Mohon tunggu...
Yulia Ratnasari
Yulia Ratnasari Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis

Simply Yulia, currently working as an executive during the day and painting and or writing during the night. You'll either find her wandering around the CBD looking at the moody sky or spacing out questioning life.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bumi Duniawi.

14 Desember 2017   23:16 Diperbarui: 13 Januari 2018   06:58 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
bulan, ludah, matahari.

Ia rindu. Kenangannya memberikan air dan nafasnya dan dibalasnya Titan menjadi basah dan nafasnya memberat seperti binatang kuda. 

Jancok. Asu.

Ia tak semestinya merindukan si Titan laknat penghianat.

Putih sedikit silau. Ada secuil batu muncul dari sebelah Bumi. Aslinya jelek banyak bopeng seperti terkena wabah cacar air, tapi jadi lumayan karena putih bercahaya seperti vagina si dewi yang terkenal di kalangan manusia di perut Bumi, Ken Dedes. Manusia dekat khatulistiwa bilang, ada dewi cantik namanya Ken Dedes yang jadi rebutan yang punya kontol. 

"Namaku Bulan. Kamu dipenuhi makhluk-makhluk aneh dan ribut, aku suka." Terlihat asing, rasanya dia tidak terdaftar keanggotaan LSS.

"Terus?" Tanya Bumi.

"Biarkan aku setia dan mencintaimu." Katanya.

Karena Bumi kesepian, tidak apalah. Sebenarnya dia suka yang mulus, tapi daripada tidak ada, ya yang bopeng juga tidak masalah.

Selalu Bulan berusaha memuaskan Bumi, lebih menggairahkan Titan, tapi ada struktur yang bergeronjal yang membuat Bulan terasa berbeda. Bulan pernah meminta warna, air dan udara. Tapi Bumi malas memberi, malas sakit lagi dan tidak begitu tertarik dengannya. Hubungan mereka semakin erat, dan Bulan tak mau lepas, seperti lintah yang menyedot sepupunya manusia dan dikoyak-koyak pun masih nempel. 

Bumi rasa, Bumi bisa mencintainya. Dicoba saja.

Presensi Bulan mengisi kosongnya Titan, tapi lama-lama jadi nyaman. Dan kenyamanan menjadi kebiasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun