliki kesempatan untuk mengurus formulir A5 itu. Petugas KPU itu yang kurang up to date, terlalu taat pada perintah atasan, atau teman-teman yang terlalu ngeyel memaksa mereka untuk membuatkan formulir A5. Entahlah.

Mengutip tabloid mahasiswa, Suara Kampus edisi 147 pada suara utama halaman 4. Di sana tercantum petuah Guru Besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Prof. Dr. H. Duski Samad, M. Ag "Jika ada dari mahasiswa yang tidak mau mengeluarkan hak suaranya pada pemilu serentak nanti, itu adalah mahasiswa level rendah."

Apakah teman-teman yang telah mengayuh semangat menghantam hujan siang tadi adalah mahasiswa level rendah? Batasan waktu untuk kebebasan bersuara pada pemilu raya negeri ini?

Selamat memilih teman-teman yang memiliki hak suara di kampungnya. Bisa pulang kampung di hari H karena jarak kampung yang masih selingkup Sumatera Barat atau di luar itu. Selamat juga untuk teman-teman yang tidak memiliki hak suara, mari menitik cemburu pada kelingking biru yang siap viral 17 April nanti.

Maaf, kepada masing paslon terpaksa kalian kehilangan suara. Sebab teman-teman yang tidak memiliki hak suara. Bisa jadi di penjuru negeri ini juga bernasib sama. Hendak bersuara namun terbatas waktu. Hendak bersuara mungkin ada kendala yang terjadi.

Golput? Tidak selamanya beralasan negatif. Seperti teman-teman yang gagal memiliki hak suara, apakah sampai seminggu ke depan mereka tetap tidak memilikinya? Golput, bukan pilihan mereka. Semangat memilih itu ada. Antusias mengikuti sepak terjang kampanye maupun debat capres tidak sekalipun dilewatkan. Bahkan satu dua postingan di akun media sosial mereka kadang menjuru tentang hiruk pikuk politik kita.

Pengalaman hari ini. Mengamal-ngamal kekecewaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun