Di tahun 2015 dari 19 gelaran Pilkada serentak di Jatim, salah satu yang menarik bagi saya adalah pertarungan Pemilihan Bupati Lamongan. Pasalnya, mayoritas nama dan tokoh yang maju dan bertanding adalah wajah lama. Untuk bakal calon bupati ada nama Fadeli Bersama Kartika (FAKTA) dan Suhandoyo Bersama Abdul Ghofur (Surgo). Jauh sebelum pilkada 2015 digelar pasangan Surgo mendominasi dengan menggeber banner dimana-mana seakan pada waktunya rekom PDIP dan PKB akan jatuh ke tangan Surgo. Titik-titik Lokasi di daerah Lamongan penuh dengan banner-banner Surgo pada waktu itu.
Yang jadi pertimbangan PKB mengusung Suhandoyo dengan Abdul Ghofur adalah hasil survei. Dimana-mana survey mereka mengungguli pasangan lain. Tapi seketika berubah pada waktu menjelang pendaftaran calon ketika PKB dan PDIP pusat menjatuhkan surat rekomendasi kepada pasangan FAKTA.
Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Kaji Ghofur pada waktu itu, pasti sangat kecewa dan hancur karena nama besarnya dipertaruhkan di banner-banner jalan dan ditambah dengan biaya yang sangat banyak dikeluarkannya pada waktu itu. Dan yang paling memalukan adalah menjadikan riwayat catatan kelam bahwa Kaji Ghofur pernah mengalami kegagalan dalam pertarungan politik tahun 2015 silam.
Pun begitu Kartika, kader wanita yang sampai detik ini sangat ingin menjadi orang nomor wahid di Lamongan dengan memakai segala caranya tetapi pernah juga mengalami riwayat memalukan yakni kegagalan menjadi orang nomor 2 tepatnya di tahun 2010 saat berpasangan dengan Handoyo. Ini menandakan mereka berdua punya riwayat masa kelam saat bertarung di Pilkada Lamongan.
Adanya benang merah saling serang antara Kaji Ghofur dan Kartika membuat aroma panas di internal PKB semakin menjadi-jadi dikarenakan Kartika dinilai tidak Loyal sama sekali kepada PKB. Jabatan 5 tahun sebagai wabup tidak dimanfaatkannya untuk bisa membantu PKB di Lamongan maka wajar saja jika semua kader PKB merasa kecewa bahwa Kartika hanya datang jika ada maunya saja.
Saya melihat, pertarungan Kartika dan Kaji Ghofur bahkan berlangsung sampai detik ini dengan mempertaruhkan tahun politik 2020 ini sebagai ajang balas dendam Kaji Ghofur kepada Kartika dengan memanfaatkan Sholahuddin sebagai petarungnya. Kaji Ghofur ingin membersihkan  nama baiknya dari kegagalan pada waktu itu dan ingin memberikan kode bahwa dia adalah sang penguasa partai PKB saat ini.
Lalu kenapa harus Kaji Sholah? Kaji Sholah mempunyai akses langsung kepada Yai ma'ruf amin dimana PKB sami'na wato'na kepada Wapres. Ini menjadikan Kaji Sholah batu sandungan besar bagi Kartika yang harus disingkirkan karena akses yang dimiliki Kartika hanya sebatas akses daerah yang hanya lewat Khofifah.
Seperti Pilkada tahun 2015 saya melihat riwayat kelam catatan Kaji Ghofur ini sama miripnya dengan Kaji Sholah tahun 2020 ini yang antah berantah memasang banner hampir disetiap sudut daerah di Lamongan. Saya tidak bisa membayangkan betapa banyak uang yang di keluarkannya mengingat saat ini pertarungan masih belum dimulai rekom PKB pun belum dikantongi. Saya khawatir ini menjadi blunder bagi kaji Sholah apabila dia tidak berhasil mendapat rekom maka seluruh prestige atau harga dirinya dipertaruhkan baik lahir maupun batinnya seperti yang Kaji Ghofur alami. Lalu mau jadi apa jika Kaji Sholah tidak jadi berangkat di Pilkada Lamongan?
Drama demi drama seakan mengulang pertarungan Kartika versus Kaji Ghofur dimana rekom PKB adalah titik balik dari pertarungan di tahun 2020 ini. Sampai saat ini rekom PKB masih diperebutkan, ini akan mengulang pertarungan keras dan ketat dalam pilkada tahun ini.
Bukan tidak mungkin, Sholahuddin menjadi batu sandungan yang nyata yang bisa membuat kaki Kartika terluka parah sampai-sampai terhenti langkahnya.Â
Kita tahu juga bahwa Kartika seakan tidak memperbolehkan kader yang lain untuk bisa sepadan dengan dirinya terbukti 2010, 2015 dan sekarang 2020. Ini yang seharusnya tidak diperbolehkan dalam satu organisasi, seharusnya pengkaderan harus terus berganti. Kita tahu juga bahwa nama Kartika sekarang sudah mulai meredup.Â
Jabatan yang dia emban tidak bisa mengatrol namanya untuk bertengger di elektabilitas nomor satu. Ini menandakan kinerja dirinya yang tidak maksimal di lima tahun jabatannya. Terus masih percayakah PKB untuk tetap mengusung Kartika di Pilkada nanti?
Nah, saya melihat peta politik di Lamongan paling seru saat melihat dominasi pertarungan antara Klan Kaji Ghofur versus Kartika, sama-sama orang lama dan sama-sama saling ngeyel dalam hal rekom PKB. kesan "saling serang" diperlihatkan Kartika dan Kaji Ghofur dalam mempersiapkan Pilkada Lamongan, Desember 2020 mendatang.Â
Apalagi dalam pengamatan saya, klan Kaji Ghofur di kota Lamongan, terlihat kuat dengan menggandeng Sholahuddin. Nah, saking kuatnya, Kartika bingung kesana-kemari mencari bantuan kepada pusat dicibir sana-sini bunda tetap ikhlas.Â
Perebutan rekom PKB sampai saat ini masih misterius karena mereka sama-sama optimis mendapatkannya tahun 2015 kartika yang dapat terus tahun 2020 ini siapa yang akan dapat rekom?. Akhirnya kita tunggu saja kemana rekom tersebut akan turun. Wallahua'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H