Mohon tunggu...
Yuliani
Yuliani Mohon Tunggu... Atlet - Mahasiswa

Silat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran lingkungan dan budaya dalam perkembangan sosial lingkungan

18 Januari 2025   19:10 Diperbarui: 18 Januari 2025   19:10 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

10.Peran lingkungan dan budaya dalam perkembangan sosial Lingkungan dan budaya memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan sosial emosional individu, khususnya pada anak-anak. Perkembangan sosial emosional mencakup bagaimana seseorang belajar memahami emosi, mengelola hubungan interpersonal, dan berinteraksi dengan dunia sosial. Baik lingkungan terdekat (seperti keluarga) maupun budaya yang lebih luas membentuk bagaimana individu mengembangkan keterampilan ini. Berikut adalah beberapa aspek kunci peran lingkungan dan budaya dalam perkembangan sosial emosional:

1. Peran Lingkungan dalam Perkembangan Sosial Emosional

a. Keluarga

Keluarga adalah faktor lingkungan pertama dan utama dalam perkembangan sosial emosional anak. Orang tua, saudara, dan anggota keluarga lainnya memiliki dampak besar terhadap pembentukan emosi dan keterampilan sosial anak. Beberapa cara keluarga memengaruhi perkembangan sosial emosional adalah:

Pengasuhan: Gaya pengasuhan (otoriter, permisif, otoritatif) memengaruhi bagaimana anak belajar mengelola emosi dan berinteraksi dengan orang lain. Anak yang diasuh dengan kasih sayang dan dukungan cenderung mengembangkan keterampilan sosial yang lebih baik.

Modeling Emosi: Anak-anak belajar mengelola emosi melalui observasi perilaku orang tua atau pengasuh. Ketika orang tua menunjukkan regulasi emosi yang baik, anak cenderung meniru perilaku tersebut.

Kedekatan Emosional: Hubungan emosional yang hangat dan aman dengan orang tua, seperti yang diungkapkan dalam teori attachment Bowlby, mendukung perkembangan sosial emosional yang sehat. Keterikatan yang aman membuat anak lebih percaya diri dalam menjalin hubungan sosial di luar rumah.

b. Sekolah dan Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial yang lebih luas, seperti sekolah, juga berperan penting dalam perkembangan sosial emosional. Di sekolah, anak-anak belajar berinteraksi dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya di luar keluarga.

Interaksi Teman Sebaya: Bermain dan berinteraksi dengan teman sebaya membantu anak belajar tentang kerja sama, berbagi, penyelesaian konflik, serta memahami emosi dan perspektif orang lain.

Peran Guru: Guru tidak hanya mendidik secara akademis tetapi juga membantu anak dalam pengembangan keterampilan sosial dan emosional. Guru dapat memberikan dukungan emosional, menetapkan aturan, dan mengajarkan resolusi konflik.

c. Lingkungan Sosial dan Ekonomi

Kondisi sosial dan ekonomi di mana anak tumbuh juga dapat memengaruhi perkembangan sosial emosionalnya. Anak-anak yang tumbuh dalam kondisi sosial ekonomi yang tidak stabil mungkin mengalami stres yang lebih besar, yang dapat memengaruhi perkembangan emosional mereka. Sebaliknya, anak-anak dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik mungkin memiliki akses lebih besar terhadap pendidikan berkualitas dan dukungan emosional.

2. Peran Budaya dalam Perkembangan Sosial Emosional

Budaya mencakup nilai, norma, keyakinan, dan harapan yang memengaruhi bagaimana individu berperilaku dan merespons secara emosional dalam konteks sosial. Budaya memainkan peran dalam bagaimana emosi diekspresikan, diatur, dan diinterpretasikan dalam berbagai situasi sosial.

a. Nilai-Nilai Budaya dalam Regulasi Emosi

Budaya memengaruhi bagaimana emosi diekspresikan dan dikendalikan. Misalnya, dalam budaya yang lebih individualistis (seperti di Amerika Serikat), ekspresi emosi secara terbuka, seperti kebahagiaan atau ketidakpuasan, cenderung lebih diterima. Sebaliknya, budaya kolektivis (seperti di Jepang atau China) mungkin lebih menekankan kontrol diri dan harmoni sosial, sehingga mengekspresikan emosi seperti marah atau sedih di depan umum mungkin kurang diterima.

Individualisme vs. Kolektivisme: Budaya individualis lebih berfokus pada kemandirian dan ekspresi diri, sedangkan budaya kolektivis lebih berfokus pada keselarasan kelompok dan tanggung jawab sosial. Hal ini berdampak pada cara anak mengembangkan empati, pengendalian emosi, dan interaksi sosial.

b. Peran Budaya dalam Interaksi Sosial

Budaya juga memengaruhi bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain. Di beberapa budaya, interaksi yang penuh hormat dengan orang yang lebih tua sangat ditekankan, sementara di budaya lain, kesetaraan dan keterbukaan dalam berkomunikasi lebih dihargai.

Norma Sosial: Setiap budaya memiliki norma sosial yang berbeda mengenai bagaimana seseorang harus bersikap dalam situasi sosial tertentu. Anak belajar norma ini sejak dini dan menyesuaikan perilaku mereka sesuai dengan harapan budaya tersebut. Misalnya, di beberapa budaya, anak-anak diajarkan untuk bersikap lebih tenang dan patuh dalam situasi sosial, sementara di budaya lain, mereka didorong untuk lebih aktif dan vokal.

c. Peran Budaya dalam Pendidikan Emosional

Beberapa budaya menekankan pengajaran keterampilan emosional tertentu lebih daripada yang lain. Misalnya, budaya yang menghargai kerja sama cenderung mengajarkan anak untuk lebih memperhatikan perasaan dan kebutuhan orang lain. Sebaliknya, budaya yang menekankan kompetisi mungkin lebih mendorong anak untuk fokus pada pencapaian pribadi.

Budaya Agama: Dalam beberapa budaya, ajaran agama memiliki peran penting dalam pembentukan sikap sosial dan emosional. Nilai-nilai agama seperti kasih sayang, pengampunan, dan kebaikan hati dapat membentuk perkembangan sosial emosional anak.

d. Harapan Gender dalam Budaya

Budaya juga mempengaruhi perkembangan sosial emosional melalui peran dan harapan gender. Dalam banyak budaya, anak laki-laki dan perempuan diajarkan untuk mengelola emosi mereka secara berbeda. Misalnya, anak laki-laki mungkin diajarkan untuk menekan emosi seperti kesedihan, sementara anak perempuan mungkin didorong untuk lebih ekspresif secara emosional.

Kesimpulan

Lingkungan dan budaya membentuk perkembangan sosial emosional anak melalui interaksi mereka dengan keluarga, sekolah, teman sebaya, dan masyarakat yang lebih luas. Lingkungan sosial dan ekonomi memengaruhi dukungan yang diterima anak, sementara budaya membentuk cara anak-anak belajar mengekspresikan dan mengelola emosi mereka serta berinteraksi dengan orang lain. Dengan memahami konteks ini, kita dapat lebih baik membantu anak mengembangkan keterampilan sosial emosional yang sehat dan adaptif dalam kehidupan mereka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun