Mohon tunggu...
Yulianita Abu Bakar
Yulianita Abu Bakar Mohon Tunggu... Guru - Guru

There are things more important than happiness (Imam Syamil's son)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kita Tidak Perlu Membeli Pupuk

3 Maret 2024   06:25 Diperbarui: 3 Maret 2024   06:31 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah nenek meninggal, kebiasaan mengelola sampah rumah menjadi pupuk di lakukan oleh anak nenek. kami memanggil beliau dengan panggilan mami (Mamak Amir). Mami memiliki karakter yang berbeda dengan nenek, pembawaan nya tidak se-tenang nenek. Tapi beliau sama rajin nya dan telaten dalam mengolah sampah menjadi pupuk.

Mami sangat suka berkebun. Setiap pagi dan sore, beliau menghabiskan waktu berjam-jam dengan menanam tanaman baru, mengurus tanaman yang telah tumbuh, Atau mengolah sampah. Dari memilah sampah menurut jenis nya, sampai mengolahnya menjadi pupuk.

Meski tanah dan air kami tidak bagus, mengandung zat kapur yang tinggi. Di mana membuat banyak orang malas menanam ini dan itu. Sebaliknya di halaman belakang rumah mami tumbuh bermacam bumbu dapur. Kunyit, jahe, lengkuas, serai, pandan, pohon salam, lada, pohon cengkih, pohon lemon, jeruk nipis, dan beberapa tanaman herbal juga. Semua tanaman itu tumbuh subur. Sebagian di pakai untuk kebutuhan sehari-hari. Dan sebagian di jual.

Dengan uang yang dihasilkan dari tanaman-tanaman kebutuhan dapur ini, mami yang hanya ibu rumah tangga. Bisa punya penghasilan dari usahanya sendiri. Meski ke dua anaknya membiayai hidup beliau.

Setelah rumah panggung di bongkar dan di ganti dengan rumah megah paman Amir, mami menanam ulang semua tanaman yang sudah di tebang. Halaman samping yang tersisa, beliau gunakan untuk menanam kembali tanaman beliau. Di halaman depan yang sudah menjadi teras. Hanya mungkin di jadikan tempat untuk meletakkan bunga dan tanaman hias di dalam pot-pot yang cantik.

Waktu mengubah kehidupan semua orang, tak terkecuali mami. Mami yang dahulu nya memiliki halaman yang sangat luas untuk berkebun. Kini hanya mungkin menanam tanaman nya di samping rumah paman Amir. Aku tidak menyebutnya sebagai tanah mami karena tanah itu sudah di wariskan kepada paman amir, meski mami masih hidup.

Setiap hari, entah pagi atau sore hari. Aku melihat mami membuat pupuk dari sampah. Memasukkan pupuk itu ke karung. Lalu di lain hari pupuk itu akan beliau gunakan untuk di campur dengan tanah.

Semenjak mami tinggal dengan paman Amir di rumah mewahnya. Beliau tidak lagi menghasilkan uang dari tanaman nya. Aku melihat tanaman-tanaman itu lebih sering dibagi-bagi ke sanak saudara sebagai sedekah. Siapa pun boleh mengambil tomat, cabai, daun sirih, daun pandan dan yang lainnya. Dengan syarat izin ke beliau. 

Memasuki umur 70-an mami pindah ke rumah anak perempuan nya. Beliau sudah sering bolak-balik masuk rumah sakit. Bibi ku, Cut Ratna, membuat keputusan untuk mengurus mami. Rumah bibi Ratna tidak punya halaman seperti rumah paman Amir.

Bila mami dalam keadaan sehat, beliau tetap akan berada di teras samping atau teras depan untuk menanam atau mengurus bunga-bunga di rumah bibi.
Membuat pupuk dari sampah, agar bunga-bunga tumbuh subur.

Setelah mami ku meninggal karena penyakit diabetes. Tidak ada lagi generasi di keluarga ku yang meneruskan kebiasaan nenek dan mami dalam mengolah sampah menjadi pupuk. Sekarang sampah-sampah akan diletakkan di depan rumah dan akan diangkut petugas kebersihan seminggu 3 kali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun