" SAya akan hidup dari dan untuk menulis" Mengapa saya memulai tulisan ini dengan pertanyaan ? Â Karena inilah inti dari keputusan terbesar dalam hidup saya, keputusan yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Ya, saya memilih untuk hidup dari dan untuk menulis. Keputusan ini bukan tanpa tantangan, terutama ketika saya sempat berselisih pendapat dengan Bapa saya mengenai masa depan saya.
Bapa ingin saya kuliah di jurusan pertambangan dan bekerja di PT Freeport Indonesia. Untuk mewujudkan keinginannya, saya bersekolah di SMK Negeri 3 Jayapura jurusan pertambangan, yang memiliki program pendidikan selama empat tahun. Namun, di balik semua itu, saya tetap menghidupkan mimpi saya sendiri: menjadi seorang jurnalis.
Awal Mula Menulis
Saya mulai menulis aktivitas harian selama enam bulan, sebuah langkah kecil yang menjadi fondasi perjalanan saya. Kemudian, saya bergabung dengan Majalah Metro Papua, sebuah majalah yang digagas oleh organisasi RPM Simapitowa. Sayangnya, setelah tiga edisi, majalah ini berhenti terbit tanpa alasan yang jelas. Namun, pengalaman ini mengajarkan saya bahwa kegagalan adalah bagian dari perjalanan menuju kesuksesan.
Ketika Metro Papua berhenti, saya tidak menyerah. Saya bertemu dengan Tresia Tekege, seorang jurnalis di Cenderawasih Pos (Cepos) Papua. Kami berdua bergabung dengan Wagadei.id, sebuah media lokal yang dipimpin oleh Abeth Youw, seorang jurnalis senior dari Jubi Papua. Di Wagadei, saya dan Kak Tresia sering keliling Jayapura mencari berita, meskipun itu adalah kerja bakti tanpa gaji. Namun, di sanalah saya mulai memahami pentingnya dedikasi dan komitmen.
Mengasah Diri di Dunia Jurnalistik
Pengalaman di Wagadei memberi saya banyak pelajaran. Saya beberapa kali dipercaya untuk meliput isu lingkungan bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Bahkan, saya berkesempatan terbang ke Makassar untuk mempresentasikan isu krisis air di Jayapura. Perjalanan ini tidak hanya mengasah kemampuan jurnalistik saya, tetapi juga memperluas wawasan saya tentang pentingnya peran media dalam menyuarakan isu-isu penting.
Salah satu pengalaman yang paling berkesan adalah ketika saya meliput dampak krisis air di Jayapura. Saya melihat sendiri bagaimana masyarakat berjuang mendapatkan air bersih, dan itu membuat saya semakin sadar bahwa jurnalisme bisa menjadi alat perubahan. Saya ingin tulisan-tulisan saya menjadi suara bagi mereka yang tak terdengar.
Kak Tresia, sosok perempuan Papua yang inspiratif, menjadi panutan saya dalam dunia jurnalistik. Melihat dedikasi dan semangatnya, saya semakin termotivasi. Dia berhasil menjadi jurnalis di Cepos Online, dan itu membuat saya percaya bahwa saya pun bisa mencapai mimpi yang sama. Setelah beberapa kali mencoba, saya mengikuti tes di Tribun Papua dan berhasil menjadi bagian dari tim mereka sebagai jurnalis.
Peran Jurnalistik dalam Kehidupan