Mohon tunggu...
Yulinda
Yulinda Mohon Tunggu... Lainnya - Wirausaha

Seorang Mahasiswa ITB ahmad Dahlan ,wirausaha dibidang kuliner

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rusaknya Nilai Keislaman di Acara Pernikahan Abad Modern

28 Mei 2022   21:30 Diperbarui: 28 Mei 2022   21:32 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Rusaknya Nilai - Nilai Keislaman Di Acara Pernikahan Abad Modern

Tujuan menikah dalam Islam yang paling utama adalah menjalankan perintah Allah subhanahu wataalah.

Ini sesuai dengan ayat Al Qur'an yang berbunyi:

"Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. An-Nur Ayat 32).

Selain menjalankan perintah Allah menikah juga menyempurnakan separuh ibadah, seseorang yang menikah dianggap telah menyempurnakan ibadahnya. Menikah diibaratkan sebagai separuh ibadah. Ini sesuai dengan hadis yang berbunyi:

"Barangsiapa menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh ibadahnya (agamanya). Dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT dalam memelihara yang sebagian sisanya." (HR. Thabrani dan Hakim).

Menikah juga memiliki tujuan agar memperoleh ketenangan hati. Ini sesuai dengan ayat Al Qur'an yang berbunyi:

"Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia ciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang." (QS al-Rum [30]: 21).

Akan tetapi dipedesaan maupun diperkotaan pada abad modern ini banyak sekali hal-hal yang dirasa tidak sesuai dengan tuntunan aqidah dan nilai nilai keislaman pada acara-acara pernikahan, antara lain:

Fenomena I. Hilangnya Nilai Nilai Keagamaan (Aqidah)

Biasanya di wilayah tertentu pada acara resepsi pernikahan di pagi hari diisi dengan kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti pembacaan kitab suci al-Qur’an, tahlilan, marzanzi dan nazom kemudian ditutup dengan doa bersama untuk kedua mampelai, akan tetapi di siang hari mejelang sore diisi dengan pertunjukan musik dengan dentuman pengeras suara yang sangat mengelegar, serta di iringi dengan biduan dengan goyangan yang dirasa tidak pantas untuk sebuah acara keagamaan seperti pernikahan, tidak cukup sampai disitu tamu tamu undangan juga ikut berjoget ria dan memberikan saweran untuk menyemangati penyanyi yang lagi bernyanyi. Nauzzubillah.

Dengan kegiatan seperti itu maka hilanglah nilai-nilai spiritual (keagamaan) pada acara resepsi tersebut, dan Allah mencabut seluruh keberkahan pada acara pernikahan itu, selain itu seluruh kegiatan keagamaan di pagi hari menjelang siang akan sia-sia belaka, Wallahu a’lam

Sudah seharusnya kita selaku pelaksana acara (tuan rumah) ikut membatasi kegiatan kegiatan music yang berlebihan, apalagi sampai kegiatan tersebut cenderung memunculkan kegiatan maksiat.

Fenomena II. Adab yang salah (Akhlak)

Honor ustadz-ustadz dan qori’ pada acara pernikahan sangat murah bahkan gratis akan tetapi tuan rumah rela membayar jutaan bahkan puluhan juta untuk acara hiburan musik dan lain lain.

Fenomena ini sudah menjadi rahasia umum dan sangat tidak masuk akal, bagaimana tidak sang guru, ustadz dan qori’ yang merupakan orang orang yang sangat penting dalam berlangsungnya acara pernikahan artinya kalau mereka tidak hadir maka tidak sempurnalah acara tersebut hanya dibayar dengan ucapan terima kasih sedangkan seorang vocalis atau group musik memasang tarif mahal bahkan tidak akan datang kalau belum deal mengenai harga. Subhanallah

Bagaimana kita bisa mengecilkan simbol-simbol agama yang sudah jelas membawa kita kepada kebaikan dan memuliakan orang/kegiatan yang bakal membawa kita kepada kemungkaran.

Fenomena III. Bergesernya pemaknaan dari ikatan pernikahan.

Uang hantaran pernikahan, sering sekali kita temukan pada setiap acara penyerahan uang hantaran ketika sebelum menikah dengan khas seloko dan adu pantunnya berbunyi “kalau pihak laki laki yang membatalkan pernikahan maka uang tersebut hangus dan apabila pihak wanita yang membatalkan maka harus membayar dua kali lipat” perlu kita kaji lebih dalam bahwa adat bersandi sara’ dan sara’ bersandi kitabullah maka kembalikanlah niat dari sebuah pernikahan tersebut untuk menyatukan kedua mampelai dengan izin Allah.

Kalau lah yang berlaku seperti ucapan di atas maka sebuah penikahan tersebut tidak obahnya seperti jual beli, atau sebuah kausal akad perjanjian dalam bisnis. Wallahua’lam

Dari sedikit phenomena tersebut penulis melihat bahwa aqidah kita sudah mulai terkikis dan akhlak kita sudah sangat ditingalkan, kepada Allah kita berlindung dan kepada Allah kita memohon ampun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun