sini .
SAMPAI dengan hari ini Jumat Pahing, 30 Agustus 2019 (29 Dzulhijjah 1440 H) bumi Papua masih bergejolak. Bahkan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) bapak Hinsa Siburian sampai turun tangan dengan mengimbau seluruh masyarakat di Papua untuk tidak terpengaruh dengan berita bohong (hoaks). Kedamaian di Bumi Cenderawasih harus dijaga dari pelbagai isu yang bertujuan memprovokasi masyarakat. "Karena di era sekarang ini masalah media, informasi, kalau kita tidak cerna dengan baik itu bisa menimbulkan hal yang tidak baik," ujar Hinsa kepada wartawan di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (30/8/2019). Dikutip dariMirip kejadian 8 (delapan) tahun yang lalu, yaitu pada hari Sabtu tanggal 19 November 2011 bumi Papua juga bergolak. Saat itu 1 (satu) penduduk di sekitar pabrik Freeport lagi-lagi ditemukan meninggal. Kejadian ironis mengingat prestasi SDM dari bumi Papua yang semakin fenomenal akhir-akhir ini. Berita tentang "dikadalinnya" RI melalui Freeport adalah tragedi. Mari melihat sisi lain yang menggembirakan dari bumi Papua.
Berita di Kompas hari Sabtu, 19/ 11/ 11 halaman 12 menyebutkan tentang anak-anak Papua yang mempersembahkan medali emas dalam ajang Asian Science and Mathematics Olympiad for Primary School. Anak-anak SD Papua tersebut meraih 4 (empat) medali emas, 5 perak, dan 3 perunggu di tengah kompetisi negara Asia. Diantaranya adalah Kristian dari Wamena, Kohoin dari Sorong Selatan.
Di ajang Sea Games tahun 2011 dulu tak terhitung para penyumbang emas atau atlit dari Papua. Misalnya dari cabang atletik adalah Serafi Arelies Unani (100 meter putri), dan Franklin Ramses Burumi (100 meter putra). Di sepakbola tentunya duet Titus Bona dan Patrich Wanggai yang merupakan duo maut membantu pencapaian emas Indonesia --setelah menunggu selama 20 tahun.
Sejarah Papua (dulu namanya Irian atau "I-kut RI A-nti N-etherland") sangat berkaitan dengan prestasi olahraga. Salahseorang pembawa obor SEAG kemarin adalah Emma Tahapary, sprinter putri Indonesia satu-satunya yang masuk dalam jajaran pelari estafet Asia saat kejuaraan dunia di Australia tahun 1980-an dulu. Kemudian Franklin Burumi dilatih oleh salahsatu legenda dari Timur juga yaitu Carolina Liewpassa.
Mengingat potensi Papua yang luar biasa mengapa tidak diarahkan ke sana saja orientasi pembangunan RI. Ini menyangkut metodologi pemilihan sampling yang tepat. Tentunya dengan alas an keadilan dan pemerataan, Papua lebih diutamakan sebagai pilot project --mengingat anggaran kita yang terbatas untuk menjangkau seluruh Nusantara. Mengarahkan pembangunan ke Papua, berarti menyelamatkan peradaban awal manusia Indonesia itu sendiri.
++
BEBERAPA versi menyebutkan proses terwujudnya manusia Indonesia --dari sisi genetika. Ada yang menyatakan bahwa ras Sunda adalah yang tertua. Sedangkan pelajaran di sekolah tahun 1980-1990 mengatakan bahwa nenek moyang RI dari Yunan, Cina. Salahsatunya dibuktikan dengan adanya "tembong" atau mongolse vlek di bokong tiap bayi Indonesia ketika lahir. Sebuah sumber lain yang cukup lengkap saya sampaikan di sini dari sumber National Geographic edisi Maret 2006. Disebutkan bahwa manusia modern asalnya dari Afrika, yang kemudian 40 ribu tahun yang lalu bergerak menuju Asia Tengah, kemudian Asia Tenggara. Ini cukup terbukti melihat postur dan wajah orang Asean kebanyakan mirip-mirip.
Bagaimana dengan Indonesia? Mengutip laporan Lembaga Eijkmann Jakarta, hasil pengujian DNA menunjukkan sekitar 60 ribu hingga 40 ribu tahun sebelum Masehi terjadi migrasi manusia memasuki Indonesia dari daratan Asia, yang sisanya masih terlihat di Papua dan daerah Alor yang berbahasa Melanesia. Disusul migrasi dari Formosa sekitar 3000 tahun SM melewati Filipina, Sulawesi, lalu menyebar ke Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, yang berbahasa Austronesia.
Terdapat kemungkinan lain, bahwa sumber genetis manusia Indonesia berasal dari Mentawai dan/ atau Nias. Mengingat lebih dari 60 ribu tahun mereka telah eksis (sebelum adanya proses migrasi Formosa). Uniknya orang Nias dan Mentawai ini bentuk tubuh, tulang, serta ciri-ciri cultural dan pola makanannya mirip dengan orang-orang di daerah Papua. Sumber makanannya juga sama, yaitu dari tanaman vegetatif seperti sagu, talas, dan pisang (bukan dari tanaman benih atau biji). Mereka juga suka memakan tutube --ulat sagu yang kaya protein. Mereka juga belum mengenal proses fermentasi dan pembuatan alkohol. Sehingga mungkin --versi sederhana dariku- genetis Papua juga adalah manusia lapisan dasar atau mula orang Indonesia.
Mengingat sejarah DNA, prestasi olahraga dan akademiknya, bukankah Papua adalah gugusan mutiara? Sehingga mengarahkan pembangunan ke Papua --yaitu mengalokasikan pembangunan infrastruktur baik jalanan dan sekolah- sama artinya dengan menyelamatkan peradaban awal manusia Indonesia itu sendiri. Menyelamatkan Papua adalah menjaga keberlangsungan nasion RI di era global.