Kelirumologi Penonton dan Pemain Bola, Refleksi atas Pertandingan Sepakbola PSSI lawan Thailand (29/ 12/ 22)". Kemarin hari Kamis  saya menjadi saksi sebuah perhelatan sepakbola AFF di stadion Gelora Bung Karno (GBK). Berkat jasa baik teman dari Sctv, kami berempat bisa dengan leluasa masuk ke lapangan di zona dua nomor enam. Timnas PSSI melawan salahsatu musuh besarnya: Thailand.Â
JUDUL selengkapnya adalah "Saya terakhir melihat live sepakbola Indonesia versus Thailand adalah tahun 2002 di Senayan juga, final Tiger Cup, pelatih kita adalah Peter White.
Waktu itu PSSI sempat ketinggalan 0-2 lalu menyamakan 2-2, sayang akhirnya adu penalti kalah 2-4 (total 4-6). Saat adu penalti, tendangan terakhir Thailand seingat saya Dussit eksekutornya. Dia melakukan tendangan panenka, kiper Hendro Kartika benar-benar kapusan secara telak. Seingat saya Hendro sudah bergerak ke kanan, sementara bola melambung pelan banget ke kiri.
Kemarin di ajang AFF 2022 -memang kali ini kita tidak kalah. Tapi apesnya bagi kita  -kok tim Thailand hanya bermain dengan 10 pemain. Kesebelasan kita bisa kebobolan saat unggul 1-0, saat melawan sepuluh pemain Thailand. Tambah lagi: kitalah yang menjadi tuan rumah. Kita tidak bisa mengoptimalkan keunggulan sebagai tuan rumah, serta keunggulan 11 lawan 10 pemain.
Mungkinkah karena sikap kita (masyarakat, penonton plus pemain) yang negatif penyebab tertundanya kemenangan ini. Kalau perihal itu yang dipakai -maka ilmunya adalah sangkan paran. Atau dalam skema besar style of thinking: aliran eksistensialisme. Di luar nalar a.k.a rasional menyangkut teknik dan taktik sepakbola.
Negatif masyarakat misalnya adalah melempari bus pemain Thailand. Gak tau juga maksudnya. Mungkin biar pemain Thailand celaka terus pada cedera (sampai mati?) gitu ya. Lalu pertandingan batal, begitu maksudnya?! (ini ceritanya sambil ekspresi muka marah). Eh adanya malah di-banned kita -kagak boleh main babar blas. Hahaha ...apes. Keliru pertama kita di sini. Untuk menang, kita tetap butuh lawan. Untuk menjadi pemenang sejati, kita kudu siap menerima kekalahan. Itu ..... #sambilJalanKebelakang #sepertiMarioTeguh
Kemudian soal penonton di stadion. Saya jadi saksi -karena bagian dari 49 ribu sekian penonton di GBK. Ketika pemain Thailand dikartu merah, kemudian keluar lapangan menuju bench di dalem. Penonton membuat suara boo kepadanya -atau "huuu ...." berkepanjangan. Padahal menurutku itu tidak perlu. Semestinya kita musti berterimakasih ama itu pemain. Beban kita jadi berkurang. Atau minimal tunjukkan empati kita, seakan tidak ada apa-apa, tetap concern ke pertandingan. Waktu berjalan bro ....
Ketika adegan pelatih Thailand (mister Alexander Polking) memainkan bola -yang memang sudah out- di depan marselino ferdinan. Ceritnya marselino mau ambil itu bola. Saya pas lihat juga kejadian itu. Ya gimana lagi, memang jatah itu bola buat pemain Thailand. Jatah Thai player buat lemparan ke dalam. Biar pemain Thailand yang ambil. Kalau kita pandang kelamaan (bola tidak juga diambil ama orang Thai, tapi seingat saya enggak. .... hLa wong thai itu udah mendekat ke bola) tinggal complain saja kan ke wasit. Atau panggil anak gawang, minta bola yang lainnya.
Aksi si Polking selain mengundang kemarahan penonton di tribun belakang dia, juga memicu emosi shin tae yong. STY kelihatan memang ekspresi marah marah sambal teriak. After match, di media STY bilang kalau aksi Polking pantas dianugerahi red card. Pikir saya. Apa kalau pelatih lawan dapat kartu merah terus kita bisa menang. Saya agak lupa, apakah waktu Indonesia lawan Malaysia (pelatih MAS adalah Rajagopal), ataukah pas PSSI versus Singapore.Â
Masih di kejuaraan AFF juga saat itu (kalau Rajagopal berarti tahun 2010). Pelatih lawan dapat kartu merah, tapi mereka tetap menang juga. Namanya "jas merah" ini oppa STY. Jangan mentang-mentang merasa benar, kemudian marah ke arah wasit -atau penjaga garis- karena merasa diperlakukan tidak adil.
Tentang salahsatu lagu supporter yang dinyanyikan. Ada satu blok penonton sendiri yang dikhususkan supporter baju/ kaos hitam hitam. Mereka tugasnya bernyanyi sepanjang pertandingan. Atau mungkin 2 (dua) blok atau dua zona. Tepat di zona belakang penjaga gawang.Â
Nah salahsatu teks lagu atau yel yel adalah " ayo garuda buat malu Thailand" kurang lebih seperti itu. Kelimurologinya di sini. Apa memang pemain Thai itu tahu lagu tersebut. Jelas tidak kan -karena pakek Bahasa Indonesia. Tapi pas kata "Thailand" pasti pada tahu. Nah jangan jangan lagu ini malah dikira support pemain Thai, karena mengandung kata Thailand tersebut. Lalu selesai pertandingan tentunya malah kita yang malu. Tidak bisa ngalahin sepuluh pemain.
Then pas Witan Sulaeman tidak bisa ngegolin ke gawang yang kosong, coach STY juga bicara di wartawan bahwa itu seharusnya gol. Alasannya tinggal nyodok atau sepak saja ke gawang yang kosong. Atau mungkin digiring sebentar, karena jarak masih ada 20an meter, lalu ditendang ke arah gawang. Bukannya saya mendukung witan ya.Â
Memang sih tinggal tending atau giring sebentar. Tapi proses Witan mendapat bola tersebut kan juga kudu kita apresiasi. Itu berawal dari blunder kiper Thai yang terlalu maju (babak pertama awal kipper Thailand sering ke depan), kemudian Witan nekat mendekat dan dapat bola muntahan. Nah usaha awal Witan ini yang juga perlu diperhitungkan. Bahwa pergerakan Witan mendapat bola muntah itu tidak mudah.
Lalu ada spanduk besar yang menempel di tembok pembatas penonton bagian suporter itu. Â Tulisannya seingat saya "Terbanglah Garuda ke langit tinggi".Â
Dari kejauhan, antara kapital R dan B itu mirip, kemudian agak melorot ke bawah. Jadi seakan akan tertulis: TERRANGLAH Garuda dst. Ya memang tidak terlalu masalah. Cuman kalau diperhatikan lagi. Arti kata "terbanglah garuda", itu seandainya analog garuda dengan burung elang ....bukankah saat terbang itu dia belum menang. Masih nyari makanan.Â
Kemudian turun sayapnya menghunjam ke bumi. Lalu dipatuklah makanan di darat. Kemudian dimakannya si korban itu ...bisa di darat, bisa di pohon atau di sarang dia. Takutnya Ketika ada perintah terbanglah Garuda itu ....nyuruh garuda pergi. Atau malah lari dari kenyataan. Â
Hasil seri tetap perlu disyukuri, ketimbang kalah. Sepenglihatan saya, yang bermain bagus adalah para pemain naturalisasi. Terutama soal attitude, sejauh ini saya pandang kemarin mereka memberi contoh atau tauladan baik. Seperti ilija spaso saat siap-siap menerima kiriman bola dari pemain pribumi, ternyata tendangan si pribumi melenceng. Spaso juga tidak bisa mengejar. Namun ada bahasa tubuh Spaso yang kira-kira menyiratkan memaafkan, alias tidak apa apa. Kemudian saat Klok akan menendang penalty.Â
Wasit dan kiper Thailand cukup lama mempersiapkan diri (mungkin si kiper agak nyari kesempatan berdiri di depan garis). Tahu apa yang dikerjakan Klok semasa menunggu wasti meniup peluit untuk tendangan penalty? Klok tidak mengerjakan apa apa. Hanya diam menatap bola. Benar benar diam berdiri, matanya melotot ke arah bola. Konsentrasi, itu mungkin yang bisa ditiru.
Semoga hal-hal keliru di atas tidak kita temui lagi pada pertandingan berikutnya. Memang ada perasaan sesal sih. Ibarat punai sudah di tangan dilepaskan. Sudah unggul 1-0, lalu musuh tinggal 10 orang, pertandingan hampir selesai, artinya kemenangan sudah di depan mata.Â
Hanya sekali blunder sayap kanan kita, kemudian kipper terlalu ke depan, dan lawan bisa menceploskan bola ke gawang kita. Yaaa sebagai penghibur, jadi ingat sejarah. Tahun 1987 ketika seagames di Jakarta, kita mendapat gold -emas pertama kalinya. Waktu itu di penyisihan grup kita juga ditahan Thailand 0-0. Kemudian di final kita mengalahkan Malaysia 1-0.Â
Ya siapa tahu sejarah berulang ............. l'historie se repete.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H