Mohon tunggu...
Unique Susetyo
Unique Susetyo Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu rumah tangga, pemerhati semesta

Ibu rumah tangga yang menulis.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Dialog dalam Hati

18 Mei 2020   00:34 Diperbarui: 21 Mei 2020   00:41 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berikut ini salah satu kreativitas di masa pandemi. Ditulis pada pertengahan Mei 2020. Sekitar dua bulan sejak gerakan 'di rumah saja' dilaksanakan.

Cerita ini hanya rekaan belaka. Kesamaan cerita, karakter, dan latar adalah sebuah usaha penulis mengungkapkan pendapat dengan sudut pandangnya secara pribadi. Harapannya bisa direspon yang bersangkutan dengan bijak.

Keterangan:
S: Saya
B: Bapak

S: Halo, Pak. Selamat siang, gimana kabarnya? Lama tidak bertemu.
B: Siang, Bu. Kabar baik. Ada apa, Bu?

S: Sehat, Pak? Lama tidak mendengar suaranya. Lama tidak terlihat wajahnya.
B: Sehat, Bu. Terima kasih sudah bertanya.

S: Pak. Karena Bapak belum bertanya, saya yang duluan bertanya ya.

Bapak tahu bagaimana kabar suami saya? Apakah Bapak tidak tertarik untuk bertanya? Setidaknya supaya Bapak bisa mendoakannya.

Bapak tahu bagaimana kabar saudara kita yang tinggal di ujung selatan, yang kalau ibadah selalu datang paling awal? Itu masih terhitung anggota loh, Pak. Sudah bergabung dan mengikuti kesepakatan tertulis organisasi yang dibuat jemaat jauh sebelum Bapak masuk rumah kami. Keluarga yang saya maksud ini memang tidak begitu paham teknologi. Mereka  orangnya 'nerimo'. Tapi keluguan mereka tetap perlu diapresiasi, Pak. Sama-sama jarak yang jauh dalam mengantar warta umat, antara ke arah ujung timur dan selatan, keluarga yang sederhana ini tolong dilayani juga ya, Pak. Whatever it takes, kata slogan di film-film itu, Pak. Bisa loh berbagi tugas dengan utusan yang selama ini membantu berkeliling mengerjakan tugas dari Bapak.

Oiya, Pak. Apakah Bapak tidak tertarik untuk berbagi berkat dengan lingkungan? Itu lingkungan tempat tinggal Bapak loh. Kan bisa sekalian pendekatan ke masyarakat, apalagi bagi pendatang. Bapak masih pendatang, kan? Atau sudah berganti KTP setempat? Sudah lebih setahun bersama kami, kan? Puji Tuhan bila Bapak memutuskan pindah KTP sini. Artinya Bapak memang berniat membumi di sini. Saya saja belum pindah KTP tapi sudah ikut pertemuan rutin PKK loh, Pak. Bapak dan ibu apa tidak rindu merakyat bersama tetangga, berkenalan dengan ketua RT, mengikuti kegiatan sosial masyarakat, menyapa tetangga, dan keramahan sederhana lain yang sebenarnya mudah dilakukan. Kan, Bapak sendiri yang pernah sampaikan bahwa kita seharusnya lebih banyak 'menyentuh' masyarakat dan bukan malah memperbanyak rutinitas dan konser yang dibatasi dinding bangunan.

Kembali ke berbagi berkat ya, Pak. Anggaran bakti sosial kan bisa diatur, Pak. Kemarin Paskah kan batal dilaksanakan. Aneh juga misal nanti September sudah longgar PSBB terus kita tetap rayakan Paskah. Pasti ada yang bisa diajak bekerjasama untuk bikin bakti sosial? Atau Bapak mau kerjakan sendiri dalam operasi senyap bersama utusan pribadi dan para sukarelawan yang setia itu?
Komunikasikan kepada umat dulu ya, Pak. Uang yang akan dipakai kan uang milik umat. Bukan uang segelintir orang saja. Perancang masih ada loh, Pak. Masih bisa diajak komunikasi. Kan di tempat tinggal Bapak ada fasilitasnya. Bapak juga punya dan paham teknologinya. Jadi tetap bisa 'physical' dan 'social distancing'. Tidak perlu orang berbondong-bondong ke satu titik hanya untuk rapat. Nyatanya Bapak kemarin bisa melaksanakan sidang jarak jauh dan webinar.

Karena Bapak sudah lama tidak ngobrol dengan kami, saya yang curhat saja ya. Begini, Pak. Saya ternyata merasa lebih damai beribadah dan bersekutu di rumah sendiri. Walaupun jauh di sana ada gedung yang cukup megah sejuk ber-AC. Tapi sekarang jarak bukan lagi penghalang untuk bisa beribadah. Ibadah dalam kekhidmatan, ketenangan, kedamaian, bersama keluarga, adalah sebuah kemewahan yang patut disyukuri di masa pandemi ini. Tanpa alat musik, itu bukan masalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun