Baca tulisan tentang berobat di Penangnya Ary Amhir aku jadi pengen sharing juga nii. Kejadian setahun lalu yang hampir membuat jantungku copot *lebay ga sii?*.
Soal berobat di Penang, sebenarnya bukan baru sekali, aku-Bapak dan Mama sudah pernah merasakan operasi di sana.
Yang terakhir, semoga bener-bener yang terakhir, kasian kalau kedua orang tua diumurnya yang sekarang harus operasi-operasi lagi.
Masih teringat di bulan Januari saat aku, Mama dan adik di Jakarta mau pergi berenang lalu tiba-tiba Mama berkata kalau debaran jantungnya keras. Apa?????? Aku pun panik, segala pertanyaan terlontar ke beliau. Lalu kami membawanya ke kenalan dokter jantung, praktek sendiri yang cukup terkenal dan sudah seperti keluarga. Setelah diperiksa beliau mendiagnosis memang ada masalah di jantung. Surat pengantar untuk tes segala macam di RS jantung terkenal di Jakarta pun diberikan. Akupun minta izin kantor untuk melakukan pendaftaran di pagi hari.
Saat aku mendaftar di pagi hari, untuk hari tersebut sudah penuh, ada untuk beberapa hari ke depan. Sang petugas pendaftaran menyarankan untuk pergi ke bagian executive. Okelah, walau lebih mahal, anything for Mom. Eh ternyata oh ternyata, pemeriksaan tetap di bagian yang biasa tapi saat itu dokter pendamping sedang tidak ada. Oke, akupun cukup panik, piye toh, orang sakit aja dioper sana sini. Mungkin terlalu banyak orang sakit jantung sehingga antrian pun cukup panjang. Akupun menghubungi RS daerah yang dekat rumah, ternyata disana ada alat yang sama seperti RS terkenal tersebut.
Tanpa aku antar, Mama ditemani Bapak ke RS tersebut untuk tes dan hasilnya ada penebalan di jantung. Kata sang dokter RS tersebut, ini hal biasa untuk orang berumur. Setelah dicek kembali oleh dokter kenalan kami, diapun memberi obat racikan dsb. Selama pengobatan, Mama tetap merasa sakit punggungnya yang luar biasa. Aku teringat, (alm) Om yang punya penyakit jantung mengalami hal yang sama >20tahun.
Sebulan setelah diagnosa, sesuai dengan rencana yang sudah dibikin berbulan-bulan sebelumnya, tibalah saat berlibur ke Penang. Maklum, korban Air Asia, selalu beli tiket murah dan kedua orang tua senang ke Penang yang kotanya tenang dan mereka bisa makan makanan Indihe sepuasnya.
Karena beberapa bulan sebelumnya Mama operasi kista disana, jadi saat datang di bulan Februari itu ya kita konsultasi ke dokter kandungan sekaligus bertanya-tanya tentang sakit jantung Mama dan dokter yang direferensikan. Saat itu aku dan adik benar-benar iseng nanya tentang jantung. Kita cukup percaya dengan pengobatan di Jakarta.
Keesokan harinya kita bertemu dokter jantung yang cukup muda, terkesan galak, dan ngomongnya juga cepat. Segala tes dilakukan oleh Mama. Saat hasil akhir, aku gak ikut masuk ke dalam, asyik ngobrol sama Bapak dan Tante. Ehhhh,begitu keluar Mama nangis dan adik yang tampangnya kusut. Hasil diagnosa, ada penyempitan dan keesokan hari harus di kateter untuk mengetahui apakah perlu dipasang ring atau tidak. Ya Allah rasanya dunia mau runtuh ngebayangin sakit Mama dan biaya yang harus dikeluarkan. Tapi apapun juga, Mama harus sehat berapapun biayanya.
Keesokan harinya pagi-pagi kami sudah sampai RS, sesuai perjanjian, sekitar jam 10-11an Mama di kateter setelah sebelumnya diberikan segala macam obat yang diminum sejak malam sebelumnya. Mama masuk ruangan, kita sibuk berdoa di ruang tunggu, sekitar 10-15 menit dokter keluar dan menyuruh kami masuk. Beliau memperlihatkan hasil kateter lewat komputer dimana ada dua penyumbatan yaitu 70 dan 30 persen. Dikarenakan usia, beliau hanya memasang ring untuk yang 70 persen dengan harapan yang 30 persen akan berkurang nantinya setelah meminum obat
Kamipun keluar dan membahas tentang tiket pesawat kepulangan yang sudah dibeli untuk keesokan harinya, siapa yang akan tinggal di Penang untuk menjaga Mama, bagaimana dengan biaya dsb. Masih sibuk membahas, sekitar 10-15 menit, dokter keluar dan mengabarkan pemasangan ring berjalan dengan sukses dan kami kembali diajak melihat ke komputer. Apa?? Secepat itu. Lalu kami menanyakan, kapan Mama bisa pulang dan beliau menjawab kalau Mama bisa pulang keesokan harinya. Apa?? Lagi-lagi kami bengong. Beliau hanya meminta Mama untuk datang tiga bulan lagi.
Alhamdulillah senangnya kami semua. Karena ruangan kateter lagi dicat dan kami tidak kuat dengan baunya, kamipun menunggu di kamar hingga Mama dibawa ke kamar. Sampai kamar eh si Mama bisa-bisanya ngomel karena kami tadi enggak melihat saat beliau melambaikan tangan di ruang operasi lalu kami tidak menunggu di luar saat dia dibawa ke kamar. Ternyata proses operasi berjalan dalam keadaan sadar, si dokter mengajak mama ngobrol sehingga mama enggak tahu kalau saat itu ring dimasukkan lewat urat di tangan *kalau tidak salah ya*.
Keesokan harinya Mama keluar RS langsung ke bandara dan pulang Jakarta dengan obat segambreng. Bahkan sampai hari ini. Setelah operasi di bulan Februari, mama konsultasi lagi di bulan Mei, Agustus dan Februari tahun ini. Semoga setelah pemeriksaan Februari ini, obatnya dikurangi.
Satu lagi yang cukup terkesan tanpa bermaksud lebay,ehem.. Saat konsultasi sebelum operasi, dalam keadaan shock mendengar tentang kateter, adikku bergumam tentang biaya dan ini sepertinya didengar oleh sang dokter yang galak tapi ternyata berhati mulia. Begitu rincian tagihan keluar, biaya dokter sekitar 25 persen dihapuskan oleh beliau dan diganti dengan biaya obat-obatan.
Jujur saya enggak tahu dengan biaya operasi di Jakarta tapi bagi saya, harga obatnya saja lebih murah disana. Kenapa saya bilang begitu, di beberapa kesempatan, karena salah penghitungan aku dan adik saat membeli tiket dan kehabisan obat Mama, harga obat disini memang lebih mahal untuk merk yang sama dan walaupun generik, masih tetap mahal.
Oke deh, segitu dulu cerita saya, nanti saya cerita lagi gimana-gimananya pra dan pasca operasi serta operasi lainnya yang pernah kami alami disana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H