" Ini kenapa bagian belakang jaketku  basah? Hangat rasanya, " keluhnya  sambil badannya bergerak naik turun. "Jelly pipis, Ma!" serunya kemudian  di antara suara hujan.Â
"Nggak apa-apa, nanti bisa dicuci," aku menenangkan sambil menahan senyum. Salahku juga kenapa tidak membawa pet cargo yang berbentuk keranjang . Kalaupun Jelly pipis tidak akan merembes ke luar seperti ini. Ya sudahlah, anggap saja hadiah kecil dari Jelly yang rindu pulang.
Aku sangat bersyukur karena Jelly bisa  mengalahkan Panleukopenia. Sebelumnya aku banyak membaca di blog-blog pecinta kucing tentang kesedihan mereka yang kehilangan kucingnya karena virus mematikan itu.  Perasaanku seperti diaduk-aduk. Harapan kesembuhan Jelly  timbul tenggelam di antara  memori tentang kematian Lily di klinik yang sama.  Â
Jelly berhasil menjadi Panleukopenia survivor  meskipun ketika sampai di rumah dia tak lagi mengenali Ibu dan saudara-saudaranya.  Dia marah ketika  mereka mendekatinya.  Aku sadar memorinya yang kecil membuatnya mudah lupa. Â
Semoga saja kondisi  ini tidak berlangsung lama. Aku ingin mereka kembali bermain bersama seperti dulu.  Berlari mengejar bola lalu bergantian menendangnya . Permainan baru akan berakhir ketika bola menghilang dari pandangan mereka. Padahal bola itu sebenarnya  menggelinding di bawah kulkas atau di kolong tempat tidur.
Yogyakarta, 19 Februari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H