Miris, belakangan ini negeri kita terus digoncang pelbagai problema terkait nasib para TKI khususnya kaum perempuan. Setelah ramai pemberitaan tentang pengantin pesanan para perempuan asal indonesia di negeri Cina. Perdagangan manusia atau Human Trafficking telah menjadi masalah akut di negeri ini, dan hal tersebut ternyata telah menjadi masalah lama yang melanda kaum migran.
Menurut data yang dihimpun dari IOM (International Organization for Migration), tercatat sepanjang tahun 2005 sampai 2017 ada sebanyak 8.876 korban trafficking.
Adapun Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat memasuki awal tahun 2018 ada sebanyak 32 kasus  perdagangan manusia dan eksploitasi yang dialami oleh anak-anak (mayoritas anak perempuan) di Indonesia. (OkeZone.com)
Bak bola salju yang menggelinding, masalah perdagangan anak dan perempuan yang menjadi kasus terbanyak dari human trafficking ini semakin tahun malah semakin mengkhawatirkan nasib kaum perempuan (dan anak perempuan). Bagaimana tidak? Tahun 2019, kasus perdagangan manusia dengan bermacam modus menjadi berita yang tak biasa.
Salah satunya adalah yang terjadi di Situbondo, Jawa Timur beberapa hari lalu. Dimana Personel Satuan Reserse Kriminal Polres Situbondo telah mengamankan 12 perempuan, 10 di antaranya berasal dari Bandung Jawa Barat yang diduga menjadi korban perdagangan manusia. Belasan perempuan itu diduga akan dijadikan pekerja seks komersial (PSK) di eks lokalisasi Gunung Sampan di Desa Kotakan, Kota Situbondo, Jawa Timur. (REPUBLIKA.COM)
Hal ini jelas bukan hanya masalah kaum migran saja, namun human trafficking yang lebih tepatnya telah menjadi women trafficking juga menjadi masalah genting kaum perempuan di dalam negeri.
Dan tidak hanya sekedar faktor perkembangan era digitalisasi saja yang menjadi penyebab semakin tingginya kasus perdagangan manusia. Ada faktor dominan substansial yang menjadi akar masalah perdagangan perempuan-perempuan, baik yang ke luar negeri maupun yang ada di dalam negeri.
Semakin tipisnya ketaqwaan individu manusia dan bungkamnya masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap lingkungan sekitar juga telah berkontribusi efektif bagi semakin langgengnya kejahatan di tengah-tengah mereka.
Hal ini terjadi, karena cara pandang individu dan masyarakat yang ada saat ini adalah cara pandang yang sekuler kapitalistik individualistik. Di mana, ketaqwaan begitu mahal untuk didapat karena menganggap kehidupan ini tak ada kaitannya dengan syari'at Agama, halal haram tak jadi standart bagi perbuatan mereka.
Ditambah karakter kapitalistik individualistik masyarakat yang memunculkan sikap cuek jika tak ada manfaat materi (keuntungan) yang diperoleh ketika melakukan pencegahan terjadinya kemaksiatan/kejahatan di sekitar mereka.Â
Dan yang paling bertanggungjawab dan menjadi faktor paling berpengaruh atas tingginya kasus trafficking ini adalah keberadaan negara yang hanya menjadi penyuluh dan rekapitulasi data. Jelas, hal ini takkan mampu memutus mata rantai masalah yang dialami kaum perempuan di negeri ini.
Terlebih, negara kita hanya menjadi fasilitator bagi pesatnya digitalisasi yang ada tanpa menyiapkan mental rakyatnya termasuk kaum perempuan dengan mental taqwa dengan menjadikan syari'at Allah sebagai panduan hidup mereka. selain itu, hanya negaralah yang memiliki fungsi hukum untuk menindak tegas orang-orang/sindikat yang telah melakukan tindak kejahatan human trafficking ini.
Betapa besar peran negara dalam melindungi rakyatnya, termasuk kaum perempuan. Karena itu, kita butuh sebuah sistem yang mampu memuliakan perempuan untuk diterapkan di negeri ini. Dan Islam adalah satu-satunya sistem yang terbukti mempu melindungi dan memuliakan manusia khususnya kaum perempuan.
Cukuplah bagi kita, kisah kepala negara bernama Al Mu'tasim yang gagah berani melindungi kehormatan seorang budak wanita muslimah yang diganggu oleh orang Romawi  (837 M). Ketika mendengar teriakan budak wanita muslimah tersebut, Khalifah Al Mu'tasim pun mengerahkan beribu-ribu pasukannya untuk menaklukan Ammuriyah. Dan ini menjadi kisah kepemimpinan heroik yang sangat fenomenal demi menjaga dan melindungi kehormatan seorang perempuan. Wallaahua'lam.
Oleh : Yulida Hasanah
(Revowriter Jember, Jawa Timur)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H