Mohon tunggu...
Ineke Zandroto
Ineke Zandroto Mohon Tunggu... Dokter - Ibu Pembelajar

Menulis Nurani

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kerudung untuk Anakku

22 Juli 2021   11:38 Diperbarui: 22 Juli 2021   11:41 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Bun...aku boleh gak pakai kerudung bunda?" gadis kecilku yang sejak kecil sudah terbiasa menutup auratnya bertanya. Ia sekarang berusia 8 tahun.

"Boleh... Tapi kerudung bunda banyaknya yang pakai peniti loh. Mbak bisa pakainya?" Tanyaku ragu. Karena selama ini ia memakai kerudung kaos instan, baik ke sekolah ataupun bepergian.

"Nanti ajarin sama bunda ya..."

"Ooh...baiklah.." hm..gadisku, apa kamu sudah ingin tampil beda?

Kemudian aku memperlihatkan tutorial memakai kerudung segiempat yang paling sederhana. Kerudung segiempat pertamanya sukses kupasang di wajahnya. Cantik. Ia kemudian pergi ke sekolah.

Keesokan harinya ia masih meminta pertolonganku untuk memakaikan kerudungnya. Ups. Ia menjerit. Peniti rupanya menyenggol kulit lehernya. Aku minta maaf, cerobohnya aku!

Hari ketiga ia masih meminta dipasangkan. Aku mengajarkannya agar ia mulai menggunakannya sendiri, agar lebih mandiri dan lebih bisa merasakan kalau peniti nyelonong ke kulitnya. Tapi ia belum percaya diri. Malah hari ini ia ketakutan saat aku memasangkan peniti di bawah dagunya.

"Bismillahirrahmaanirrahiim...semoga gak kena.." katanya sambil menutup matanya. Aku hanya tersenyum. Kasihan juga dia, agak trauma karena kemarin aku kurang hati-hati.

"Bun! Aku boleh gak pakai ini?" Gadisku memperlihatkan mukenanya yang sudah kekecilan dan sudah terpasang di wajahnya. Aku terkejut ia punya ide itu. Memang cantik, hampir tidak ketahuan kalau itu adalah mukena, karena kebetulan terbuat dari bahan kaos seperti kerudung kaos.

"Ooh boleh banget. Mbak mau pakai itu?"

Ia mengangguk senang. Ia berputar-putar menari.

Tiba-tiba aku teringat, kapan terakhir membelikan kerudung untuknya. Hm.. setahun lebih rasanya. Masya Allah... apa karena ia ingin dibelikan kerudung baru? Hatiku terserang ngilu. Ia tahu, jualanku sedang sepi, aku belum punya uang untuk membeli kerudung baru untuknya. Pertumbuhannya yang sedang cepat menyebabkan baju dan kerudungnya cepat sekali terasa mengecil.

Dan apakah sebenarnya kemarin-kemarin saat ia ingin menggunakan kerudungku, ia ingin memakai kerudung yang lebih besar? Ia tak tega meminta belikan yang baru kepadaku. Aku ingat saat ia berkata,"Nah..ini baru aku suka. Kerudungnya nutup sampai perut."

Astaghfirullah hal adziim...maafkan bunda ya Nak.. Bunda janji akan membelikan kerudung baru jika sudah ada rizkinya. Kuhapus air mataku. Aku tak ingin mengganggu kebahagian anak gadisku yang sedang menari dengan "kerudung barunya".

"Aku boleh pakai ini ke sekolah?" matanya masih berbinar menatapku.

" Tentu boleh sayang." Senyum kupaksakan bertarung dengan pilu di hati.

"Yeay." Ia melanjutkan putaran tariannya.

Beberapa hari ini kulihat ia mengorek-ngorek lemariku, lemarinya, dan menemukan beberapa mukena TK nya. Yess, katanya. Di lemariku ia tak banyak berhasil, karena tak menemukan apa yang ia cari. Kerudung instanku terlalu besar buatnya. Ia sudah mencobanya beberapa kali dan mematutnya di cermin. Hasilnya berserakan di kasurku. Sebahagiamu Nak. Gumamku.

Setelah ia merasa cukup mencari harta karun, ia tinggalkan kamarku. Aku lipat kerudung-kerudungku setelah dicoba-coba anak gadisku. Gawaiku bergetar. Aku baca pesan di WA. Seorang sahabatku dulu saat sekolah menanyakan alamatku. Wah mungkin ia akan berlibur ke kotaku. Kukirim alamatku segera setelah kutanya apa ia akan berlibur? Dengan senang hati akan kusambutnya jika ia berkenan mampir ke rumahku.

......

"Paket. Paket. Permisi." Teriak pak kurir dari luar pagar. Aku sedang mencuci piring. Aku bersegera mencuci tangan dan mengambil kerudung dan memakainya. Pak kurir sudah langganan ke rumahku. Sebagai pedagang online, mengirim dan dikirim paket sudah jadi hari-hariku.

"Terima kasih Pak." Sambutku sambil menerima paket dari pak kurir. Hm..cepat juga sampainya. Barang yang kupesan kemarin hari ini sudah sampai. Kubaca pengirimnya. Eh, tapi ini bukan dari suplierku. Ini dari sahabatku!

Segera aku buka paket itu. Masya Allah...kerudung kaos dan baju. Kubuka plastiknya, kulihat besarnya. Pas sekali untuk anakku. Kuhitung jumlahnya, 1, 2, 3,...10 buah! 10 buah kerudung berbagai warna lengkap. Dan 3 buah gamis katun.

Dengan tangan gemetar kuambil gawaiku. Kukirim pesan padanya. Aku sangat berterima kasih. Allah memilihnya sebagai perantara rizki anakku.

"Iya...gak papa.. semoga kepake ya. Itu kemarin ada teman jual grosiran kerudung, aku ambil buat anakku dan sekalian buat anakmu. Gamisnya juga. Anakku suka pakai gamis dari toko itu. Semoga anakmu juga suka ya.."

Sambil mengusap air mata yang tak bisa berhenti, aku jawab pesannya.

"Anakku pasti suka.....Masya Allah... Aku sangat terharu. Hanya Allah yang bisa membalas kebaikanmu. Terima kasih ya..."

Anakku yang tiba-tiba berada di sampingku, sudah menggenggam kerudung-kerudung itu seolah tak sabar bertanya padaku, apa ia akan dapat kerudung itu? Iya Nak. Tentu. Ah, ia mengira kerudung itu adalah barang daganganku.

Ia bersorak gembira. Benar-benar bahagia. Tak henti aku bersyukur. Meski jualanku sedang sepi, ternyata Allah tak kehilangan cara memberi rizkiNya pada anakku.

Aku menangis dalam.

Terima kasih Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun