Mohon tunggu...
Yuli D A
Yuli D A Mohon Tunggu... Lainnya - Hanya Aku

Diam tanpa Ekspresi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Janji

26 Agustus 2022   08:00 Diperbarui: 21 September 2022   18:16 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan tokoh maupun tempat, tidak ada unsur kesengajaan. Cerita ini hanya dibuat sebagai hiburan semata, dimohon bijak dalam menyikapinya.

“Bram. ada apa dengan kamu, ayo bangun!” Zilong mengguncang-guncang tubuh Bram yang tergeletak penuh luka.

“Lee, cepat kemari. Bram sudah ketemu!” teriak Zilong.

Mendengar panggilan Zilong, Lee segera mengajak rombongan lainnya mendekat ke lokasi dimana Zilong berjongkok. Mereka berenam mengelilingi tubuh Bram yang tergeletak di tanah berbatu. Tampak jelas kengerian di mata mereka, saat melihat sosok yang berada di samping Bram, dengan posisi tangan mencengkeram jemari kiri Bram. Sosok tubuh wanita yang telah menjadi kerangka berbalut gaun usang, yang tidak utuh lagi. Di jari manis mereka,melingkar sepasang cincin yang sama.

Desti, tunangan Bram bersimpuh lemas menyadari kekasihnya sudah tak bernyawa lagi. Butiran kristal meluncur dari kedua matanya, tak percaya tapi kenyataan berkata lain. Lelaki yang beberapa bulan lagi akan menikahinya, terbujur kaku dengan tubuh penuh luka cabikan. Cika dan Iris berusaha menguatkan sahabat karibnya dengan memeluk dan menepuk punggungnya. 

“Matipun, masih saja menjadi pengganggu.” Desis Desti dengan sorot mata tajam kearah kerangka mayat yang ada disamping Bram.

Zilong berdiri mendekati Lee dan berbisik lirih “Apa maksud Desti?” Lee menggeleng.

Delapan jam sebelumnya…

Malam itu Bram berjalan sendiri melewati jalan setapak berbatu yang membelah hutan Zoba, Dia yakin rombongan pasti melewatinya, karena hanya jalan itu jalan pintas menuju puncak Zoba. Seandainya dia tidak ketiduran saat istirahat tadi, mungkin dia tidak akan tertinggal. Beberapa kali umpatan terlontar dari bibir tipisnya ketika tersandung bebatuan yang menghalangi jalannya. 

Pohon-pohon yang tegak dan kokoh bak monster yang mengawasi setiap gerak-geriknya. Dahan-dahan yang bergoyang diterpa angin malam, seperti tangan-tangan iblis yang berusaha menggapai tubuh gempal yang berbalut jaket army tebal. Suara binatang hutan bersahut-sahutan menambah detak jantungnya melaju semakin  kencang. 

Awan hitam mulai datang menghalangi cahaya rembulan yang sedari tadi menerangi jalannya, yang tersisa hanya sorot lampu senter menemaninya melewati jalanan yang semakin mendaki dan menyempit. Tetesan darah segar keluar dari punggung tangannya yang tergores semak berduri sepanjang jalan. Rasa perih tidak dihiraukan, yang dia pikirkan hanya ingin segera menemukan rombongan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun