Mohon tunggu...
Yulika Anastasia
Yulika Anastasia Mohon Tunggu... Karyawan -

Pekerja LSM yang hobinya travelling, fotografi, sinematografi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemerintahan Kampung Adat adalah Ujian Bagi Ondoafi Masa Kini

17 September 2015   08:00 Diperbarui: 17 September 2015   08:05 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ondoafi, memiliki peranan yang besar dalam menentukan arah pembangunan kampungnya masing – masing. Tentu Ondoafi tidaklah sendiri, ia duduk bersama para tua – tua adat menentukan siapa yang akan menjadi Kepala Kampung Adat, dan bersama masyarakatnya menentukan arah pembangunan kampungnya. Dalam konteks Program Pemberdayaan Masyarakat Kampung, disinilah Ujian bagi kepemimpinan seorang Ondoafi, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sebuah Kampung, muncul dengan Label Kampung Adat, tentu bukanlah pekerjaan yang mudah. Ia harus mampu tampil dengan ciri khasnya, dan harus mampu hidup di atas kearifan lokal yang dimilikinya. Dengan brand baru sebagai “kampung adat”, tentu saja sebuah kampung harus tampil berbeda dengan kampung lainnya, yakni kampung dinas. Apa yang menjadi titik pembeda antara kampung adat dan kampung dinas? Sekali lagi, Ondoafi bersama Kepala Kampung Adat, Tua – tua Adat, beserta masyarakat adat, duduk bersama dalam para – para adat, untuk memikirkan dan membahas arah pembangunan kampung yang telah berlabel “kampung adat’ tersebut.

Perlu menjadi kesadaran bersama, Esensi dari Pemberdayaan adalah Kemandirian! Indikatornya, adalah Pendapatan Asli Kampung (PAK). Asumsinya, semakin tinggi PAK, maka hasil PAK tersebut merupakan otonomi kampung. Jika memiliki PAK yang tinggi, Pemerintah Kampung tidak selalu mengharapkan gelontoran dana dari hirarki pemerintahan di atasnya. PAK dapat digunakan sebagai sumber dana untuk menjalankan program-program lainnya demi kesejahteraan masyarakat kampung tersebut.

Dalam Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kampung (RPJMK) 2013 – 2017, hampir semua kampung di Kabupaten Jayapura lebih mementingkan pembangunan infrastruktur atau sarana-prasarana fisik saja. Perencanaan untuk PAK, nyaris tidak terlihat, padahal Pemerintah baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten, menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk setiap kampung. Total dana yang diterima masing – masing kampung tersebut, setiap tahunnya hampir satu milyar rupiah per kampung bahkan lebih untuk kampung – kampung yang berada di lokasi yang sulit terjangkau. Patut dipikirkan bersama, dengan dana yang cukup besar diterima oleh kampung setiap tahunnya, bagaimana kampung menjadi lebih produktif dan kreatif mengelola dana tersebut.

Undang – undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Bab X pasal 87 – 90 memuat klausul tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMD). Menjadi hal yang baik bagi setiap kampung yang ada di Kabupaten Jayapura, khususnya Kampung Adat, untuk lebih serius memikirkan hal tersebut. Kita bisa belajar dari kisah sukses pengelolaan desa adat yang ada di Bali, dan beberapa kampung yang ada di Jogja bagaimana mereka menghidupi kampungnya dengan coraknya yang khas. Sebut saja desa-desa yang ada di Kecamatan Turi, Berbah, Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, mereka sukses menjadi Desa Mandiri, Manajemen Budaya Berbasis Ekonomi Kreatif dengan konsep Pertanian Terpadu, Peternakan Terpadu, Industri Kreatif dan Kepemimpinan Kreatifnya. Kisah sukses mereka dapat dibaca pada website http://www.desawisatakembangarum.com/

Nah, menjadi sebuah tantangan, khususnya bagi kampung yang baru saja mendapatkan label sebagai kampung adat; bagaimana kedepan mereka mengelola dana pemberdayaan kampungnya? Apakah dengan semua potensi yang dimilikinya, kampung adat mampu mengelola sumber daya alamnya sesuai dengan kearifan lokalnya, sehingga ia menjadi kampung yang mandiri dengan tetap mempertahankan corak khasnya.

Jika di masa lalu Ondoafi dengan kekuasaan yang dimilliki meliputi tanah ulayat, sumber daya alam dan rakyat mampu menghidupi dan mensejahterakan masyarakatnya, PR bagi “Ondoafi masa kini” bukan hanya tentang alam, namun juga bagaimana menghadapi tantangan jaman dalam era globalisasi ini. Bersinergi dengan Pemerintahan Tiga Tungku (Pemerintah, Adat dan Agama), seperti yang selama ini dijalankan, adalah hal yang baik dilakukan. Namun, dengan label baru sebagai “kampung adat”, diharapkan pembangunan kampung semakin fokus dan terarah, dengan memperhatikan nilai – nilai kearifan lokal yang dimilikinya.

 

Yulika Anastasia

Institut Kampung Membangun

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun