Matahari semakin tinggi. Panasnya menyengat sekali. Tak ada yang benar-benar ingin berada di luar ruangan  pada saat seperti ini kecuali sangat terpaksa. Pengendara sepeda motor yang melaju di jalan melindungi tubuhnya dengan jaket, sarung tangan dan sapu tangan penutup muka. Seperti tidak merelakan  kulitnya terbakar dan menghitam karena sengatan matahari.
Fariz sebenarnya pun tak ingin berada di halaman sekolah yang terbuka dan terpapar langsung oleh sinar matahari ketika hampir sebagian besar teman meninggalkan sekolahnya. Sayangnya dia terlanjur membuat janji dengan seseorang. Janji yang tidak bisa begitu saja dibatalkan. Kini bahkan dadanya berdegup kencang. Menunggu dan berharap seseorang yang diajaknya bertemu di halaman depan sekolah tidak mengabaikannya.
"Mau ke mana ?"
Fatia menjawab pertanyaan Amelia hanya dengan senyuman. Membuat temannya itu bertanya-tanya dalam hati. Ada apa dengan Fatia ? Â Sejak istirahat pertama tadi sudah menunjukkan perubahan sikap. Menjadi pendiam sepanjang sisa pelajaran di kelas pada hari itu. Tentu hanya Fatia sendiri yang bisa menjawabnya.
Ragu dia menuju ke halaman depan sekolah. Amelia dilihatnya masih mematung di samping pintu ruang kelas mereka. Mudah-mudahan tidak berniat mengikutinya. Bisa kacau semuanya. Fatia terus melangkah tanpa menoleh lagi. Langkahnya panjang-panjang agar segera sampai di tempat dia berjanji untuk menemui Fariz.Â
Pada waktu istirahat pertama tadi, Fariz menyampaikan keinginannya untuk bertemu dengannya. Katanya ada sesuatu yang akan dibicarakannya. Apakah begitu penting sehingga dia harus datang sendiri ? Begitulah yang dipesankan tadi. Fatia tak ingin menduga-duga sebelum benar-benar bertemu muka dan berbicara langsung dengan Fariz.
"Kamu sudah sholat?" sambut Fariz ketika Fatia sudah sampai di depannya.
"Sudah. Tadi habis pelajaran langsung sholat di musholla," Fatia menjawab dengan cepat lalu ganti bertanya, "Kamu sendiri?"
"Alhamdulillah, sudah."
Senyuman di bibir Fatia terkembang. Fariz tidak mungkin menunda sholat. Setiap waktu istirahat pertama  tiba dia buru-buru menuju mushola untuk sholat dhuha. Hanya segelintir orang yang mau melakukannya.Â
Apalagi di usia muda. Fatia pun belum sanggup menunaikannya. Ketika bel istirahat terdengar yang terpikir adalah menyerbu kantin secepatnya. Perut harus segera diisi supaya bisa lebih berkonsentrasi pada pelajaran.