Pelabelan ini lantas menuai isu negatif dari berbagai klangan karena seakan menyamaratakan bahwa kasus perselingkuhan hanya dilakukan laki laki. Padahal pelaku perselingkuhan dapat berasal dari kalangan mana saja tanpa memihak gender tertentu.
Sebagai umat muslim, dalam alquran surat al baqarah ayat 269 dijelaskan bahwa "Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat". Hikmah disini merupakan sikap bijak, dimana dalam surat ini dijelaskan bahwa alah memberikan kebijakan sebagai anugerah kepada umat manusia.Â
Dengan anugerah ini, dalam mengatasi setiap permasalahan di dunia seharusnya dengan sikap bijak, tidak gegabah dan mempertimbangkan semua baik buruknya. Dalam kasus perselingkuhan artis, walaupun berita yang ada cukup mengagetkan khalayak umum seharusnya kejadian itu tidak menutup kita untuk bersikap bijak. Apalagi dalam memberikan respon di sosial media yang dapat dinikmati oleh banyak orang dan juga kalangan.
Sebagai antropolog juga, kita diajarkan untuk melihat sesuai secara lengkap berdasarkan konteksnya, dimana dalam antropologi ketika melihat suatu fenomena kita tidak boleh mengkotak kotakkan dan melihat dalam sudut pandang kita. Selain itu dalam antropologi juga melihat bahwa ketimpangan gender juga disebabkan oleh pandangan stereotip dalam masyarakat.Â
Maka dari itu sebagai antropolog muslim dalam menanggapi fenomena perselingkuhan para artis, seharusnya melihat konteks secara utuh dahulu dan melihat bahwa perselingkuhan dapat dilakukan semua gender baik perempuan maupun laki laki. Kita juga dapat mengedukasi masyarakat tentang bagaimana menyikapi fenomena perselingkuhan para artis dengan bijak.Â
Maka dari itu, bekal literasi digital sangat penting bagi antropolog muslim untuk menyikapi fenomena di sosial media dalam dunia digital yang semakin masif ini. Dimana literasi digital mengacu pada kemampuan seseorang dalam menggunakan, memahami, dan berinteraksi dengan teknologi digital, terutama dalam konteks informasi dan media yang tersebar luas di dunia digital. Hal ini mencakup keterampilan untuk mengakses, mengevaluasi, memahami, menggunakan, dan berbagi informasi dengan bijak melalui berbagai platform digital.
Literasi digital melibatkan pemahaman tentang bagaimana mencari, mengevaluasi, dan memverifikasi informasi online, serta kemampuan untuk memahami dan menganalisis data digital. Ini juga mencakup kesadaran tentang hak cipta, privasi, keamanan digital, dan etika dalam penggunaan teknologi.
Dalam era informasi dan teknologi saat ini, literasi digital menjadi sangat penting. Dengan literasi digital yang baik, individu dapat mengambil manfaat dari teknologi digital, menghindari penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan, melindungi privasi mereka, dan berpartisipasi secara produktif dalam masyarakat yang semakin terhubung secara digital.
Dengan memperkaya pengetahuan mengenai literasi digital. Kita juga dapat menyerap segala informasi yang kita temukan di sosial media pemikiran yang kritis. Kita dapat lebih bisa melihat kebenaran sebuah informasi yang tersebar atau menyikapi pendapat orang lain terhadap suatu fenomena. Sebagai antropolog muslim, literasi digital merupakan salah satu kemampuan yang dapat mempertajam analisis kita dan memahami manusia secara keseluruhan. Hal tersebut karena masyarakat di era modern tidak hanya berkembang secara kehidupan nyata namun juga melalui ruang ruang daring di dunia digital.
Selain itu sebagai seorang Muslim, antropolog tersebut akan melihat fenomena perselingkuhan artis dalam konteks budaya dan nilai-nilai agama. Mereka akan mempertimbangkan perspektif Islam terkait dengan kehidupan pribadi, moralitas, tanggung jawab sosial, dan implikasi hukum yang terkait.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H