Piring-piring berjatuhan,
Menimbulkan gemuruh kesiangan,
Air mengalir dan menepi di bebatuan,
Para istri membasuh muka di pemandian.
Dua warna kain melambai layaknya ilalang,
Menyiapkan semangat yang menjulang,
Tapi rindu tidak terbang dan melanglang,
Para suami masih tertidur dan membayang.
Muda-mudi kemudian berlari menekuni hari,
Tapi bulan sudah menutup seluruh asa,
Tanpa matahari,
Tanpa seluruh rasa.
Kami membual untuk negeri,
Mencuitkan sedikit kritik basi,
Cuitan-cuitan tak berekspresi,
Kemudian menutup koneksi.
Suatu ketika Agustus menyapa di kemudian hari,
Tapi raga tak ingin berganti,
Kritik basinya menjadi obsesi,
Kemudian mati tertembak tombak besi.
Kemerdekaan bukan sekadar mengucap selamat atas pembalasan dendam,
Atau untuk yang pernah terjajah orang-orang jahanam,
Tapi untuk yang juangnya tidak pernah padam,
Ialah para penggemar malam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H