Dalam kurun waktu 200 tahun populasi dunia telah bertambah sebanyak tujuh kali lipat. Saat ini penduduk dunia mencapai 7,7 miliar orang dan diperkirakan pada tahun 2030 mencapai 8,5 miliar penduduk.
Jumlah penduduk dunia ini akan terus meningkat sehingga di tahun 2050 mendatang jumlahnya mencapai 9,7 miliar.
Peningkatan jumlah penduduk ini juga dialami oleh Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2020 mengalami pertambahan yang cukup besar.
Menurut Badan Pusat statistika yang dikeluarkan pada tanggal 21 Januari 2021 saat ini penduduk Indonesia  mencapai 270,20 juta jiwa yang berarti terjadi peningkatan sebanyak 32,56 juta jiwa jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Pertambahan jumlah penduduk di seluruh dunia ini tentunya secara langsung akan mempengaruhi kebutuhan pangan dunia secara drastis. Sementara itu daya dukung lahan sudah dapat dipastikan akan semakin berkurang akibat terjadinya alih fungsi lahan yang berujung pada semakin menciutnya lahan yang diperuntukkan untuk menghasilkan pangan.
Dalam mengantisipasi perubahan ini, Food and Agriculture Organization (FAO) badan dunia yang menangani pangan dan pertanian dunia mulai mencari solusi pemenuhan pangan masa depan.
Bekerja sama dengan para ilmuwan di seluruh dunia, FAO mulai mencari berbagai alternatif untuk mengantisipasi dan memecahkan permasalahan tersebut dalam upaya memenuhi kebutuhan protein dunia.
Upaya ini dimulai sejak 2008 ketika terjadi pertemuan antara  FAO dan para ilmuwan pemerhati pangan di Universitas Wageningen Belanda. Pada pertemuan tersebut  berdasarkan hasil penelitian disepakati bahwa serangga sebagai salah satu sumber protein pangan dunia. Â
Saat ini diperkirakan sekitar 2 miliar penduduk dunia melakukan praktik makan serangga secara regular di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Serangga memang cukup menjanjikan sebagai salah satu sumber protein masa depan karena kandungan protein, lemak, kalsium, besi serta zinc nya yang tinggi yang mendukung kesehatan (Rumpold and Schluter 2013).
Tidak hanya  sampai disitu saja, membudidayakan serangga lebih ramah lingkungan karena  serangga menghasilkan lebih kecil greenhouse gases (GHGs) berupa gas methan maupun emisi amonia dibanding ternak konvensional.
Pada serangga methan hanya dihasilkan oleh sekelompok serangga tertentu saja seperti kecoa dan rayap.
Serangga juga sangat efisien dalam menyerap nutrisi pakan sehingga imbangan antara input pakan  dengan pertumbuhan sangat efisien. Sebagai contoh jangkrik 12 kali lebih efisien dibanding sapi, 4 kali lebih efisien dibanding domba, dan setengah kali lebih efisien dari ayam dan babi dalam menghasilkan jumlah protein yang sama.
Secara ekonomi budidaya serangga tidak memerlukan teknologi yang canggih  sehingga tidak membutuhkan investasi maupun lahan yang besar. Disamping itu saat ini  budidaya serangga dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi kandang vertikal sehingga menghemat tempat.
Kajian lengkap tentang serangga sebagai edible insect telah dirilis FAO pada tahun 2013 dengan judul buku "Edible Insects Future Prospects for Food and Feed Security".
Konferensi ini diselenggarakan secara rutin per dua tahun dan dihadiri seluruh ilmuwan dunia pemerhati serangga  dengan bidang kajian serangga sebagai pangan, pakan dan juga sebagai sumber energi terbarukan.
Saat ini pengembangan serangga di dunia termasuk Indonesia sangat pesat. Paling tidak ada sekitar 1900 spesies serangga yang dapat dimanfaatkan sebagai pangan (Van Huis et al. 2013).
Gencarnya promosi pengembangan serangga sebagai sumber pangan dunia  dan sebagai sumber protein masa depan, menjadikan tantangan tersendiri bagi umat muslim karena adanya  keraguan terkait  kehalalannya.
Di dalam Al Qur'an hanya ada beberapa ayat yang menyinggung hal ini, diantaranya adalah yang terkait dengan belalang dan lebah.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan lembaga independen yang mewadahi para ulama, zuama, dan cendekiawan Islam yang tugasnya membimbing, membina, dan mengayomi umat Islam di Indonesia.
MUI bertanggungjawab dalam memastikan bahwa pangan yang dikonsumsi adalah ASUH (aman sehat utuh dan halal) dan  menjawab keresahan umat muslim Indonesia dengan berbagai fatwa terkait  status halal bahan pangan asal serangga.
Hal yang sangat penting untuk diketahui dalam mengkonsumsi makanan adalah Halal berarti dibolehkan menurut Syariah Islam dan tidak dilarang oleh agama dalam memakannya.
Dasar penetapan fatwa ini adalah Al Qur'an, dan Al Hadist, serta Pendapat Ulama, Analisis Figh, Pendapat Ahli bidang yang dimaksud maupun ruang lingkup/ketentuan umum dari definisi bidang yang dimaksud.
Beberapa fatwa serangga telah dikeluarkan secara khusus untuk jenis tertentu namun ada juga yang secara umum berdasarkan kaidah umum kemanfaatan dan kemaslahatan.
Sebagai contoh ulat jerman (Zophobas morio) atau jenis lain yang masih dalam satu keluarga yaitu ulat tepung (Tenebrio molitor), tidak secara khusus difatwakan. Namun penentuan status halalnya mengacu pada manfaat dan maslahat (kebaikan) serta tentu saja tidak membahayakan (baca selengkapnya di sini)
Jenis serangga yang secara khusus dikaji status halalnya sebagai pakan, pangan dan obat adalah jangkrik, produk lebah, serta serangga cochineal (serangga yang hidup di kaktus). Fatwa untuk jenis serangga di atas tertuang dalam Kumpulan Fatwa MUI tahun 2014 dan 2019.
Jenis lain yang juga sedang berkembang pesat adalah lalat tentara hitam (black soldier fly-BSF). BSF masuk kategori hasyarat yaitu haram untuk dikonsumsi. Namun membudidayakannya untuk diambil manfaat selain konsumsi hukumnya boleh (mubah). Misalnya sebagai pakan ternak. Hal ini tertuang dalam Fatwa MUI No.24 tahun 2019.
Tidak pelak lagi serangga sebagai pangan dan sumber protein masa depan akan segera terjadi. Mungkin saat ini sebagian dari kita masih belum mau mengkonsumsinya, namun seiring dengan berjalannya waktu dan semakin berkembangnya teknologi budidaya dan pengolahan produk serangga kita tentunya akan terbiasa mengkonsumsinya.
Jadi jangan khawatir  makan serangga ya karena status kehalalannya  sudah dijelaskan dengan terang dan jelas di fatwa MUI.
Ayo makan serangga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H