Mohon tunggu...
Yuni Retnowati
Yuni Retnowati Mohon Tunggu... Dosen - Biarkan jejakmu menginspirasi banyak orang

Dosen komunikasi penyuka film horor dan thriller , cat lover, single mom

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janda Salah Apa?

12 Oktober 2021   15:01 Diperbarui: 12 Oktober 2021   15:04 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salahku apa ? Aku sudah jujur mengakui statusku sebagai janda cerai. Dia memandang seakan aku makhluk hina yang tak pantas duduk di sampingnya. Kita sama-sama manusia tapi status berbeda. Barangkali dia menganggap statusnya lebih tinggi karena punya suami. Seorang janda lantas tak pantas dihargai.

Di lingkungan tempat kerjaku ternyata juga terbentuk stereotipe tentang betapa berbahayanya berteman dengan janda.  Perempuan harus menjaga jarak dengan janda karena perceraian ibarat  virus yang mudah menular. Karena itulah teman-teman perempuan yang sudah menikah terkesan enggan berteman denganku. Barangkali karena ada tiga teman kerja yang menjadi pengikutku. Mereka juga  ikut bercerai dan harus menyandang status sebagai janda. Meskipun setelah beberapa tahun menjanda, dua di antara mereka sudah menikah kembali. Satu pasang merasa bahagia dengan kehidupan barunya tetapi yang satu merasa kecewa dengan pernikahan ke duanya yang tidak sesuai harapannya.

Bukan  hanya kalangan masyarakat biasa yang menganggap janda berbeda dari perempuan lainnya. Di lingkungan yang lebih religius sama saja. Aku pernah ikut pengajian di sebuah masjid. Ketika Pak Kiai menyebut kata janda segera diikuti dengan ucapan  "naudzubillahi min dzalik" yang artinya "Kami berlindung kepada Allah dari perkara ini." 

Ucapan ini digunakan ketika melihat atau mendengar sesuatu yang buruk atau tidak diinginkan. Seketika aku merasa bukan bagian dari jamaah yang diharapkan kehadirannya oleh Pak Kiai. 

Seorang janda adalah sesuatu yang buruk dan tidak diinginkan berada di masjid itu. Saya tidak tahu bagaimana reaksi Pak Kiai jika anak perempuan atau saudara perempuannya suatu saat nanti menjadi janda. Apakah tetap akan menganggapnya buruk atau sama berharganya dengan perempuan yang bersuami ?

Semua orang bebas berkomentar apa saja tentang janda. Ada yang menginginkan untuk segera mengakhiri agar tidak hidup sendiri. Menurut mereka, tak seharusnya perempuan hidup sendiri terlalu lama. 

Harus ada seorang lelaki yang menjaga dan melindunginya. Lelaki itu adalah suami sang pendamping hidupnya. Nama suami menjadi nama publik sementara nama sendiri hanya terbatas untuk kalangan teman dan lingkungan kerja. Jadi seorang perempuan bersuami akan kehilangan namanya di depan publik. 

Meskipun demikian mereka lebih dihargai dibandingkan seorang janda yang memiliki kebebasan menggunakan namanya sendiri. Bagaimana mungkin perempuan yang kehilangan namanya bisa menjadi begitu berharga di hadapan manusia lainnya ?

Aku tak peduli jika janda dianggap sebagai virus yang menular. Perceraian terjadi pasti karena ada sebabnya. Bukan ikut-ikutan teman yang sudah menjanda sebelumnya. 

Jadi kenapa harus takut berteman dengan janda ? Selama prinsip hidupmu kuat, berteman dengan siapa pun tak akan mengubahmu menjadi serupa dengan temanmu. 

Tetapi perlu kuluruskan dulu duduk persoalannya. Tiga teman yang mengikuti jalanku memilih menggugat cerai suaminya karena memang kehidupan rumah tangga mereka tak bisa dipertahankan lagi. Daripada menderita dalam pernikahan yang tidak bahagia kenapa tidak bercerai saja lalu berusaha mencari kebahagiaannya sendiri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun