Dalam situasi seperti ini, mereka sering kali berbicara tentang masalah teologis yang kompleks seperti pemahaman mereka tentang sumber kekuasaan agama dan keadilan Allah. Sebaliknya, Asy'ariyah, yang muncul pada abad ke-10 Masehi, menentang penekanan Mu'tazilah pada akal sebagai sumber pengetahuan tunggal. Mereka menegaskan bahwa kuasa dan kedaulatan Tuhan lebih penting daripada akal manusia untuk memahami semua masalah teologis. Dalam hal ini, mereka mendukung ide bahwa ketaklifan sesuatu yang diperintahkan oleh Allah kadang kadang tidak masuk akal bagi manusia.
Jadi, meskipun Asy'ariyah dan Mu'tazilah memiliki cara yang berbeda untuk memahami ajaran Islam, pemahaman tentang hubungan antara keduanya memberikan pemahaman tentang keragaman dan kompleksitas dalam tradisi teologis Islam. Studi Islam dan teologi terus menekankan perdebatan dan penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara keduanya.
Teologi Islam telah berkembang pesat berkat tokoh-tokoh Asy'ariyah, baik secara konseptual maupun metodologis. Mereka tidak hanya berkontribusi pada pembentukan rangka kerja teologis yang khas bagi Islam, tetapi juga menciptakan prinsip-prinsip yang menjadi fondasi bagi pemahaman orang Muslim tentang sifat-sifat Tuhan, kekuatan-Nya, dan hubungan antara manusia dan Dia.
Pertama-tama, penting untuk dicatat bahwa pendiri aliran Asy'ariyah, Abu al-Hasan al-Asy'ari, memainkan peran penting dalam menegakkan dan menyebarkan pemikiran Asy'ariyah. Karyanya yang paling terkenal, "Al-Ibana 'an Usul al-Diyanah", menyusun ajaran dasar Asy'ariyah secara sistematis dan memberikan alasan yang kuat untuk mempertahankan posisinya terhadap aliran teologis lain pada masanya. Selain itu, Abu Mansur al-Maturidi adalah salah satu tokoh penting dari aliran Asy'ariyah yang memberikan dampak besar pada pemikiran teologi Islam. Konsep penting seperti keesaan Allah dan sifat-sifat-Nya dikembangkan oleh al-Maturidi dalam karya-karyanya, terutama "Kitab al-Tawhid", yang berfungsi sebagai dasar pemahaman teologis dalam tradisi Asy'ariya.
Penting untuk dicatat bahwa Abu al-Mu'in al-Nasafi memainkan peran penting dalam mengembangkan pemikiran Asy'ariyah dalam konteks teologi dan filsafat Islam. Karya al-Nasafi yang terkenal, "Kanz al-Daqa'iq," memberikan analisis mendalam tentang konsep teologis yang menjadi dasar bagi pengikut Asy'ariyah. Selain itu, tokoh-tokoh seperti Al-Bahili dan Fakhr al-Din al-Razi juga berkontribusi besar dalam memperkuat dan menyebarkan pemikiran Asy'ariyah. melalui karya-karya monumental Al-Ghazali, seperti "Al-Iqtisad fil-I'tiqad"
Prinsip-prinsip Asy'ariyah dibahas dan diterapkan dalam berbagai konteks teologis dan filosofis dalam buku al-Razi "Al-Mahsul fi 'Ilm al-Usul".Secara keseluruhan, tulisan tokoh-tokoh Asy'ariyah ini tidak hanya memperkaya pemikiran teologis Islam pada zamannya, tetapi juga relevan dan menjadi rujukan penting bagi para sarjana dan pemikir Islam hingga hari ini. Mereka telah menciptakan, memperkuat, dan menyebarkan prinsip-prinsip Asy'ariyah, memberikan warisan intelektual yang berharga kepada umat Islam.
Abdur  Razak  dan  Rosihan  Anwar.  2006. Ilmu  Kalam.  Bandung: Pustaka Setia.
'Al-Asy'ariyah'. 2008. Jurnal Al-'Adl2.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI