Hingga pada puncak penjajahan cultural ini adalah gerakan reformasi. Yang merupakan gerakan dengan menggunakan kekuatan rakyat atau people power.
Jaman berganti dan Indonesiapun perlahan berubah wajah.
Pemerintah yang roda perekonomiannya di gerakkan oleh rakyat harusnya juga mengikuti perubahan.
Tidak lagi JAMANnya rakyat melayani pemerintah.
Mereka pelahan mulai tahu bahwa uang yang mereka keluarkan untuk pajak, Tol, bensin, dll digunakan untuk menggerakan perekonomian.
Rakyat dengan jaman yang semakin maju dan gizi yang membaik membuat suburnya perkembang kecerdasan nalar dan daya analisis.
Kesadaran akan hak dasarnya yang harus dipenuhi pemerintah mulai menggeliat.
Kebutuhan bahwa sebenarnya rakyatlah yang harusnya dilayani oleh pemerintah.
Jargon-jargon politik yang bergerak dari bawah ke atas mulai bermunculan.
Basis-basis feodalis mulai jengah takut kehilangan taring kekuasaannya.
Tapi gerakan rakyat sulit terbendung.
Jadi siapapun nanti yang terpilih sebagai wakil rakyat di pemerintahan baik legistalif maupun eksekutif harus jadi perencana dan eksekutor yang handal dalam menyelesaikan persoalan bangsa ini.
Dimana eksekutor tersebut haruslah orang-orang yang berwawasan kedepan bukan kebelakang.
Mereka-mereka adalah visioner-visioner yang mencetuskan cita-citanya sejalan dengan perkembangan jaman.
Sudah tidak menoleh masa lalu lagi.
Orang-orang ini bergerak dari akar rumput menuju pemerintahan.
Mereka tahu
Mereka merasakan
Mereka bersentuhan
Mereka paham
Apa yang dialami rakyat juga pernah dialaminya.
Suka dukanya mengelola kehidupan jelatanya juga dirasakan semua rakyat yang terpinggirkan, miskin, atau korban PHK.
Sehingga lahirlah visi misi yang mengedepankan kepentingan rakyat. Memupuskan tonggak feodalisme berganti dengan pelayanan pemerintah terhadap rakyat.
Sudah tidak melihat lagi penguasa sebagai sentral permasalahan dan solusi, melainkan sebaliknya.
Maka jargon melayani rakyat inilah yang akan jitu mengantarkan orang-orang dr akar rumput untuk naik menggantikan tumpuk penguasa lama.