Terdiri dari lebih banyak teritorial laut daripada darat maka negeri kita tercinta ini dikenal dengan negara kepulauan.
Kepulauan menyebabkan Indonesia di lewati pegunungan pasifik dan pegunungan mediterania.
Aktivnya gunung-gunung vulkanik yang berjajar dari sabang sampai merauke. Membuat Indonesia 'super subur'
Kesuburannya itu yang kemudian memancing penjajah kolonial bercokol di bumi Indonesia ini.
Kita telah 3,5 abad dijajah Belanda dengan segala macam cara memeras sumber daya alam kita dan melemahkan sumber daya manusianya.
Selama 3,5 abad kita jadi budak kolonialisme, yang mewariskan budaya feodal pada kaum bangsawan dan penguasa.
Mengkotak-kotakkan suku, ras, agama, dan budaya.
Gaya fitnah / politik adu domba itu warisan mereka, yang terkadang kita tidak menyadarinya.
Setelah penjajahan berakhir, akar budaya feodalisme masih mencengkram erat bangsa ini, kebiasaan untuk melayani penguasa begitu mendarah daging.
Mikul duwur mendem jero
Simbol-simbol kebangsawanan yang di agung-agungkan Raden, Raden Ayu, Raden Mas, Raden Panji dst.
Pendeknya kita semua terbiasa dengan budaya tersebut, yang celakanya juga dibawa dalam alam birokrasi pemerintahan.
Siapa yang paling baik melayani atasan atau penguasa dianggap paling berprestasi sehingga berhak memperoleh reward..
Reward bisa berupa kenaikan pangkat atau jabatan hingga uang yang melimpah.
Jargon ini celakanya dianggap biasa. Padahal pemerintahan dibangun dari uang pajak masyarakat atau rakyat.
Orde lama dan orde baru adalah contoh bahwa negara belum bisa bekerja maksimal untuk mensejahterakan rakyatnya.
Mereka hanya mampu memperkaya para penguasa dan antek-anteknya.
Hingga pada puncak penjajahan cultural ini adalah gerakan reformasi. Yang merupakan gerakan dengan menggunakan kekuatan rakyat atau people power.
Jaman berganti dan Indonesiapun perlahan berubah wajah.
Pemerintah yang roda perekonomiannya di gerakkan oleh rakyat harusnya juga mengikuti perubahan.
Tidak lagi JAMANnya rakyat melayani pemerintah.
Mereka pelahan mulai tahu bahwa uang yang mereka keluarkan untuk pajak, Tol, bensin, dll digunakan untuk menggerakan perekonomian.
Rakyat dengan jaman yang semakin maju dan gizi yang membaik membuat suburnya perkembang kecerdasan nalar dan daya analisis.
Kesadaran akan hak dasarnya yang harus dipenuhi pemerintah mulai menggeliat.
Kebutuhan bahwa sebenarnya rakyatlah yang harusnya dilayani oleh pemerintah.
Jargon-jargon politik yang bergerak dari bawah ke atas mulai bermunculan.
Basis-basis feodalis mulai jengah takut kehilangan taring kekuasaannya.
Tapi gerakan rakyat sulit terbendung.
Jadi siapapun nanti yang terpilih sebagai wakil rakyat di pemerintahan baik legistalif maupun eksekutif harus jadi perencana dan eksekutor yang handal dalam menyelesaikan persoalan bangsa ini.
Dimana eksekutor tersebut haruslah orang-orang yang berwawasan kedepan bukan kebelakang.
Mereka-mereka adalah visioner-visioner yang mencetuskan cita-citanya sejalan dengan perkembangan jaman.
Sudah tidak menoleh masa lalu lagi.
Orang-orang ini bergerak dari akar rumput menuju pemerintahan.
Mereka tahu
Mereka merasakan
Mereka bersentuhan
Mereka paham
Apa yang dialami rakyat juga pernah dialaminya.
Suka dukanya mengelola kehidupan jelatanya juga dirasakan semua rakyat yang terpinggirkan, miskin, atau korban PHK.
Sehingga lahirlah visi misi yang mengedepankan kepentingan rakyat. Memupuskan tonggak feodalisme berganti dengan pelayanan pemerintah terhadap rakyat.
Sudah tidak melihat lagi penguasa sebagai sentral permasalahan dan solusi, melainkan sebaliknya.
Maka jargon melayani rakyat inilah yang akan jitu mengantarkan orang-orang dr akar rumput untuk naik menggantikan tumpuk penguasa lama.
Sudah waktunya rakyat merasakan hasil keringatnya dengan menikmati pelayanan yang baik dari penguasa yang mereka gaji.
Bukan untuk kemudian menjadikan mereka boneka lagi bagi penguasa.
Karena sekali lagi bukan jamannya.
Jadi saya sangat tidak iklan iseng yang beredar di masyarakat
"Piye?...enakan jamanku tho?"
Hmm belum tentu karena jaman anda jauh berbeda dengan sekarang. Sekarang permasalahan jauh lebih kompleks dan melebar tidak cukup dengan ancaman kekerasan untuk menundukkan rakyat anda.
Mereka hanya bisa ditundukkan dengan apa yang bisa mereka rasakan.
Apa dampak dari sebuah sistem dalam visi dan misi calon pemimpinnya.
Mereka di rugikan atau di untungkan.
Maka rakyatlah sebagai negosiator kelas wahid bukan lagi penguasa.
Jadi jangan terbalik memilih karena tak seorangpun bisa mengembalikan jaman ke masa lalu, jikapun dipaksa hasilnya akan nol besar karena masa itu sudah selesai.
Dia sudah tidak compatible dengan jamannya.
Jadi lebih baik lupakan saja, cari cara untuk menjadi sesuai dengan jaman kita sekarang.
Salam jari dan jempol
Yulyani Dewi, ST.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H