Terinspirasi oleh judul buku/cerpen "Robohnya Surau kami" karangan AA Navis, maka tulisan ini disusun. Surau yang kami maksud di sini juga sebenarnya adalah "masjid", masjid besar malahan. Tepatnya adalah Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK) di Kawasan Menteng, Jakarta.Â
Kejadian ini sudah berlangsung tiga pekan yang lalu. Tepatnya pada hari Senin Legi, tanggal 2 Desember 2019 bertepatan dengan 4 Rabiul Akhir 1441 Hijriyah.
Saya cuman tertarik dengan judul cerpen AA Navis itu. Dalam cerpen yang diterbitkan pada tahun 1955 itu, A.A. Navis menampilkan wajah Indonesia di zamannya dengan penuh kegetiran.Â
Saya baca dari sini bahwa buku ini banyak membahas kata-kata satir dan cemoohan akan pemikiran kolot orang-orang Indonesia pada saat itu, yang masih cukup relevan dengan masyarakat sekarang.
Cerpen 'Robohnya Surau Kami' adalah sebuah cerpen bergenre sosio-religi. Cerpen ini menceritakan tentang kematian tragis seorang Kakek penjaga surau di kota kelahiran sang tokoh utama yaitu, tokoh aku. Si Kakek bunuh diri setelah mendengar cerita Ajo Sidi yang terkenal sering membual. suatu saat Ajo Sidi menceritakan dialog antara Tuhan dengan Haji Saleh.Â
Dikisahkannya Haji Saleh adalah seorang yang taat beribadah saat di dunia, mirip seperti si Kakek. Namun saat di hari keputusan, Haji Saleh malah dimasukkan ke dalam neraka. Tentu saja, Haji Saleh merasa diperlakukan tidak adil oleh Tuhan. Haji Saleh dan orang-orang yang juga merasa diperlakukan tidak adil pun menuntut penjelasan.Â
Lalu Tuhan menjelaskan sebab Haji Saleh dan orang-orang itu dimasukkan ke neraka adalah karena mereka terlalu mementingkan diri sendiri, terlalu fokus ibadah dan menelantarkan anak-istri mereka hingga kehidupan mereka melarat. Mereka hidup di negeri yang kaya, tapi membiarkan diri mereka sendiri hidup dalam kemiskinan.
Kembali ke kisah hebohnya surau MASK. Apa yang terjadi. Saya sebut "heboh" karena suara perseteruan dua orang dalam pengajian itu sangat amat kencang. Kencang suara maksudnya. Terutama sampai membangunkan para jamaah yang lagi enakan duduk tiduran, sambal ngedengerin pengajian. Termasuk saya hehehe.Â
Waktu itu kejadiannya ba'da sholat dhluhur. Memang ada pengajian rutin di MASK, kalau hari Senin yang mengisi adalah salah seorang Habib muda, namanya mengingatkan pada pengacara kondang era Orba dulu--yaitu Mohammad Assegaf.Â
Saya sangat menghormati beliau, si habib ini, maka saya tulis saja inisialnya GA, atau habib GA. Kemudian beliau diprotes oleh salah seorang jamaah, yang namanya mengingatkan pengusaha kondang era Orba, yaitu Motik. Saya sangat menghormati beliau, si bapak jamaah MASK ini, maka saya tulis saja inisialnya FM, atau bapak FM.
Selain hari Senin bada zuhur, ada lagi pengajian hari Kamis (bakda zuhur juga), namun yang mengisi ceramahnya lain lagi. Biasanya bergantian ustadznya--tapi saya lupa nama nama beliau.Â