Mohon tunggu...
Yunita Amelia Rahma
Yunita Amelia Rahma Mohon Tunggu... Freelancer - Bukan siapa-siapa.

Bulan tidak pernah tidak bertemu Matahari.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Yang Juangnya Tidak Pernah Padam

6 Agustus 2019   14:51 Diperbarui: 6 Agustus 2019   15:04 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Piring-piring berjatuhan,

Menimbulkan gemuruh kesiangan,

Air mengalir dan menepi di bebatuan,

Para istri membasuh muka di pemandian.

Dua warna kain melambai layaknya ilalang,

Menyiapkan semangat yang menjulang,

Tapi rindu tidak terbang dan melanglang,

Para suami masih tertidur dan membayang.

Muda-mudi kemudian berlari menekuni hari,

Tapi bulan sudah menutup seluruh asa,

Tanpa matahari,

Tanpa seluruh rasa.

Kami membual untuk negeri,

Mencuitkan sedikit kritik basi,

Cuitan-cuitan tak berekspresi,

Kemudian menutup koneksi.

Suatu ketika Agustus menyapa di kemudian hari,

Tapi raga tak ingin berganti,

Kritik basinya menjadi obsesi,

Kemudian mati tertembak tombak besi.

Kemerdekaan bukan sekadar mengucap selamat atas pembalasan dendam,

Atau untuk yang pernah terjajah orang-orang jahanam,

Tapi untuk yang juangnya tidak pernah padam,

Ialah para penggemar malam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun