Menurut  McKay, pada dekade 1560 dan 1648 merupakan penurunan status perempuan di masyarakat Eropa. Reformasi yang dilakukan para pembaharu gereja tidak banyak membantu nasib perempuan.  Studi-studi spiritual kemudian dilakukan  untuk memperbaharui konsep  Saint Paul's tentang perempuan, yaitu perempuan dianggap sebagai sumber dosa dan merupakan makhluk kelas dua di dunia ini.
Walaupun beberapa  pendapat pribadi dan hukum publik yang berhubungan degan status perempuan di barat cukup bervariasi, tetapi terdapat bukti-bukti kuat yang mengindikasikan bahwa perempuan telah dianggap sebagai makhluk inferior.  Sebagian besar perempuan diperlakukan sebagai anak kecil-dewasa yang bisa digoda atau dianggap sangat tidak rasional. Bahkan pada tahun 1595, seorang profesor dari Wittenberg University melakukan perdebatan  serius mengenai apakah perempuan itu  manusia atau bukan. Pelacuran merebak dan dilegalkan oleh negara. Perempuan menikah di abad pertengahan juga tidak memiliki hak untuk bercerai dari suaminya dengan alasan apapun.Â
Ide "kebebasan" atas nama emansipasi perempuan telah membuat perempuan barat mengingkari kodrat mereka sebagai perempuan  Melihat problematika sosial yang melanda masyarakat Barat saat ini, terutama kaum perempuannya, sungguh naif jika masih ada saja orang-orang yang menganggap bahwa feminisme  dapat memberikan solusi bagi  permasalahan perempuan di dunia Islam. Kita sepatutnya merasa iba kepada Barat karena tanpa sadar mereka telah menjadi korban ideologi  yang merusak tatanan sosial kemasyarakatan dan mencabut nilai-nilai religius dari peradaban mereka.
Sebab, sungguh sangat jauh berbeda perlakuan Syari'at Islam terhadap kaum perempuan. Syari'at Islam kaffah yang dijadikan sebagai aturan kehidupan yang mencakup didalamnya aturan terhadap kaum perempuan, telah terbukti bahwa Islam sangatlah memuliakan perempuan baik sebagai anak, ibu, istri dan sebagai bagian dari masyarakat.
Saat menjadi anak, kelahiran anak wanita merupakan sebuah kenikmatan agung, Islam memerintahkan untuk mendidiknya dan akan memberikan balasan yang besar sebagaimana dalam hadits riwayat `Uqbah bin 'Amir bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
"Barangsiapa yang mempunyai tiga orang anak wanita lalu bersabar menghadapi mereka dan memberi mereka pakaian dari hasil usahanya maka mereka akan menjadi penolong baginya dari neraka." (HR. Ibnu Majah: 3669, Bukhori dalam "Adabul Mufrod": 76, dan Ahmad: 4/154 dengan sanad shahih, lihat "Ash-Shahihah: 294).
Ketika menjadi seorang ibu, seorang anak diwajibkan untuk berbakti kepadanya, berbuat baik kepadanya, dan dilarang menyakitinya. Bahkan perintah berbuat baik kepada ibu disebutkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam  sebanyak tiga kali baru kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam sebutkan perintah untuk berbuat baik kepada ayah. Dari Abu Hurairah berkata,
"Datang seseorang kepada Rasulullah lalu bertanya, 'Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak untuk menerima perbuatan baik dari saya?' Rasulullah menjawab, 'Ibumu,' dia bertanya lagi, 'Lalu siapa?' Rasulullah menjawab, 'Ibumu,' dia bertanya lagi, 'Lalu siapa?' Rasulullah kembali menjawab, 'Ibumu,' lalu dia bertanya lagi, 'Lalu siapa?' Rasulullah menjawab, 'Bapakmu.'" (HR. Bukhori: 5971, Muslim: 2548)
Begitu pun ketika menjadi seorang istri, Islam begitu memperhatikan hak-hak wanita sebagaimana disebutkan dalam surat An-Nisa' ayat 19 yang artinya:
"...Dan pergaulilah mereka (para istri) dengan cara yang baik..."
Dan saat wanita menjadi kerabat atau orang lain pun Islam tetap memerintahkan untuk mengagungkan dan menghormatinya. Banyaknya pembahasan tentang wanita di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah menunjukkan kemuliaan mereka.