Beberapa budaya menekankan pengajaran keterampilan emosional tertentu lebih daripada yang lain. Misalnya, budaya yang menghargai kerja sama cenderung mengajarkan anak untuk lebih memperhatikan perasaan dan kebutuhan orang lain. Sebaliknya, budaya yang menekankan kompetisi mungkin lebih mendorong anak untuk fokus pada pencapaian pribadi.
Budaya Agama: Dalam beberapa budaya, ajaran agama memiliki peran penting dalam pembentukan sikap sosial dan emosional. Nilai-nilai agama seperti kasih sayang, pengampunan, dan kebaikan hati dapat membentuk perkembangan sosial emosional anak.
d. Harapan Gender dalam Budaya
Budaya juga mempengaruhi perkembangan sosial emosional melalui peran dan harapan gender. Dalam banyak budaya, anak laki-laki dan perempuan diajarkan untuk mengelola emosi mereka secara berbeda. Misalnya, anak laki-laki mungkin diajarkan untuk menekan emosi seperti kesedihan, sementara anak perempuan mungkin didorong untuk lebih ekspresif secara emosional.
Kesimpulan
Lingkungan dan budaya membentuk perkembangan sosial emosional anak melalui interaksi mereka dengan keluarga, sekolah, teman sebaya, dan masyarakat yang lebih luas. Lingkungan sosial dan ekonomi memengaruhi dukungan yang diterima anak, sementara budaya membentuk cara anak-anak belajar mengekspresikan dan mengelola emosi mereka serta berinteraksi dengan orang lain. Dengan memahami konteks ini, kita dapat lebih baik membantu anak mengembangkan keterampilan sosial emosional yang sehat dan adaptif dalam kehidupan mereka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI