“28 Tahun bukanlah rentang waktu yang singkat”
Ya....28 tahun memang sebuah perjalanan yang panjang, sarat dengan perjuangan dan kenangan. Seperti kala usiaku tepat 28 tahun. Harusnya di usia itu aku sudah menikmati indahnya berkeluarga. Namun Allah menakdirkan cerita lain di kehidupanku. Aku tetap bersyukur, karena di usia itu perjuangan panjangku membuahkan hasil. Setelah dua tahun menikah, akhirnya anakku lahir. Otomatis kebahagiaan pun terpancar di keluarga kami.
Barangkali seperti inilah perjuangan NOVA. 28 tahun selalu berinovasi dan berkreasi, untuk tampil menginspirasi pembacanya. Tentunya langkah demi langkah telah dilaluinya hingga mencapai kesuksesan seperti saat ini. Walau aku tahu, tak mudah meraih langkah tertinggi, namun aku yakin NOVA mampu menjadi sahabat setia pembacanya, termasuk ibu rumah tangga seperti aku. Happy NOVAVERSARY ke 28, semoga engkau makin jaya dan tetap eksis mengibarkan semangat inspiratif bagi setiap pembacanya.
Terinspirasi oleh semangat NOVA, akupun merasakan kebahagiaan itu hadir di keluargaku. Ya dari rumahku sendiri. Aku tak menyesal predikat ibu rumah tangga menempel dalam diriku. Justru dengan predikat ini aku benar-benar merasakan sebuah jalinan yang begitu hangat tercipta dalam keluarga kecilku.
Dan benar adanya, bahwa semua itu berawal dari rumah. Itulah sebabnya, kemanapun suamiku bertugas, aku selalu mendampinginya. Kuupayakan untuk tidak menghadirkan ego dalam setiap mengambil keputusan. Jauh sebelum menikah, aku memang menjalani hubungan jarak jauh, kami larut dalam kesibukan masing-masing. Namun, begitu kami telah resmi dalam sebuah ikatan sakral, aku memutuskan untuk resign dari tempat kerja dan mendampingi suami bertugas.
Meski tidak ada paksaan, semua itu kulakukan demi menjaga keharmonisan hubungan dalam rumah tangga. Bagiku, materi bukanlah faktor utama pencipta kebahagiaan. Namun kebersamaanlah yang membuat kami bahagia. Hidup satu rumah, memadukan segala perbedaan, menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing, serta menghadirkan rasa syukur dan ikhlas disetiap nikmat yang Allah berikan, tentunya menjadi bumbu indah untuk meracik kebahagiaan. Bukankah bersatunya hubungan kami berawal dari perbedaan?
Ya...kami memang dua sejoli yang berbeda. Bersatunya kami tentunya untuk satu tujuan, menyatukan perbedaan yang ada. Inilah yang membuat kami untuk menanggalkan ego, namun bukan berarti kami lemah dan mengalah. Tetap, pendapat adalah nomor satu, dan menghargai pendapat menjadi kesepakatan kami.
Inilah yang mendasari aku dan suami dalam berkeluarga. Meski, aku adalah fulltime mom, bukan berarti semua tugas di rumah adalah jatahku. Bukan pula aku menuntut suami untuk turut andil dalam pekerjaan rumah. Semuanya berlandaskan kesepakatan. Seperti halnya berbagi tugas untuk mengasuh anak. Setiap hari aku yang bertugas antar jemput sekolah anak. Namun di sore hari, ketika suami sudah di rumah, dialah yang mengganti peranku untuk antar jemput anak mengaji.
Begitupun tentang “keterbukaan”. Aku bersyukur berada di antara orang-orang yang begitu terbuka dalam segala hal. Suami dan anakku selalu terbuka dalam setiap permasalahan. Rumah-lah yang menjadi tempat kami berkeluh kesah. Seperti halnya suamiku, berbagai cerita seputaran kantor, rekan kerja atau apapun selalu dibagikannya di rumah. Termasuk dalam hal keuangan, tak pernah sekalipun ia tutupi dariku, meski nominalnya sedikit. Demikian juga dengan anakku. Dia selalu menceritakan kejadian yang dilihatnya atau bahkan dialaminya.
Yang membuatku bangga, aku selalu tahu kemanapun suami dan anakku pergi, karena setiap pergi mereka selalu berpamitan. Bahkan, bila salah satu diantara kami tidak ada di rumah, kami selalu mencari tahu keberadaan masing-masing, melalui handphone dan aplikasinya. Jujur kami sudah terbiasa hidup bersama dalam berbagai kondisi. Terlebih anakku, ia selalu ijin bila ingin bepergian dengan temannya ke suatu tempat.
Disamping itu, sebagai orang tua, aku dan suami mempunyai komitmen, untuk tidak memanjakan anak. Namun bukan berarti mengekang ruang gerak anak, atau menjadikan anak sebagai robot ciptaan kita, sehingga harus berbuat sesuai keinginan kita sebagai orang tua. Tetap kebebasan itu ada pada anak, kewajiban orang tua mengontrol dan mengarahkan menuju kebaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H