Berbicara mengenai Islam di negara China memang merupakan hal yang menarik karena seperti yang kita ketahui bersama, bahwa China merupakan negara dengan pemeluk agama Islam yang minoritas.Â
Gambaran Singkat Masuknya Islam di China
Islam pertama kali masuk ke China pada masa Dinasti Tang (618-905 M), yang dibawa oleh salah seorang panglima muslim, Sa'ad bin Abi Waqqash r.a, di masa Khalifah Utsman bin Affan r.a, yang ditandai dengan semakin meningkatnya pedagang Arab dan Persia yang singgah di pelabuhan-pelabuhan China.
Sumber lain juga menyebutkan bahwa selama kurun waktu 147 tahun (651 M-798 M), negara Arab telah mengirim utusannya lebih dari 37 kali ke China. Hal itu membuktikan bahwa masyarakat China telah mengenal atau setidaknya mereka telah melakukan interaksi dengan orang-orang Islam sejak abad ke-7 M.
Para pakar sejarah menyebutkan, setidakya terdapat 3 teori masuknya Islam di daratan China, yaitu: (1) teori pertama, Islam masuk ke China dibawa oleh para sahabat yang diutus langsung oleh Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan misi dakwah Islam, (2) teori kedua, menjelaskan bahwa penyebaran Islam di China dilakukan melalui perkawinan, (3) teori ketiga, melalui jalur perdagangan lada.
Ketiga teori tentang masuknya Islam ke China menunjukkan bahwa tidak ada peperangan/kekerasan yang terjadi selama proses Islamisasi di negeri tersebut.
Selain itu, bukti sejarah ini juga menunjukkan penyebaran Islam di China dilakukan secara halus dan damai, bukan dengan cara peperangan layaknya penyebaran Islam di wilayah Timur Tengah, Afrika, dan sebagian Eropa pada masa itu.
Tahapan masukknya Islam di China juga terbagi menjadi 3 tahap, yaitu mulai dari gelombang pertama pada abad ke 8-14 M, gelombang kedua sufi pada abad ke 17-18 M, dan gelombang ketiga pada abad ke 19 (saat ini).
Sedangkan periodesasi perkembangan Islam di China sendiri memang mengalami pasang surut dari masa ke masa, mulai dari masa Dinasti Tang (618-709 M), masa Dinasti Sung (960-1279 M), masa Dinasti Yuan (1279-1368 M), masa Dinasti Ming (1368-1644 M), masa Dinasti Manchu/Qing (1644-1912 M), sampai pada masa Republik China (1912 M-sekarang).
Kehidupan Sosial Umat Islam di China
Secara garis besar, umat Islam di China dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok kebangsaan utama, yaitu: Turki yang terdiri dari orang-orang Uyghur, Kirghiz, Kazakh, Uzbek, dan orang-orang muslim percampuran antara bangsa Salar dan Hicu.
Pada dasarnya masyarakat muslim China cenderung hidup komunal yang terpisah dari penduduk yang memiliki kepercayaan yang berbeda, baik itu ketika mereka tinggal di kota maupun di desa. Meski demikian, mereka selalu berusaha untuk menjaga sikap agar terhindar dari sifat pamer atau melakukan konfrontasi yang sekiranya dapat menyinggung perasaan penganut agama lain.
Kehidupan sehari-hari mereka sepenuhnya menganut kebiasaan dan tata cara kehidupan masyarakat setempat seperti halnya rambut panjang yang dikuncir khas ala masyarakat China. Tradisi ini sudah ada sejak zaman Dinasti Manchu dan mereka masih menggunakan sebagian besar kebiasaaan tersebut hingga masa kini.
Apabila melihat kehidupan sosial masyarakat Islam di China, terlihat jelas bahwa mereka dapat membaur dengan budaya masyarakat setempat. Mereka tetap menjunjung tinggi adat istiadat yang ada, disamping mereka tetap berusaha menjalankan perintah agama.
Akulturasi budaya semacam ini hanya dapat kita temukan di daerah-daerah yang menerima Islam melalui cara damai.
Tidak seperti penyebaran Islam di kawasan Timur Tengah yang menggantikan budaya setempat (pribumi) dengan budaya Arab, Islam di China lebih luwes dan mampu menyesuaikan diri dengan situasi rezim pada masanya.
Alasan inilah yang sekiranya membuat Islam tetap eksis hingga saat ini di negeri yang berpaham komunis (China yang sekarang) meski dengan jumlah yang minoritas.
Perkembangan Pendidikan Islam di China
Sistem pendidikan muslim di Negeri tirai bambu pada umumnya sama dengan pendidikan di wilayah muslim lainya. Pada mulanya pendidikan agama berkonsentrasi pada masjid-masjid dengan menggunakan sistem halaqah.
Sistem ini merupakan sistem pendidikan yang dikembangkan oleh masyarakat muslim China selama periode kekuasaan Dinasti Ming dan Hui, yang menjadikan masjid-masjid sebagai pusatnya. Dan menjadikan bahasa Arab serta Persia sebagai bagian dari kurikulum utama dalam sistem pendidikannya.
Pada perkembangan selanjutnya, sistem pendidikan yang sederhana secara perlahan tapi pasti mulai menuju perguruan tinggi yang bersifat lebih modern. Daerah yang menjadi basis penduduk muslim juga menjadi tempat dimana banyak perguruan tinggi Islam lahir.
Begitu juga dengan sekolah lanjutan seperti Now West College yang berdiri di Peking, Ming the Secondary School yang ada di Provinsi Yunnan, Mu Sing Secondary Scool di Chinghai, Kun Loon Middle School di Chinghai, dan Cheng Ta Islamic Normal School di Tsianan dan Peking, serta Kang Chow yang terletak di Provinsi Kansu.
Meski sejatinya sekolah-sekolah tersebut diperuntuhkan bagi umat Islam, namun untuk pelajaran matematika, fisika, hitorgeografi, dan beberapa ilmu terapan lainya yang bersifat umum tetap diajarkan oleh guru-guru yang berkompeten di bidangnya tanpa mempermasalahkan latar belakang keagamaan mereka.
Pesatnya perkembangan pendidikan Islam yang di rintis oleh tokoh-tokoh muslim China berdampak pada banyaknya karya tulis atau kolom tulisan yang menampung karya tulis tentang pemikiran Islam.
Tulisan yang dimuat dalam jurnal-jurnal tersebut tidak hanya menambah khazanah keilmuan, lebih dari itu, karya-karya tersebut bahkan mampu memengaruhi arah gerak pemikiran masyarakat muslim China.
Karya tulis yang dimaksud contohnya seperti, Islamic Journal yang terbit di Yunnan pada tahun 1911, Islamic Literature (Kesusteraan Islam) terbit di Peking, dll.
Perkembangan pendidikan Islam di China juga telah melahirkan banyak cendekiawan, lembaga-lembaga pendidikan, dan pemikiran orisinil yang tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat muslim China, namun juga bagi perkembangan budaya China secara keseluruhan.
Sistem pendidikan yang diterapkan umat Islam di China telah menunjukkan adanya sebuah langkah progresif dari waktu ke waktu.
Hal ini terlihat jelas ketika perkembangan awal, pendidikan Islam di China masih memanfaatkan masjid sebagai tempat utama untuk saling tukar pengetahuan (atau yang sering disebut halaqah). Kemudian mereka mampu meningkatkan model sistem pendidikan yang lebih modern yaitu model sistem pendidikan perguruan tinggi yang mengikuti perkembangan zaman modern pada masa itu.
Jadi, dari pembahasan ini dapat diketahui bahwa dalam sektor pendidikan, umat Islam di China telah berhasil membuktikan eksistensi dan kemajuannya walaupun dengan jumlah minoritas. Mereka tidak hanya berjuang menegakkan agama Islam, namun juga berjuang untuk masa depan China yang lebih gemilang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H