Oleh : Yulida hasanah
(Pemerhati Masalah Keluarga)
Baru-baru ini tersebar berita di negara Pakistan terkait sikap pemboikotan sebuah perusahaan detergen oleh kaum konservatif Pakistan dikarenakan adanya emansipasi terhadap kaum perempuan dalam iklan teranyarnya. Perusahaan yang dimiliki oleh AS Proctor dan Gamble tersebut melalui iklannya telah menyerukan kepada perempuan agar membebaskan diri dari norma-norma konservatif dan diseru untuk bisa mengejar karir masing-masing.Â
Sebuah iklan yang berjudul "Wash the Label" yang berarti 'tinggalkan statusmu' menampilkan sejumlah perempuan yang mewakili berbagai profesi, termasuk wartawan dan doktor. Dalam iklan tersebut terlihat mereka menggeser seprai kotor pada tali jemuran ke samping. Seprai-seprai itu bertuliskan ungkapan umum yang menyudutkan perempuan, seperti pertanyaan-pertanyaan berupa 'apa yang akan orang katakan?' yang seringkali diungkapkan ketika perempuan berusaha membebaskan diri. Iklan tersebut berakhir dengan kapten  tim nasional Cricket perempuan Pakistan, Bismah Maroof, mengatakan 'Tetaplah berdiam di rumah...ini bukan hanya kalimat, tetapi noda.'
Kontroversi seputar emansipasi perempuan di dalam iklan detergen merek Ariel bukan kali pertama terjadi. Aplikasi seperti Gojek bernama Careem misalnya juga pernah menyiarkan iklan bertemakan pengantin perempuan melarikan diri, "jika kamu ingin terbebas dari pernikahanmu, pesanlah layanan Careem."
Selain itu, penyedia layanan seluler Q Mobile juga membuat iklan yang mengandung emansipasi, yaitu tentang seorang perempuan pemain Cricket perempuan melawan perintah ayah demi menjemput impian menjadi atlit profesional.
Kejadian di Pakistan di atas telah membentuk opini bahwa emansipasi dilakukan demi memerdekakan kaum perempuan dari sistem aturan yang mereka sebut dengan konservatif alias kolot dan terbelakang. Terlebih, dunia tahu bahwa Pakistan menyatakan dirinya sebagai Republik Islam Pakistan. Dan menganggap kebijakan Pakistan terhadap kaum perempuan itu adalah wujud dari bagaimana sistem Islam memerlakukan kaum hawa.Â
Sejarah Munculnya Emansipasi Perempuan
Gerakan Emansipasi pertama kali digaungkan oleh kaum feminis yang pada mulanya adalah  gerakan sekelompok aktivis perempuan barat, yang kemudian lambat laun menjadi gelombang akademik di universitas-universitas, termasuk  negara-negara Islam, melalui program "woman studies".  Gerakan perempuan  telah mendapat "restu"  dari  Perserikatan Bangsa Bangsa perempuan dengan dikeluarkannya  CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women).Â
Negara dan lembaga serta organisasi-organisasi di dunia terus mendukung gerakan-gerakan perempuan , walaupun  menurut Khan dukungan tersebut memiliki efek negatif bagi gerakan perempuan (baca-feminisme) karena aktivis perempuan telah kehilangan sudut pandang politik (political edge) dan juga untuk beberapa kasus telah kehilangan komitmennya. (Suki Ali, et all, Global Feminist Politics; Identities in Changing World, Routledge, New York, 2000)
Untuk mengetahui bagaimana feminisme itu lahir dan berkembang, kita harus melihat kondisi Barat (dalam hal ini Eropa) pada abad pertengahan, yaitu masa ketika suara-suara feminis mulai terdengar. Pada Abad pertengahan, gereja berperan sebagai sentral kekuatan, dan Paus sebagai pemimpin gereja, menempatkan dirinya sebagai pusat dan sumber kekuasaan. Sampai abad ke-17, gereja masih tetap mempertahankan posisi hegemoninya, sehingga berbagai hal yang dapat menggoyahkan otoritas dan legitimasi gereja, dianggap seabagai heresy dan dihadapkan ke Mahkamah Inkuisisi. Nasib perempuan barat  tak luput dari kekejian doktrin-doktrin gereja yang ekstrim dan tidak sesuai dengan kodrat manusia.