Seiring dengan perubahan besar yang terjadi di dunia Muslim, gerakan Islam telah menjadi fenomena sosial dan politik sejak awal abad ke-20. Asal-usul gerakan ini dapat dilacak kembali ke akhir kekhalifahan Ottoman, ketika orang mulai menyadari bahwa ada perlunya perubahan untuk menghadapi kolonialisme Barat dan modernitas.Â
Banyak sarjana Muslim mulai mengkritik stagnasi dalam pemikiran Islam pada awal abad ke-20 dan mengeksplorasi cara-cara untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan nilai-nilai modern.
 Tokoh-tokoh seperti Jamal al-Din al-Afghani dan Muhammad Abduh memainkan peran penting dalam menyebarkan gagasan pembaruan ini, yang mendorong kebangkitan kesadaran Islam di kalangan orang Muslim.
Seiring waktu, gerakan ini semakin terpecah, menghasilkan berbagai aliran dan pendekatan. Misalnya, Hasan al-Banna membentuk Ikhwanul Muslimin di Mesir pada tahun 1928 dengan tujuan memasukkan syariah ke dalam kehidupan sosial dan politik.Â
Selain itu, Abul A'la Maududi mendirikan Jamaat-e-Islami di Pakistan, yang menekankan betapa pentingnya memiliki negara Islam yang berlandaskan Islam. Ketika banyak negara Muslim mengalami transisi politik yang sulit setelah Perang Dingin, gerakan Islam mulai mendapatkan momentum.Â
Akibatnya, Revolusi Iran 1979 adalah peristiwa penting yang menunjukkan kekuatan gerakan Islam sebagai kekuatan politik. Banyak kelompok Islam di negara lain terinspirasi oleh keberhasilan ini, yang menunjukkan bahwa negara Islam dapat didirikan melalui perjuangan politik.
Namun, seiring dengan kemajuan ini, gerakan Islam juga menghadapi banyak tantangan, terutama dalam bentuk transformasi sosial dan globalisasi. Munculnya teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan ide-ide baru, tetapi juga menyebabkan konflik antara modernitas dan tradisi.Â
Gerakan Islam saat ini terus beradaptasi dengan berbagai tantangan yang dihadapi, baik di tingkat lokal maupun internasional.Â
Dalam situasi seperti ini, banyak gerakan Islam berusaha untuk mencapai keseimbangan antara tuntutan mendirikan negara Islam dan kebutuhan untuk berhubungan dengan dunia kontemporer. Beberapa orang tetap berpegang pada keyakinan yang lebih radikal, sementara yang lain memilih jalan politik yang lebih moderat.
Konsep negara Islam adalah gagasan tentang pemerintahan yang didasarkan pada nilai-nilai Islam dengan tujuan membangun masyarakat yang sejalan dengan Al-Qur'an dan Sunnah dan menerapkan syariah dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam gagasan ini, keadilan, kesetaraan, dan tanggung jawab sosial adalah nilai-nilai.
 Negara Islam diharapkan dapat membangun sistem yang adil dan merata di mana hak-hak setiap orang dihormati terlepas dari latar belakang sosial atau ekonomi mereka. Prinsip musyawarah (shura), yang mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, juga menjadi penting.
Dalam hal ekonomi, negara Islam diharapkan melindungi nilai-nilai Islam sambil melindungi kebebasan beragama dan hak asasi manusia. Selain itu, mereka berusaha untuk membangun sistem yang bebas dari riba dan praktik yang merugikan melalui zakat dan sedekah. Namun, penerapan konsep ini sering berbeda tergantung pada situasi sosial dan politik setiap negara, yang menghasilkan berbagai interpretasi dan praktik tentang pembentukan negara Islam.
Ada berbagai cara untuk membangun negara Islam, dari yang moderat hingga yang ekstrem, semuanya berdasarkan interpretasi dan strategi yang berbeda. Pendekatan moderat, yang sering diwakili oleh kelompok-kelompok seperti Ikhwanul Muslimin, menekankan betapa pentingnya untuk berpartisipasi dalam proses politik demokratis.Â
Mereka berfokus pada pembangunan masyarakat yang inklusif dan toleran, dan berusaha menerapkan prinsip Islam secara bertahap melalui reformasi dan dialog.
Pendekatan yang lebih ekstrim dan konservatif, seperti yang digunakan oleh kelompok jihadis, di sisi lain. Mereka percaya pada penggunaan kekerasan sebagai alat untuk mencapai tujuan mendirikan negara Islam. Pendekatan ini cenderung menolak negosiasi dan diskusi, karena berfokus pada pembentukan negara Islam segera melalui revolusi atau pemberontakan.Â
Ada juga pendekatan kombinatif, yang menggabungkan komponen dari kedua spektrum. Misalnya, sejumlah gerakan politik Islam di Asia Tenggara berusaha untuk menyesuaikan aturan syariah dengan keadaan sosial dan politik lokal. Mereka juga mencari cara yang lebih moderat untuk mencapai tujuan mereka sambil mempertahankan nilai-nilai Islam.
Sejumlah variabel internal dan eksternal diperkirakan akan memengaruhi masa depan gerakan Islam dalam era globalisasi. Pertama dan terpenting, transformasi sosial dan teknologi akan terus berperan penting. Dengan semakin mudahnya mendapatkan akses ke informasi, generasi muda Muslim cenderung lebih kritis dan terbuka terhadap berbagai ide, termasuk interpretasi moderat dari Islam.
 Ini mungkin menghasilkan organisasi Islam yang lebih inklusif dan dialogis. Kedua, masalah ekonomi yang dihadapi banyak negara Muslim mungkin membuat gerakan Islam menjadi lebih populer karena solusi berbasis syariah.Â
Masyarakat mungkin lebih cenderung mencari harapan melalui narasi yang menjanjikan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam situasi ketidakpastian ekonomi. Namun, jika ketidakpuasan terus meningkat, ini juga dapat menyebabkan gerakan yang lebih ekstrem.
Ketiga, akan ada peningkatan kompleksitas dalam interaksi antara negara-negara Muslim dan non-Muslim di seluruh dunia. Dalam upaya mendapatkan legitimasi di mata dunia internasional, gerakan Islam mungkin berusaha untuk membangun aliansi dengan kelompok lain yang memiliki visi yang sama tentang keadilan sosial dan hak asasi manusia.Â
Tetapi arah gerakan ini juga akan dipengaruhi oleh konflik geopolitik, seperti ketegangan antara negara-negara Muslim dan Barat serta konflik dalam komunitas Muslim sendiri.Â
Sebagian gerakan mungkin menjadi semakin radikal sebagai tanggapan terhadap tekanan atau pengucilan, sementara gerakan lain mungkin mencoba menemukan jalan tengah dengan menyesuaikan diri dengan situasi global.
Pada akhirnya, prediksi masa depan gerakan Islam akan semakin kompleks, mencerminkan pergeseran sosial, ekonomi, dan politik yang terus-menerus.Â
Untuk tetap relevan, gerakan ini harus dapat mengatasi masalah saat ini sambil mempertahankan nilai-nilai dasar ajaran Islam. Oleh karena itu, partisipasi aktif masyarakat, terutama generasi muda, sangat penting untuk menentukan jalan gerakan Islam di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H