Mohon tunggu...
Yulisatin Khoiriyah
Yulisatin Khoiriyah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Belum bekerja

Perempuan pecinta coklat dan pedas, yang memiliki hobi, menulis dan menyanyi. Bercita-cita menjadi vokalis hadroh dan menjadi penulis hebat yang bisa bertanggung jawab atas karyanya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertemanan di Sekolah

28 Juni 2024   09:59 Diperbarui: 28 Juni 2024   10:46 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ratu, ..., Lifah, ...." Naima menyebutkan sembari sesegukkan, "Mirna ...," sambung Naima. Namun, terpotong karena dia yang kembali menangis.

 Mirna tidak salah, maksudku Mirna juga sama di bully dan di perlakukan kayak aku, batin Naima yang melihat Mirna di suruh ikut maju.

Namun, nyatanya suara itu hanya terendam di tenggorokan. Dan semua nama yang disebut oleh Naima disuruh maju ke depan. Mereka di hukum berdiri bersampingan sembari mencubit lengan teman di sebelahnya. Mirna yang tidak salah jadi ikut di hukum karena ucapan bodoh Naima yang terpotong. Setelah hukuman itu selesai guru baru itu pergi. Dan yaah, Naima semakin di benci oleh mereka. Karena Naimalah mereka menjadi di hukum dan lengannya menjadi sakit. Mereka menyalahkan Naima atas kesalahan yang telah diperbuat sendiri, dan mereka juga menyudutkan Naima telah membuat Mirna yang tidak bersalah menjadi di hukum. Satu kelas menyalahkan Naima yang semakin membuatnya ketakutan dan tertekan sendiri.

Karena kesalah pahaman itu, Mirna sangat membenci Naima, Naima sendiri ingin menjelaskan dan meminta maaf tapi dia takut. Karena mereka semua menyalah dirinya. Dan setelah kejadian itu, Naima semakin di bully dan di tekan habis oleh mereka. Dan itu berlalu hingga mereka keluar dari sekolah dasar.

Setelah sekian lama, Naima tetap selalu teringat akan kejadian itu dengan ketakutan-ketakutan yang pernah di alami, hingga pikiran Naima tertuju ingin balas dendam kepada mereka yang telah menyakiti. Ketika teringat, Naima sangat membenci akan hal ini, benci pada dirinya sendiri karena tidak berani melawan, benci akan semua hal yang berkaitan. Namun, lambat laun Naima semakin beranjak dewasa pikirannya semakin terbuka. Dendam yang sangat besar itu perlahan sirna begitu saja. Ia teringat, mereka juga salah satu menjadi kebahagiaannya. Kenangan yang di berikan terlalu banyak, mereka itu seperti racun sekaligus penawar.

Adanya dendam itu melatih kesabaran, kekuatan, dan keikhlasan dalam diri. Jadikanlah dendam sebagai pengajaran hidup menjadi lebih baik. Karena membalas perbuatan buruk tidak ada gunanya, semua akan sia-sia. Yang ada kita menjadi serupa jahatnya dengan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun