Manusia memiliki tiga kebutuhan primer dalam hidup yaitu sandang, pangan, dan papan. Pertama, sandang artinya keperluan yang berkaitan dengan bahan pakaian sehari-hari. Kedua, pangan berarti segala keperluan yang berkaitan dengan pemenuhan bahan makanan. Ketiga, papan yaitu segala keperluan yang berhubungan dengan tempat tinggal. Sebagian besar orang mungkin sudah bisa memenuhi kebutuhan sandang dan pangan secara layak dalam versi masing-masing.Â
Adapun kebutuhan akan papan atau tempat tinggal, belum semua orang bisa dengan mudah mewujudkan keinginan tersebut. Mengapa demikian? Sebagaimana kita tahu, harga rumah selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Saat ini harga rumah sederhana di bilangan Depok pun sudah diatas 300 juta-an. Belum punya DP minimal 30 % dari harga rumah? siap-siap gigit jari. Tahan keinginan untuk memiliki rumah. Tetap setia menjadi "kontraktor" gitu?menurut saya kita harus berusaha sekuat tenaga mewujudkan keinginan punya rumah sendiri. Ya mohon bersabar jika memang masih perlu mengontrak.
Rabu, 04 Oktober 2017. Saya berbincang-bincang mengenai rumah dengan dua teman kerja. Berikut ini akan saya bagikan cerita tentang mereka dalam memiliki rumah. Kedua teman saya sepakat bahwa membeli rumah dengan sistem KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) lebih memungkinkan ketimbang dengan cara cash.Â
Maklumlah untuk karyawan yang sudah berkeluarga dan memiliki dua anak, kebutuhan lainnya pun sudah sangat menguras kantong. KPR bisa menjadi solusi untuk keluarga muda, dari pada terus-terusan mengontrak rumah yang lama-lama naik juga sewanya, mending uang sewa bulanannya dipakai untuk mencicil rumah toh? Tetapi ada hal yang mengganjal saya. Akhirnya saya bertanya kepada mereka.
"Bukankah KPR itu haram ya?" tanya saya.
"Kalau menurut Islam, yang diharamkan adalah ribanya. sedangkan di Indonesia khususnya bank-bank konvensional menerapkan sistem KPR dengan adanya penambahan pengembalian cicilan pinjamannya, dan tambahannya itulah yang dikatakan riba. Riba sudah jelas-jelas haram hukumnya. Makanya pilih KPR syariah yang tidak pakai bunga" jawab teman saya.
Kemudian obrolan makin dalam mengenai perjuangan punya rumah. Teman perempuan saya ini bertutur bahwa dia butuh waktu dua tahun sampai menemukan rumah yang cocok. Ya, ibarat jodoh saja, membeli rumah juga seperti itu, cocok-cocokan. Cocok lokasi namun tak cocok harganya (alias tak sesuai budget). Cocok harganya tak cocok dengan lingkungannya, mungkin lingkungan rentan banjir. Ya begitulah, menurut teman saya butuh kesabaran.
Dia kemudian mencari di internet pada situs jual beli rumah, akhirnya dapat juga rumah yang diinginkan. Rumah yang di iklankan berlokasi di Citayam, Depok. Rumahnya rumah kavling di "kampung" bukan rumah cluster atau komplek yang dikelola developer.
"Kalau kamu mau cari rumah, mending cari rumah "kampung" Yul!" katanya pada saya.
" Ooo...gitu ya." Saya manggut-manggut.
" Iya, karena harganya relatif lebih rendah dibanding dari developer."