Dimata bangsa kita tidak terdapat istilah kata laki-laki atau perempuan, yang ada hanya warga negara Indonesia yang satu, bulat serta utuh.
Pancasila dengan jelas telah menjamin bila negara Indonesia sangat mendukung adanya kesetaraan di antara laki-laki dan perempuan karena bilamana dalam lingkup yang sederhana seperti itu saja tidak dapat teratasi bagaimana bisa negara ini menjaminkan sebuah kesetaraan dalam lingkup perkara yang lebih luas?
Para pendiri negara kita melalui Pancasila telah menitipkan sebuah harapan agar dimasa mendatang perempuan bisa memiliki kesetaraan untuk memperoleh hak serta kewajiban yang asasi. Suatu hal yang pada masa mereka belum bisa terlaksana secara sepenuhnya. Pancasila tidak semata-mata memperjuangkan harkat dan martabat para perempuan melainkan siapapun yang merasa mengalami ketimpangan dan ketidakaadilan—sekali lagi—tak peduli apapun jenis kelamin dan gender-nya. Permasalahan-permasalahan sederhana namun mengakar kuat dalam budaya serta kehidupan sehari-hari bangsa ini jauh sebelum adanya kemerdekaan Indonesia, yang mungkin belum juga bisa benar-benar dihilangkan secara sepenuhnya.
Selain itu, bila ada beberapa pihak yang mengatakan bila perempuan karir telah menyalahi kodrat sebagai mana perempuan yang seharusnya berada di dalam rumah, dalam pandangan islam perempauan memang dianjurkan untuk berada di rumah namun tidak ada satupun petunjuk maupun ketetapan yang menyatakan bahwa wanita dilarang bekerja diluar rumah khususnya jika pekerjaan tersebut membutuhkan peran dan penanganan wanita.
Menurut hukum Islam, perempuan berhak memiliki harta dan membelanjakan, menggunakan, menyewakan menjual atau menggadaikan atau menyewakan hartanya. Mengenai hak perempuan yang bekerja diluar rumah, harus ditegaskan sebelumnya bahwa Islam memandang wanita karena peran dan tugasnya dalam masyarakat sebagai ibu dan isteri sebagai peran yang mulia.
“Dari Mu‘âdh ibn Sa‘ad diceritakan bahwa budak perempuan Ka‘ab ibn Mâlik sedang menggembala kambingnya di Bukit Sala’, lalu ada seekor kambing yang sekarat. Dia sempat mengetahuinya dan menyembelihnya dengan batu. Perbuatannya itu ditanyakan kepada Rasulullah Saw. Beliau menjawab, “Makan saja!” (H.r. al-Bukhârî)
Meski begitu Islam tidak serta merta melepaskan perempuan untuk terjun bebas dalam dunia kerja, ada beberpa aturan yang pastilah harus ditaati guna tidak menyalahi khodrat yang dimilikinya.
“Maka janganlah sekali-kali kalian melunak-lunakan ucapan sehingga membuat condong orang yang di dalam hatinya terdapat penyakit dan berkata-katalah dengan perkataan yang ma’ruf/baik”.(TQS. Al-Ahzab: 32)
Tetap menutup aurat yang mana merupakan kewajiban selayaknya tercantum dalam An-Nur (24):31
“Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram) dan memelihara kehormatan mereka dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka, kecuali yang zahir daripadanya. Dan hendaklah mereka menutup belahan baju mereka dengan tudung kepala mereka.“
Disarankan untuk menghindari tempat yang mana memungkinkan laki-laki dan perempuan untuk berbaur, ini bertujuan demi kebaikan si perempuan agar terhindar dari fitnah baik yang sudah menikah ataupun yang belum menikah. Mendapatkan izin dari orang tua maupun wali yang mana dapat dipertanggungjawabkan serta pekerjaan yang diambil tidak membuat seorang perempuan itu lalai dalam tugasnya baik sebagai umat beragama ataupun tanggung jawabnya dalam keluarga selayaknya yang tercantum dalam An-Nisa (4) : 34.