Nyai Sengkaren merasa haru dengan tekad Aji Saka dan akhirnya membiarkan Aji Saka melanjutkan rencananya.
Meskipun sang patih merasa tidak rela menjadikan Aji Saka sebagai santapan untuk Prabu Dewata Cengkar, ia akhirnya terpaksa mengikuti keputusan Aji Saka karena melihat ketulusan dan keberanian pemuda tersebut. Akhirnya, sang patih membawa Aji Saka menuju istana Prabu Dewata Cengkar sesuai dengan keputusan yang telah diambil.
Di dalam kerajaan, Prabu Dewata Cengkar mulai merasa cemas dan gelisah karena patihnya tak kunjung kembali. Ia merenungkan apakah persediaan warga yang biasa dijadikan santapan telah habis. Dalam kecemasannya, Prabu Dewata Cengkar pun berbicara pada dirinya sendiri, "Jika hanya ada satu orang manusia yang bisa dijadikan santapanku, aku akan segera memenuhi permintaanku."
Setelah mereka tiba di istana, Prabu Dewata Cengkar merasa senang karena patihnya telah tiba membawakan makanan. "Siapakah namamu, pemuda?" tanya sang prabu dengan antusias. "Saya dengar dari patih bahwa engkau akan menjadi santapanku hari ini."
Dengan penuh hormat, Aji Saka menjawab, "Maaf, Baginda Prabu Dewata Cengkar yang agung. Saya adalah Aji Saka. Sebelum saya menjadi santapan Baginda, izinkan saya meminta satu hal."
Dengan lapar yang tak tertahankan, Prabu Dewata Cengkar segera menjawab, "Cepat katakan, apa keinginanmu? Aku akan mewujudkannya. Aku sudah sangat lapar sekali."
Aji Saka dengan tegas menyampaikan keinginannya, "Hamba hanya mengharapkan sebidang tanah seluas kain yang hamba bawa ini, Baginda."
Prabu Dewata Cengkar agak terkejut dengan permintaan sederhana Aji Saka, dan dia berkata, "Hanya itu yang kau inginkan? Apa engkau serius? Baiklah, ambil saja jika kau mau!"
Aji Saka dengan cepat membuka kain yang dibawanya dan meminta Prabu Dewata Cengkar untuk memegang ujung kain tersebut.
Sang Prabu dengan senang hati mengikuti permintaan Aji Saka.
Namun, hal yang sangat mengejutkan terjadi saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka. Kain tersebut terus memanjang tanpa henti, melewati batas-batas kerajaan Prabu Dewata Cengkar. Kain itu membentang dari istana, melintasi perkampungan penduduk, hutan, gunung, bahkan sampai ke lembah ngarai.