"Dulu sekolah di Indonesia, tapi itu 56 tahun lalu, jadi sekarang sudah agak lupa (tulisan latin Bahasa Indonesia). Saya datang ke sini tahun 1961. Istri saya sekarang usia 70 tahun. Saya sendiri usia 72 tahun," ujar Pria yang berprofesi terakhir sebagai tentara di China ini.
Hal serupa juga dialami oleh anak dan cucu mereka yang rata-rata kini hanya mengerti sedikit tentang Bahasa Indonesia dan Bahasa Bali. Maklum saja, mereka telah terlahir dan bersekolah di China yang sehari-hari menggunakan Bahasa Mandarin.
"Anak dan cucu sudah nggak bisa Bahasa Indonesia dan Bahasa Bali. Mereka bisa cuma dengar saja, karena orang tuanya sekarang pakai Bahasa Mandarin, di sekolah juga dapat Bahasa Mandarin jadi nggak bisa ngomong Bali dan Indonesia," ucap wanita bernama The Chun Nio.
Meski telah menjadi Warga Negara China, mereka tetap menjaga silaturahmi dengan keluarga besar mereka yang ada di Bali. Mereka beberapa kali pulang ke Bali untuk mengunjungi keluarga hingga sekadar berlibur.
"Sudah 5 kali pulang ke Bali. Terakhir tahun 2012. Saya masih punya family di Indonesia, kebetulan saya anak paling besar," ucap Tan Kok Tjian.
Selain menjaga silaturahmi, mereka juga kangen dengan rumah masa kecil. Ada juga yang mengaku rindu mencicipi masakan Bali seperti disampaikan oleh Koh Ho Ting.
"Saya kangen sama Ayam Betutu Gilimanuk sama Babi Guling di Gianyar," ujarnya.
Ketika saya mengunjungi Kampung Bali tanggal 23 Juni 2017, penduduk sedang 'mempercantik' kampungnya untuk menyambut kunjungan perwakilan dari Provinsi Bali pada tanggal 24 Juni 2017.
Lim Dji San yang kini lebih banyak tinggal di Shenzhen, China bersama anak dan cucunya, khusus datang ke Kampung Bali untuk menghadiri pertemuan dengan Perhimpunan Persahabatan Indonesia Tiongkok (PPIT) Provinsi Bali. Ia juga akan membawakan tarian pada acara penyambutan tersebut.