Mohon tunggu...
Yunis Eka Putra
Yunis Eka Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN, PROGRAM STUDI STRATA-3 TEKNOLOGI PENDIDIKAN 2024

Saya adalah mahasiswa pasca sarjana s3 Universitas Negeri Surabaya, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN, PROGRAM STUDI STRATA-3 TEKNOLOGI PENDIDIKAN 2024, KELAS C

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Problematika Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN)

19 Desember 2024   16:12 Diperbarui: 19 Desember 2024   16:12 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Sekolah Indonesia Jeddah (Dok Pribadi)

Sangat penting bagi pemerintah untuk mengembangkan program pendampingan khusus yang menyerupai Sekolah Penggerak, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan SILN. Pendampingan ini dapat mencakup pelatihan intensif bagi guru SILN, kunjungan lapangan oleh fasilitator, serta pengembangan komunitas belajar daring untuk berbagi praktik baik yang bisa diadopsi di SILN. Pendampingan yang lebih terstruktur dan fokus pada tantangan spesifik SILN diharapkan implementasi Kurikulum Merdeka dapat berjalan lebih efektif dan memberikan manfaat optimal bagi siswa WNI di luar negeri.

Keterbatasan jumlah guru yang ditugaskan langsung oleh Kementerian Pendidikan juga menjadi masalah signifikan dalam implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN). Guru yang dikirim oleh kementerian untuk mengajar di luar negeri umumnya terbatas jumlahnya, dan sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sekolah, baik dari segi jumlah mata pelajaran yang harus diajarkan serta kompetensi yang diperlukan. Keterbatasan jumlah guru yang ditugaskan ini juga berpengaruh pada kualitas pembelajaran, karena sekolah harus mengandalkan guru-guru lokal yang sering kali tidak memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan kompetensi dan mata pelajaran yang seharusnya. tidak jarang ditemui guru di SILN yang bukan berasal dari latar belakang pendidikan guru atau tidak memiliki kualifikasi akademik yang memadai untuk mengajar kelas atau mata pelajaran tertentu. Hal ini tentu tidak sesuai dengan prinsip Kurikulum Merdeka yang menekankan pentingnya kompetensi guru dalam memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa. Guru di SILN yang tidak memiliki latar belakang pendidikan guru atau yang ditugaskan di luar bidang keahliannya cenderung kesulitan dalam menerapkan prinsip prinsip dan filosofi dari kurikulum merdeka. Tanpa pengetahuan yang mendalam mengenai pedagogi yang efektif, guru akan kesulitan merancang pembelajaran yang mampu melibatkan siswa secara aktif dan memberikan pengalaman belajar yang bermakna. Secara keseluruhan, keterbatasan guru yang sesuai dengan kompetensi dan mata pelajaran, ditambah dengan kurangnya pendampingan dan pengawasan yang efektif, merupakan hambatan signifikan dalam implementasi Kurikulum Merdeka di SILN. Untuk mengatasi hal ini, perlu ada peningkatan jumlah dan kualitas guru yang dikirim oleh Kementerian Pendidikan, atau penguatan pelatihan dan pendampingan yang sesuai untuk guru guru lokal yang memiliki kompetensi terbatas baik secara pedagogik maupun profesional.

Keterbatasan sarana dan prasarana di Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN) juga menjadi tantangan besar dalam implementasi Kurikulum Merdeka. Salah satu kendala utama yang dihadapi adalah terbatasnya akses terhadap buku sumber dan media pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum merdeka. Selama ini buku buku sumber pembelajaran maupun rujukan lebih banyak mengandalkan buku buku elektronik yang cukup terbatas. Bandingkan dengan di Indonesia yang memiliki lebih banyak pilihan buku di toko toko buku. tanpa akses ke buku dan bahan ajar yang relevan, guru kesulitan untuk mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan prinsip kurikulum merdeka terutama yang berbasis pada pengembangan kompetensi dan keterampilan siswa.
Untuk mengatasi keterbatasan buku sumber atau media pembelajaran yang spesifik dalam konteks SILN, salah satu solusinya adalah dengan pemberdayaan untuk menciptakan materi pembelajaran mereka sendiri, baik dalam bentuk modul atau bahan ajar sendiri, yang sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dalam Kurikulum Merdeka. Untuk bisa menciptakan bahan ajar sendiri tersebut tentu perlu dukungan dalam bentuk pelatihan dan pendampingan sehingga guru memiliki kompetensi yang diperlukan. Pendekatan ini tidak hanya akan mengurangi ketergantungan pada buku teks, tetapi juga meningkatkan keterlibatan guru dalam proses pengembangan kurikulum yang lebih kreatif dan inovatif.

Secara keseluruhan, implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN) menghadapi sejumlah tantangan yang perlu segera diatasi untuk memastikan kualitas pendidikan yang optimal bagi siswa. Keterbatasan jumlah dan kompetensi guru, kurangnya pendampingan yang memadai, serta keterbatasan sarana dan prasarana seperti buku sumber dan media pembelajaran yang sesuai, menjadi hambatan utama dalam penerapan kurikulum tersebut. Namun, dengan solusi yang tepat, seperti digitalisasi sumber belajar, pemanfaatan open educational resources (OER), serta peningkatan pelatihan bagi guru, tantangan-tantangan tersebut dapat diminimalkan. Dukungan pemerintah melalui kebijakan yang lebih adaptif terhadap kebutuhan SILN, serta penguatan program pengembangan profesional bagi tenaga pengajar di luar negeri, akan sangat berperan dalam menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik dan mendukung tujuan dari Kurikulum Merdeka. Dengan upaya bersama dan komitmen yang kuat, diharapkan pendidikan di SILN dapat terus berkembang, memberikan kesempatan yang setara bagi semua siswa, dan berkontribusi pada kemajuan pendidikan nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun