Kania mencoba move on setelah kepergian Hardi dari kehidupannya. Mimpi-mimpi yang pernah singgah untuk merajut asa pupus sudah. Hidup harus terus berjalan, menapaki masa lalu yang telah menoreh luka hanya akan menjadikannya sia-sia.
Purwokerto, 1 Januari 2007
Pagi yang tanpa hujan mengantarkan hangat mentari ke kania florist. Seperti biasa Kania menjadi orang pertama yang datang, menarik chain di sisi kanan roller blind, mengeluarkan beberapa stand banner, mengganti tulisan closed menjadi open.
Kania duduk memegang gawai, jemarinya bergerak menggulir ke atas, bibirnya melafalkan  surat Al Waqiah. Ayat Al Quran yang selalu dia baca saat sepertiga malam dan di pagi hari kala akan memulai aktivitas di toko.
Suara gemerincing lonceng menandakan ada seseorang yang masuk, Kania sengaja memasang lonceng-lonceng kecil di atas pintu agar setiap ada orang yang datang bisa terdengar walaupun dia sedang berada di gudang.
Seorang lelaki berbadan tegap dengan tinggi sekitar 170 cm --sepuluh senti lebih tinggi dari Kania---masuk ke kania florist.
Setelah memberi salam, kemudian memesan bouqet bunga untuk Ibunya yang berulang tahun. Dia menuliskan ucapan pada kertas yang Kania sodorkan dan memberikannya kembali setelah serangkaian kalimat tertulis di sana.
"Tanpa nama??" kania bertanya pada lelaki itu.
Sang pria mengangguk sambil tersenyum. Senyum yang tiba-tiba menggetarkan hati.
Astaghfirulloh.. semoga setan sedang tidak menggoda untuk mencuri-curi pandang. Doa Kania dalam hati.
Setelah pertemuan pertama, banyak pertemuan terjadi berulangkali di kania florist. Lelaki itu selalu datang memesan bouqet bunga untuk berbagai acara. Hari inipun dia datang untuk memesan karangan bunga dari kantornya.
Pertemuan demi pertemuan tanpa banyak cerita. Yang dia tahu tempat kerja pria itu dekat dengan kania florist.
Tak Kenalpun Bisa Jadi Sayang
Peribahasa tak kenal maka tak sayang saat ini sedang tidak berlaku bagi Kania. Justru yang dia harapkan mendapat suami tanpa proses pacaran saja. Pacaran hanya menghabiskan waktu, kadang memberi ketidakpastian dan hanya memupuk dosa saja.
Sekarang begitu prinsip Kania, ternyata tetap ada hikmah yang bisa diambil dari perpisahannya dengan Hardi. Berharap menjadi perempuan yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.
Jam 2 sore itu Kania mendapat telefon dari Bapak yang mengabarkan jika nanti dia harus pulang lebih cepat dari biasanya karena setelah magrib akan ada tamu yang berkunjung ke rumah. Jam  tiga sore Kania pulang dan menitipkan toko ke Mba Sundari.
Sedari Bapak menelefon tadi, Kania terus bertanya-tanya siapakah tamu yang akan datang berkunjung. Tak biasanya Bapak menyuruh Kania pulang lebih cepat. Apakah Bu de Rima? Tetapi biasanya Bu de Rima kakak dari Bapak ataupun Rere saudara sepupunya, anak dari Bu de Rima berkabar pada Kania kalau mau berkunjung.
Kania menyiapkan segala sesuatu, minuman, makanan yang dia beli sepulang dari toko, merapikan rumah dan halaman. Bapak juga berpesan agar Kania menyiapkan oleh-oleh untuk dibawa pulang tamunya nanti.  Saat Kania menanyakan kepada Bapak siapa yang akan berkunjung, Bapak  hanya menjawab sahabat lamanya beserta keluarga.Â
Persis sebelum magrib, Bu de Rima, Pak de Joko dan Rere datang. Rere menarik tangan Kania menjauh dari ruang tamu.
"Cie..cie yang mau di khitbah."
Belum sempat menanyakan maksud ucapan Rere, adzan magrib berkumandang. Kania menjalankan ibadah berjamaah bersama Bapak dan Pak de sekeluarga.
Jam di ruang tengah menunjukkan setengah tujuh malam saat tamu yang ditunggu Bapak datang. Bapak, Pak de Joko dan Bu de Rima menemui keluarga sahabat Bapak. Kania dan Rere menyiapkan minum sambil berbincang. Kania menanyakan ucapan Rere tadi saat dia baru datang tetapi dia tidak mendapatkan jawaban apapun hanya senyum yang penuh arti.
Selesai Kania menyajikan minuman dan makanan untuk tamu, bapak meminta Kania duduk. Kemudian Bapak memperkenalkan Kania kepada keluarga sahabatnya. Kania tidak menyangka jika anak dari sahabat Bapak adalah lelaki yang sudah tak asing lagi baginya.
Pak Dewa sahabat bapak mengutarakan maksud dan tujuan datang menemui Bapak. Selain bersilaturahmi Pak Dewa bermaksud melamar Kania untuk anaknya, Tara.
Antara kaget juga bahagia, rasanya masih belum percaya jika Tuhan menghadiahkan seorang calon suami yang berulangkali bertemu dengannya di kania florist, yang diam-diam telah menumbuhkan benih-benih cinta terpendam. Baginya tidak ada sesuatu yang kebetulan, ini adalah jalan yang sudah digariskan Tuhan. Tentu saja Kania tidak bisa menolak.
Kemudian keluarga Tara menyerahkan hantaran yang dibawa sebagai bukti keseriusan meminang calon mempelai perempuan. Kini Kania telah menjadi makhtubah atau perempuan yang telah dilamar. Dua bulan ke depan, Kania akan menjadi Nyonya Tara, begitulah kesepakatan keluarga.
Purwokerto, 11 Januari 2007
Setelah pertemuan di rumah Kania beberapa waktu lalu, Tara masih kerap datang ke kania florist memesan bouqet bunga dan tentu saja membawa hadiah-hadiah kecil untuk Kania. Mereka masih tetap menjaga jarak. Karena mereka percaya mengenal lebih jauh setelah menikah lebih berkesan dan indah.
Siang itu Tara tidak datang sendiri ke kania florist, sebelumnya dia sudah berkirim pesan pada Kania akan datang ditemani saudara sepupunya yang baru pulang dari Malang.Â
"Kania, kenalkan ini sepupuku."
Kejutan kali ini benar-benar membuat Kania tidak bisa berkata-kata. Lelaki yang ada dihadapannya, yang Tara kenalkan kepada Kania adalah orang yang pernah singgah di hati namun kemudian pergi dengan meninggalkan kenangan buruk dan sebentar lagi dia akan menjadi saudara Kania.
Kania hanya bisa berdoa, agar dimudahkan menghadapi ini semua.
Di rumah saja, 08022021
-yunita-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H