Mohon tunggu...
Yulvi Hardoni
Yulvi Hardoni Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Poltekkes Kemenkes Padang

Sains dan riset keperawatan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Adiksi Game Online pada Remaja

15 Juli 2024   13:18 Diperbarui: 15 Juli 2024   13:18 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Latar belakang

Menurut Yee (2010), adiksi berarti suatu aktivitas atau penggunaan subtansi berulang, yang sulit diakhiri dan menimbulkan dampak negatif. Sedangkan menurut (Kuss & Griffiths, 2012) adiksi didefenisikan sebagai suatu perilaku yang tidak sehat dan merugikan diri sendiri yang berlangsung terus menerus dan sulit diakhiri, yang mempengaruhi keadaan fisik, psikis, sosial, dan kerusakan otak seperti pada perilaku kompulsif. Kata adiksi biasanya digunakan dalam konteks klinis dan diperluas dengan perilaku berlebihan, sehingga konsep adiksi dapat digunakan pada perilaku secara luas termasuk kecanduan teknologi informasi komunikasi yang dikenal dengan adiksi game online (Caphin, 2009).

Adiksi game online menurut Weinstein (2010) merupakan perilaku penggunaan secara berlebihan dalam bermain games online yang mengganggu kehidupan sehari hari. Young (2009) berpendapat bahwa ketidakmampuan seseorang mengontrol penggunaan dari teknologi sehingga memberikan kerugian baik secara fisik maupun psikis terhadap penggunanya merupakan konsep dari kecanduan game online di internet. Sedangkan menurut Young (1998) yang menyatakan bahwa seseorang yang kecanduan game online menghabiskan waktu selama 39 jam per minggu untuk bermain game online. Teori lain mengatakan bahwa kecanduan bermain game online dapat dilihat dari penggunaan waktu rata-rata selama 20 - 25 jam dalam seminggu (Chen, Chou & Hsiao, (Chou, Condron, & Belland 2005).

Seseorang dikatakan mengalami adiksi game online apabila memenuhi beberapa kriteria atau merasakan gejala-gejala tertentu. Kriteria adiksi game online sama dengan jenis adiksi psikologis lain, seperti adiksi internet. Menurut Chen (2011), sedikitnya ada empat aspek adiksi game online, yaitu: kompulsif atau dorongan untuk melakukan secara terus menerus (Compulsion), penarikan diri (Withdrawal), toleransi (Tolerence), serta masalah hubungan interpersonal dan kesehatan (Interpersonal and health-related problems). Sedangkan kriteria adiksi yang lain yaitu salience, tolerance, mood modification, relapse, withdrawal, conflict, dan problems, di mana anak yang yang memenuhi empat dari tujuh kriteria tersebut terindikasi adiksi (Weinstein & Ph, 2010).

Jika seseorang yang memenuhi kriteria mengalami adiksi game online maka akan mengalami perilaku adiksi termasuk adiksi game online mempunyai karakteristik tertentu yaitu selalu ingin mengulang perbuatan, walaupun mengetahui bahwa hal itu tidak berguna, merugikan diri sendiri dan berbahaya; timbul rasa kurang nyaman, cemas gelisah, marah, murung dan jengkel jika tidak bisa melakukan objek adiksi; individu menjadikan objek adiksinya sebagai pelarian saat emosi seperti marah, kecewa, sedih, gagal dan sebagainya; individu menerima adiksi sebagi bagian dalam dirinya saat gagal mencoba menghentikan adiksinya; serta adiksi akan makin parah apabila dilakukan makin lama, sering, dan lingkungan sekitarnya mendukung (Hussain, 2011;Jeong, 2011).

Penelitian yang dilakukan Septanti & Setyorini (2017) bahwa penelitiannya menggambarkan realita remaja saat mereka bermain secara online. Keasyikan yang mengarah pada adiksi membuat mereka tenggelam dalam dunia games yang menurut mereka lebih menarik dari dunia yang sesungguhnya. Sedangkan pada penelitian menunjukkan bahwa dari 71 responden terdapat 62% yang adiksi bermain game online dan sebanyak 38% responden tidak mengalami adiksi bermain game online. Maka gambaran penelitian ini sebagian besar dari responden anak usia sekolah mengalami adiksi bermain game online di warung internet penyedia game online Jatinangor Sumedang (Sanditaria, Fitri, & Mardhiyah (2012)

Menurut Petersen & Weymann (2009), prevalensi kecanduan internet dilaporkan antara 1,5% dan 8,2%, sedangkan menurut Johansson & Gtestam, (2004) prevalensi kecanduan internet ditemukan 1,98% pada penelitian yang dilakukan di Norwegia pada 3237 remaja berusia antara 12 dan 18 tahun yang menggunakan dan tidak menggunakan internet dengan menggunakan (Young's 'Diagnostic Questionnaire for Internet Addiction - YDQ). Hasil ini berbeda menurut Tsai et.al (2009) bahwa prevalensi kecanduan internet itu diamati menjadi 17,9% dalam penelitian lain yang dilakukan di Taiwan terhadap 4710 rersponden yang telah setuju untuk mengambil bagian dalam penelitian ini dengan menggunakan Chinese Internet Addiction Scale-Revisi - CIAS-R. Dan dari penelitian yang dilakukan di Korea Selatan pada tahun 2011 menunjukan bahwa 73,4% dari 384 responden dan 83,9% dari 706 siswa mengalami adiksi bermain game online (Koo et al., 2011).

Penelitian yang dilakukan Inggris oleh Kuss, Van Rooij, Shorter, Griffiths, & Van De Mheen (2013) secara online terhadap 2257 siswa, menunjukkan bahwa sebesar 3,2% dari siswa tergolong kecanduan internet. Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Sinkkonen, Puhakka, & Merilinen (2014) di Finlandia terhadap 475 responden menunjukan bahwa sebesar 24,2% penggunaan internet sangat serius atau berlebihan dengan alasan bersenang-senang.

Dampak yang terjadi terhadap remaja usia sekolah, dapat terlihat dari beberapa penelitian yang dilakukan yaitu antara lain penelitian oleh Sinkkonen et al. (2014) di Finlandia terhadap 475 responden bahwa dari analisis kualitatif yaitu banyaknya waktu untuk main game online,  menyebabkan kerusakan mental, sosial, dan fisik serta kehadiran di sekolah yang buruk. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Tone, Zhao, & Yan (2014) di India terhadap 1914 pengguna internet remaja bahwa menunjukkan hasil waktu dihabiskan sehari-hari untuk menggunakan internet, kurangnya pemberian penghargaan, dan mempengaruhi kehidupan sosial. Dampak lainnya juga terjadi masalah psikologis dan kesehatan, yaitu kelelahan, gangguan tidur, gejala depresi dan kecemasan, serta meningkatnya masalah dalam interaksi sosial (Mnnikk, Billieux, & Kriinen, 2015).

Sedangkan penelitian yang menggali lebih dalam melalui wawancara dengan gamer online game role-playing massively multiplayer online yang dilakukan oleh Hussain & Griffiths (2009) terhadap 71 partisipan dengan gamer online yang terdiri dari 52 orang laki-laki dan 19 orang perempuan dari 11 negara yang berbeda. Hasil dari penelitian ini diperoleh 6 tema utama yang muncul dari analisis transkrip wawancara yaitu (a) game online dan integrasi ke dalam kehidupan sehari-hari; (b) permasalahan bermain game online berlebihan; (c) kecanduan; (d) dampak psikososial game online; (e) disosiasi game online dan kehilangan waktu; dan (f) mengurangi perasaan negatif dan mood dengan game online. Sedangkan pada penelitian kualitatif yang lain menunjukkan hasilnya bahwa ada 9 tema utama yaitu tantangan, gaya cerita, leaderboard, penghargaan, status, tim, kemenangan, poin, dan kendala (Aldemir, Celik, & Kaplan, 2018).

Menurut data dari Desiyanti (2016), bahwa di Kota Padang terdapat 40 Sekolah Menengah Pertama Negeri dengan jumlah siswa 27.216 orang. yang secara langsung maupun tidak langsung akan mengalami dampak dari kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dampak yang perlu menjadi perhatian semua pihak yaitu dampak negatif yang salah satunya adalah adiksi game online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun