Malapetaka datang saat striker murni Van Basten memanfaatkan satusatunya kesempatan -yang ditopang oleh Gullit dan Rijkaard. Gol untuk Hollanda 2-1 menjelang menit ke-90.
Tahun 1990 lagi lagi tim Jerman (namanya bukan Jerman lagi, tapi "satu" Jerman) ketemu Belanda di babak 16 besar. Beckenbauer layaknya Kresna di dunia pewayangan.Â
Kresna yang mengorbankan Gatutkaca untuk mati di tangan senjata cakra milik adipati Karna. Rudi Voeller disuruhnya memanasmanasi Frank Rijkaard agar tersulut emosinya.Â
Terjadilah adegan "buang ludah" Rijkaard ke rambut Rudi. Voeller kena kartu merah, Rijkaard juga kena (tim Belanda patut bersyukur karena penjaga gawang Hans van Breukelen tidak dikartu).Â
Trisula tim oranye --yaitu Gullit, Van basten dan Fikjaard--tidak lagi bertaji karena hilang salah satu punggawanya. Jerman memimpin 2-0 sampai kemudian tim total football mendapatkan penalti di menit terakhir.Â
Tendangan Ronald Koeman menjebol gawang Bodo Ilnerr, menipiskan kekalahan menjadi 1-2. Tapi hanya berselang sesaat, wasit meniup peluit akhir pertandingan, Jerman melaju ke perempat final.
Meski juara, bisa jadi partai final World Cup 1990 antara Jerman melawan Argentina adalah pertandingan terburuk sepanjang sejarah final piala dunia. Hanya satu gol, dan itupun melalui titik penalti.Â
Mengapa Beckbenbauer menyuruh Andreas Brehme saja yang menendang, bukan Matheus sang kapten? Padahal -konon katanya, dua penendang terkeras alias terkencang di dunia tahun 1990 adalah Koeman (Netherland) dan Lothar Matheus. Coach Franz melihat di sisi tim Tango mereka punya kiper penjinak penalti, Goycochea.
Sementara si Brehme ini punya keahlian menempatkan bola pada titik terjauh kiper -seperti saat golnya lawan Belanda (kiper Van Brekeleun). Padahal tendangan Brehme tergolong tidak kencang.
Andreas Brehme menendang dari titik 12 pas di partai final tersebut. Gooolll. Padahal kiper Argentina sudah antisipasi sangat bagus, tepat arahnya. Mengutip ulasan komentator (mungkin Bola juga saat itu), tipisnya tendangan Brehma dari sudut kanan kiper itu nyaris setipis helai rambut. Mepet dan rapat ke tiang gawang.
Tahun-tahun berikutnya pola blok yang rapat ini dikembangkan coach Arrigo Sachi saat menukangi Italia piala dunia 1994. Namanya corto stretto alias pendek merapat.Â