Prabu Dewata Cengkar terus melangkah mundur, mencoba untuk menahan kain yang semakin terus memanjang. Namun, semakin lama, kain tersebut semakin jauh meluas, dan tidak ada ujungnya. Akhirnya, kain itu membentang hingga mencapai tebing yang curam di tepi laut selatan, dan Prabu Dewata Cengkar tidak mampu menghentikannya.
Menyadari keanehan yang terjadi, Prabu Dewata Cengkar menjadi sangat marah. Dia baru menyadari bahwa niat sejati Aji Saka adalah mengakhiri kekuasaannya atas Kerajaan Medhang Kamulan.
Kain yang membentang tiba-tiba melilit tubuh Prabu Dewata Cengkar dengan sangat kuat hingga tubuh sang raja yang besar seakan-akan terjepit dan tidak mampu bergerak sedikit pun.
Kemudian, Aji Saka dengan kuat menarik kain tersebut. Dalam sekejap, tubuh Prabu Dewata Cengkar terlempar ke dalam laut Selatan yang bergelombang besar. Dalam sekejap pula, tubuh raksasa itu hilang, ditelan oleh ombak ganas laut Selatan.
Akibat keberanian Aji Saka dalam mengusir Prabu Dewata Cengkar, rakyat Medhang Kamulan bersorak-sorai dan merasa bahagia karena mereka akhirnya terbebas dari raja yang suka menyantap manusia. Namun, tanpa pengetahuan Aji Saka, Prabu Dewata Cengkar masih bertahan di dalam lautan. Dengan ilmu saktinya, ia berubah menjadi buaya putih dan menghilang tanpa jejak, entah kemana.
Aji Saka dinobatkan sebagai raja di Medhang Kamulan sebagai pengganti Prabu Dewata Cengkar. Ia membuktikan diri sebagai seorang raja yang baik hati dan bijaksana. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Medhang Kamulan mengalami masa kejayaan dan kemakmuran yang luar biasa.
Suatu hari, Prabu Aji Saka tiba-tiba teringat akan keris pusaka yang pernah ia titipkan kepada Sembada. Dengan penuh rasa hormat, ia meminta, "Dora, tolong ambilkan keris yang telah kusimpan pada Sembada di pegunungan Kendheng, tempat kita pernah beristirahat." Dora dengan sopan menjawab, "Baik, Prabu Aji Saka. Hamba akan melaksanakannya."
Dora akhirnya berangkat untuk menemui Sembada. Sesampainya di Gunung Kendheng, Dora dengan penuh hormat menyampaikan pesan dari Aji Saka kepada Sembada, yaitu untuk mengambil keris pusaka yang telah disimpan.
Dengan sopan, Dora bertanya kepada Sembada, "Sembada, aku diutus oleh Paduka untuk mengambil keris. Di mana keris itu berada?"
Dengan tegas, Sembada menjawab, "Ada, akan tetapi aku tidak bisa menyerahkan keris ini kepada siapapun, kecuali Prabu Aji Saka sendiri yang datang untuk mengambilnya."
Dora, dengan perasaan kesal, bertanya, "Jadi, kau tidak mempercayaiku? Aku benar-benar sudah menerima perintah langsung dari Sang Prabu!"