Mohon tunggu...
Yuni Cahya Endrawati
Yuni Cahya Endrawati Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Pemerhati Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Bersiaplah Menghadapi Era Serangga sebagai Sumber Pangan dan Protein Masa Depan

4 April 2021   15:24 Diperbarui: 4 April 2021   20:20 976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Srangga sudah menjadi menu hotel berbintang dunia. Photo: Lillian Suwanrumpha/AFP/Getty Images

Dalam kurun waktu 200 tahun populasi dunia telah bertambah sebanyak tujuh kali lipat. Saat ini penduduk dunia mencapai 7,7 miliar orang dan diperkirakan pada tahun 2030 mencapai 8,5 miliar penduduk.

Jumlah penduduk dunia ini akan terus meningkat sehingga di tahun 2050 mendatang jumlahnya mencapai 9,7 miliar.

Peningkatan jumlah penduduk ini juga dialami oleh Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2020 mengalami pertambahan yang cukup besar.

Menurut Badan Pusat statistika yang dikeluarkan pada tanggal 21 Januari 2021 saat ini penduduk Indonesia  mencapai 270,20 juta jiwa yang berarti terjadi peningkatan sebanyak 32,56 juta jiwa jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Pertambahan jumlah penduduk di seluruh dunia ini tentunya secara langsung akan mempengaruhi kebutuhan pangan dunia secara drastis. Sementara itu daya dukung lahan sudah dapat dipastikan akan semakin berkurang akibat terjadinya alih fungsi lahan yang berujung pada semakin menciutnya lahan yang diperuntukkan untuk menghasilkan pangan.

Dalam mengantisipasi perubahan ini, Food and Agriculture Organization (FAO) badan dunia yang menangani pangan dan pertanian dunia mulai mencari solusi pemenuhan pangan masa depan.

Bekerja sama dengan para ilmuwan di seluruh dunia, FAO mulai mencari berbagai alternatif untuk mengantisipasi dan memecahkan permasalahan tersebut dalam upaya memenuhi kebutuhan protein dunia.

Upaya ini dimulai sejak 2008 ketika terjadi pertemuan antara  FAO dan para ilmuwan pemerhati pangan di Universitas Wageningen Belanda. Pada pertemuan tersebut  berdasarkan hasil penelitian disepakati bahwa serangga sebagai salah satu sumber protein pangan dunia.  

Pasar di Laos. Sumber: Van Huis et al. 2014
Pasar di Laos. Sumber: Van Huis et al. 2014
Edible insect diseluruh dunia. Sumber: Jongema 2012
Edible insect diseluruh dunia. Sumber: Jongema 2012
Pemikiran dan keputusan ini memang sangat berdasar karena secara tradisional di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia, serangga telah lama sekali dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan protein.

Saat ini diperkirakan sekitar 2 miliar penduduk dunia melakukan praktik makan serangga secara regular di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Serangga memang cukup menjanjikan sebagai salah satu sumber protein masa depan karena kandungan protein, lemak, kalsium, besi serta zinc nya yang tinggi yang mendukung kesehatan (Rumpold and Schluter 2013).

Tidak hanya  sampai disitu saja, membudidayakan serangga lebih ramah lingkungan karena  serangga menghasilkan lebih kecil greenhouse gases (GHGs) berupa gas methan maupun emisi amonia dibanding ternak konvensional.

Pada serangga methan hanya dihasilkan oleh sekelompok serangga tertentu saja seperti kecoa dan rayap.

Serangga juga sangat efisien dalam menyerap nutrisi pakan sehingga imbangan antara input pakan  dengan pertumbuhan sangat efisien. Sebagai contoh jangkrik 12 kali lebih efisien dibanding sapi, 4 kali lebih efisien dibanding domba, dan setengah kali lebih efisien dari ayam dan babi dalam menghasilkan jumlah protein yang sama.

Secara ekonomi budidaya serangga tidak memerlukan teknologi yang canggih  sehingga tidak membutuhkan investasi maupun lahan yang besar. Disamping itu saat ini  budidaya serangga dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi kandang vertikal sehingga menghemat tempat.

Kandang ulat tepung (Tenebrio molitor) di Belanda. Photo: koleksi pribadi
Kandang ulat tepung (Tenebrio molitor) di Belanda. Photo: koleksi pribadi
Dengan berbagai  kelebihannya tersebut tidak heran jika saat ini serangga menjadi perhatian dunia  sebagai sumber protein masa depan dan bahkan telah dikategorikan sebagai future mini-livestock dunia.

Kajian lengkap tentang serangga sebagai edible insect telah dirilis FAO pada tahun 2013 dengan judul buku "Edible Insects Future Prospects for Food and Feed Security".

Dinner Salad Belalang di Konferensi Insect to Feed The world I. Photo: koleksi pribadi
Dinner Salad Belalang di Konferensi Insect to Feed The world I. Photo: koleksi pribadi
Konferensi dunia pertama serangga yaitu The International Conference "Insects to feed the World on Potential of insects as human food and animal feed in assuring food security juga telah dilaksanakan pada tanggal 14-17 Mei 2014 di Ede-Wageningen, Belanda.

Konferensi ini diselenggarakan secara rutin per dua tahun dan dihadiri seluruh ilmuwan dunia pemerhati serangga  dengan bidang kajian serangga sebagai pangan, pakan dan juga sebagai sumber energi terbarukan.

Memasukan serangga dengan kuliner modern. Photo:www.npr.org
Memasukan serangga dengan kuliner modern. Photo:www.npr.org
Telur serangga. Photo : .foodandwine.com
Telur serangga. Photo : .foodandwine.com
Ramen serangga. Photo: .foodandwine.com
Ramen serangga. Photo: .foodandwine.com
Queso de rancho. Sumber: .foodandwine.com
Queso de rancho. Sumber: .foodandwine.com
Salad semut hitam. Photo : foodandwine.com
Salad semut hitam. Photo : foodandwine.com
Burker jangkrik dan belalang. Photo: foodandwine.com
Burker jangkrik dan belalang. Photo: foodandwine.com
Botok Laron. Photo: masipoeng.wordpress.com
Botok Laron. Photo: masipoeng.wordpress.com

Saat ini pengembangan serangga di dunia termasuk Indonesia sangat pesat. Paling tidak ada sekitar 1900 spesies serangga yang dapat dimanfaatkan sebagai pangan (Van Huis et al. 2013).

Gencarnya promosi pengembangan serangga sebagai sumber pangan dunia  dan sebagai sumber protein masa depan, menjadikan tantangan tersendiri bagi umat muslim karena adanya  keraguan terkait  kehalalannya.

Di dalam Al Qur'an hanya ada beberapa ayat yang menyinggung hal ini, diantaranya adalah yang terkait dengan belalang dan lebah.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan lembaga independen yang mewadahi para ulama, zuama, dan cendekiawan Islam yang tugasnya membimbing, membina, dan mengayomi umat Islam di Indonesia.

MUI bertanggungjawab dalam memastikan bahwa pangan yang dikonsumsi adalah ASUH (aman sehat utuh dan halal) dan  menjawab keresahan umat muslim Indonesia dengan berbagai fatwa terkait  status halal bahan pangan asal serangga.

Hal yang sangat penting untuk diketahui dalam mengkonsumsi makanan adalah Halal berarti dibolehkan menurut Syariah Islam dan tidak dilarang oleh agama dalam memakannya.

Dasar penetapan fatwa ini adalah Al Qur'an, dan Al Hadist, serta Pendapat Ulama, Analisis Figh, Pendapat Ahli bidang yang dimaksud maupun ruang lingkup/ketentuan umum dari definisi bidang yang dimaksud.

Beberapa fatwa serangga telah dikeluarkan secara khusus untuk jenis tertentu namun ada juga yang secara umum berdasarkan kaidah umum kemanfaatan dan kemaslahatan.

Sebagai contoh ulat jerman (Zophobas morio) atau jenis lain yang masih dalam satu keluarga yaitu ulat tepung (Tenebrio molitor), tidak secara khusus difatwakan. Namun penentuan status halalnya mengacu pada manfaat dan maslahat (kebaikan) serta tentu saja tidak membahayakan (baca selengkapnya di sini)

Jenis serangga yang secara khusus dikaji status halalnya sebagai pakan, pangan dan obat adalah jangkrik, produk lebah, serta serangga cochineal (serangga yang hidup di kaktus). Fatwa untuk jenis serangga di atas tertuang dalam Kumpulan Fatwa MUI tahun 2014 dan 2019.

Jenis lain yang juga sedang berkembang pesat adalah lalat tentara hitam (black soldier fly-BSF). BSF masuk kategori hasyarat yaitu haram untuk dikonsumsi. Namun membudidayakannya untuk diambil manfaat selain konsumsi hukumnya boleh (mubah). Misalnya sebagai pakan ternak. Hal ini tertuang dalam Fatwa MUI No.24 tahun 2019.

Tidak pelak lagi serangga sebagai pangan dan sumber protein masa depan akan segera terjadi. Mungkin saat ini sebagian dari kita masih belum mau mengkonsumsinya,  namun seiring dengan berjalannya waktu dan semakin berkembangnya teknologi budidaya dan pengolahan produk serangga kita tentunya akan terbiasa mengkonsumsinya.

Jadi jangan khawatir  makan serangga ya karena status kehalalannya  sudah dijelaskan dengan terang dan jelas di fatwa MUI.

Ayo makan serangga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun